Sukses

Ada Prostitusi, KPAI Minta Pemprov DKI Kembangkan Apartemen Ramah Anak

Kepolisian Daerah Metro Jakarta Selatan mengungkap prostitusi yang melibatkan anak-anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jakarta Selatan mengungkap prostitusi anak-anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta.

Para pelaku menyewa secara harian salah satu kamar di apartemen tersebut tanpa pernah terendus oleh pihak pengelola maupun keamanan apartemen.

Ketua Komisi Perlindungan Anak atau KPAI Santoso menilai sudah terlalu sering apartemen digunakan sebagai tempat prostitusi anak. Ia meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembangkan apartemen yang ramah dengan anak.

"Kita memang harus melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar mengembangkan apartemen ramah anak. Salah satu indikatornya adalah memastikan anak-anak kita tidak tereksploitasi di apartemen dan tempat-tempat lain," ungkap Santoso di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).

Santoso menerangkan, selama ini KPAI telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir terjadinya eksploitasi anak di apartemen tersebut.

Bahkan KPAI telah melakukan pengawasan di lokasi apartemen sejak 2017 silam.

"Tapi tampaknya memang ada beberapa kerentanan-kerentanan yang ada di sana. Kita juga telah melakukan edukasi kepada RT RW dan warga yang ada di sana. Memang kalau melihat dari case-case yang ada, ini cukup kompleks ya," jelas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Eksploitasi Anak di Apartemen

Sebelumnya diketahui, Polres Metro Jakarta Selatan mengungkap kasus prostitusi anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta.

Dalam kasus tersebut, terdapat tiga orang korban masing-masing atas inisial JO (15), AS (17), dan NA (15). Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Bastoni Purnama menyebutkan mereka yang dieksploitasi dibayar dengan harga Rp 350 ribu per pelanggan.

"Rata-rata dengan harga 350 sampai 900 ribu," ungkap dia di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).

Dia menyebut, dari penghasilan tersebut, korban menyetorkan sebanyak Rp 100 ribu kepada para pelaku yang menawarkan mereka dan Rp 50 ribu. Sementara sisanya untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar sewa apartmen.

"Indikasi dibayar secara patungan (apartmen). Kemudian rata-rata korban ini dipaksa (melayani) minimal empat pria tiap hari ya," jelas Bustoni.

Dia juga menyebutkan, para korban tersebut melayani para pelanggan yang didapatkan dari aplikasi media sosial baik di dalam apartemennya maupun di luar.

Awalnya, kata Bustoni korban diimingi-imingi dengan suatu pekerjaan. Kemudian dengan dijanjikan sejumlah uang.

"Ternyata kenyataannya mereka dieksploitasi di media sosial, dipaksa, dilakukan penganiayaan dan sebagainya," kata dia.

Bustoni mengaku pihaknya belum bisa memberikan informasi lebih banyak. Mengingat kasus ini masih dalam ranah penyidikan.

"Iya jadi memang banyak informasi atau keterangan dari korban maupun pelaku. Dalam hal ini kita batasi karena ini masih proses penyidikan dalam ranah penyidikan," tegas dia.

3 dari 3 halaman

Disiksa

Polisi menyebut, korban JO bahkan mengalami penyiksaan fisik oleh para pelaku. Kekerasan tersebut dalam bentuk pemukulan, digigit bahkan hingga ditelanjangi.

"Kemudian korban diikat, dipukul, digigit, ditendang, ditonjok hidungnya, disundut rokok, ditelanjangi kemudian disetubuhi dan divideokan," katanya.

Sementara untuk korban AS dan NA, para pelaku melakukan penawaran melalui aplikasi Michat.

Masing-masing pelaku adalah AS (17) yang berperan memberikan minuman beralkohol dan ginseng. Dia juga yang merekam JO dalam kondisi telanjang. Dan memerintahkan MTG dan PTD (pelaku) untuk mengikat JO.

"Dan juga berperan sebagai mengelola hasil transaksi," ucapnya.

Pelaku kedua adalah NA (15), Bustoni mengatakan peran dari NA adalah menggigit langan, menggigit pundak, menggigit perut serta kekerasan lainnya. Sama seperti AS, NA juga menikmati hasil transaksi.

"MTG (16) berperan melakukan kekerasan terhadap korban JO dengan menampar pipi dan mengikat tangan korban. Pelaku menjual korban JO dan menyetubuhi korban JO," ucapnya.

Sementara ZMR (16) berperan menjual AS pada bulan November 2019 hingga terakhir pada tanggal 21 Januari 2020.

"JF (29) menjual korban AS, menjual korban JO," ungkapnya.

Dan tersangka terakhir adalah NF (19), peran dia adalah menjual korban AS dan juga menggunakan hasil transaksi tersebut.

Dalam kasus tersebut polisi menyita beberapa barang bukti berupa satu kotak kondom Fiesta, satu lima unit handphone.

Akibat perbuatannya, para pelaku akan dijerat dengan Pasal 76 c Jo 80 dan 76 I Jo 88 UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 2 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.

"Dan 170 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara," tutup dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.