Sukses

Kejaksaan Agung Periksa 3 Saksi Kasus Korupsi Jiwasraya

Salah satu saksi yang diperiksa yakni pemilik saham di perusahaan milik tersangka kasus Jiwasraya yang diblokir.

Liputan6.com, Jakarta - Proses pengungkapan kasus dugaan korupsi di PT Jiwasrayaterus diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Hari ini, Jumat (31/1/2020), Kejagung memeriksa tiga orang saksi dalam kasus yang diduga merugikan negara triliunan rupiah itu.

"Pemeriksaan terhadap tiga orang saksi, yaitu Leonard Hartana dari pemegang saham yang merasa keberatan karena sahamnya perusahaan salah satu tersangka (korupsi Jiwasraya) diblokir," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono di kantornya, Jakarta, Jumat.

Hari menyebutkan, Leonard meminta pemblokiran sahamnya itu bisa dibuka.

Selain Leonard, seorang akuntan dari PT Trada Alam Minera atas nama Ahmad Subhan juga diperiksa sebagai saksi. "Dan John Harry Tedja karyawan PT Tirta Dana Securitas," beber Hari.

Dia menjelaskan, pemeriksaan tiga saksi ini dibutuhkan untuk memperoleh alat bukti yang mumpuni terkait kasus korupsi di PT Jiwasraya.

"Sementara itu ikuti perkembangan berikutnya," tutup dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Polis Asuransi Jiwasraya Mulai Dicicil Maret

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pemerintah akan mulai mencicil polis nasabah Jiwasraya pada akhir Maret 2020. Pembayaran akan dilakukan apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui langkah penyelamatan yang disampaikan hari ini.

"Konteks pembicaraan yang sudah kami rapatkan dari internal mungkin Maret akhir sudah mulai ada pembayaran kalau nanti konsep yang kami paparkan tertutup bisa disetujui," ujar Erick saat menghadiri rapat kerja dengan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Erick melanjutkan, sejauh ini Jiwasraya memiliki tanggungan wajib pembayaran klaim kepada nasabah sebesar Rp 16 triliun. Sementara saat ini, perusahaan pelat merah tersebut memiliki kekurangan solvabilitas sebesar Rp 28 triliun.

"Kementerian BUMN sedang melakukan koordinasi dengan Kemenkeu, OJK dan lembaga terkait lainnya untuk menentukan solusi terbaik dalam penyelamatan ini. Walaupun tadi di awal, kami ingin juga mulai ada pencairan di Maret. Kami terus upayakan kerja profesional dan transparan," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.