Sukses

3 Keraton Abal-Abal, Miliki Rekening Bank Swiss hingga Dapat Legalitas PBB

Selain Keraton Agung Sejagat, bahkan ada pula Kesultanan Selacau yang mengklaim telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan, bermunculan kesultanan, kerajaan, atau pun keraton baru di Indonesia. Keberadaan mereka pun tak hanya di satu wilayah saja.

Misalnya saja yang belum lama ini muncul dan viral adalah Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah. Namanya menjadi tenar karena mengadakan Wilujengan dan Kirab Budaya yang dilaksanakan pada Jumat, 10 Januari hingga hingga Minggu 12 Januari 2020.

Keraton Agung Sejagat itu dipimpin oleh seseorang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu, memiliki nama asli Dyah Gitarja. Keduanya kini sudah ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap meresahkan warga.

Sebanyak 450 orang menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat. Mereka bergabung lantaran tergiur dengan ucapan manis Totok dan Dyah nantinya akan mendapatkan gaji dalam bentuk dolar dari tabungan di bank yang ada di Swiss.

Selain Keraton Agung Sejagat, bahkan ada pula Kesultanan Selaco atau Selacau di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang mengklaim telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada 2018.

Berikut keraton atau kerajaan atau kesultanan yang mengaku berafiliasi dengan berbagai organisasi dunia dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Keraton Agung Sejagat

Sebanyak 450 mengabdikan diri menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Untuk menjadi pengikut kerajaan, syaratnya dikenai mahar uang jutaan untuk bisa bergabung. Timbal baliknya, bisa menempati posisi penting di kerajaan.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna menjelaskan, pengikut dari raja Toto Santoso (42) dan ratu Fanni Aminadia (41), berasal dari berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Iskandar menerangkan, keduanya merekrut orang-orang yang pengetahuannya agak sedikit kurang dengan diiming-imingi mendapatkan jabatan di Keraton Agung Sejagat.

"Di situ banyak jabatan yang kosong. Lalu mereka diiming-imingi jabatan. Setiap orang dimintakan uang Rp 3 juta sampai Rp 30 jutaan," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 15 Januari 2020.

Iskandar melanjutkan, para pengikut kerajaan itu juga menjanjikan gaji dalam bentuk dollar.

"Kedua pelaku ini mengklaim punya tabungan di Swiss. Makanya berani memberikan honor dalam bentuk dollar," ucapnya.

Iskandar menuturkan, struktur di Keraton Agung Sejagat terdiri dari raja, ratu, menteri, hingga lurah. Namun, hingga kini di antara pengikutnya yang menyetorkan uang, ada yang sudah setahun terakhir tak menduduki jabatan di situ.

"Kan ada 13 menteri, di bawahnya ada Gubernur lalu Lurah. Di situlah unsur penipuannya," tegas Iskandar.

Sementara itu, Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan, Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.

Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.

Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518

Dengan berakhirnya perjanjian tersebut, kata Joyodiningrat, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II.

Kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

 

3 dari 4 halaman

Sunda Empire

Sunda Empire, sebuah perkumpulan yang mengklaim dirinya sebagai kekaisaran bumi dan matahari. Bahkan konten-konten video yang berkaitan dengan Sunda Empire banyak ditemukan di media sosial Youtube dalam kanal Alliance Press International.

Salah satu video yang diunggah 6 Juli 2019 menyebutkan, pemerintahan dunia akan segera berakhir. Seorang pria dalam video tersebut bernama HRH Rangga, mengaku dirinya sebagai Gubernur Jenderal Nusantara.

Dalam video berdurasi 8.27 menit itu Rangga mengatakan, Sunda Empire tidak ada hubungannya dengan Suku Sunda.

"Tapi ini adalah proses turun-temurun kekaisaran, dari dinasti ke dinasti, dan saat ini dinasti Sundakala," ujar Rangga dikutip Ayobandung, Jumat, 17 Januari 2020.

Ia mengatakan dalam video, pertemuan hari itu bertujuan untuk membentuk tatanan dunia.

"Ini terkait program pelaksanaan mengangkat proses teritorial di dalam Nusantara ini, di dalamnya ada Indonesia dan di dalamnya adalah Bandung sebagai korp diplomatik dunia, bahwa pada tanggal 15 Agustus 2020 seluruh negara harus mendaftar ulang dan juga penyelesaian atas utang-utang kepada Bank Dunia," ujarnya.

Rangga menjelaskan, tujuan Sunda Empire ini untuk menata kembali tatanan dunia untuk mencapai perdamaian dunia.

"Sunda Empire adalah tujuannya membangun terwujudnya kesejahteraan rakyat, manusia di alam jagad raya ini, kemudian membuat kedamaian dunia," katanya.

Ia berkeyakinan, keberadaan Sunda Empire-Earth Empire punya fungsi penting untuk membenahi tatanan pemerintahan.

"Memerankan atas misi penting atas tatanan pemerintahan yang mungkin pada posisi tertentu adanya carut marut susunan pemerintahan, ini akan ditata kembali," tegas Rangga.

 

4 dari 4 halaman

Kesultanan Selacau

Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat belakangan menarik perhatian.

Kesultanan Selacau berbeda dengan Keraton Agung Sejagat, di Purworejo, Jawa Tengah atau pun Sunda Empire di Bandung, Jawa Barat.

Perbedaannya adalah Kesultanan Selacau yang didirikan Rohidin alias Sultan Patra Kusumah VIII itu tetap menyatakan dukungan dan bergabung dengan pemerintahan sah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 2004.

"Selacau itu punya dua literatur leluhur yang saya ajukan pada tahun 2004," ujar Rohidin, Sabtu, 18 Januari 2020.

Rohidin mengaku sebagai keturunan kesembilan Surawisesa, Maharaja Kerajaan Pajajaran yang kemudian di tahun 1527 dikudeta saudaranya sendiri.

Surawisesa lalu mengungsi ke Parungponteng. Maharaja Surawisesa disebut memiliki lima anak, di antaranya Raden Patrakusumah.

"Nah saya keturunan ke delapan dari Raden Patrakusumah," kata dia saat ditemui wartawan di istananya, Kamis, 23 Januari 2020.

Keberadaan kesultanan tersebut sudah diketahui sejak lama oleh masyarakat sekitar. Kesultanan tersebut pun memiliki istana yang berdiri hingga saat ini.

Raden Rohidin mengklaim, Kesultanan Selaco telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa Bangsa di 2018, sebagai putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran di kepemimpinan Raja Surawisesa. Bahkan dia mengaku memiliki dua literatur leluhurnya yang diajukan di 2004.

"Akhirnya di 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah di kepemimpinan Surawisesa. Fakta sejarah ini dikeluarkan lembaga PBB, yang pertama nomor warisan dan juga izin pemerintahan kultur. Keduanya izin referensi tentang keprajuritan, lisensi seni dan budaya," papar Rohidin.

Ia menyebut, pendirian Kesultanan Selaco menjadi upayanya dalam melestarikan warisan leluhur dan sebagai keturunan Kerajaan Pajajaran.

Selama ini, kesultanan yang dipimpinnya berbentuk yayasan hingga memiliki kabinet layaknya kerajaan dan juga memiliki batas wilayah.

Rohidin menyebut, kesultanannya berdiri mulai dari wilayah Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran bagian selatan. Meski begitu, ia memastikan tetap mengaku sebagai bagian dari Negara Indonesia.

Untuk pendanaan kesultanan, Raden Rohidin mengungkapkan pihaknya memiliki sumber pendanaan yang berasal dari sertifikat Phoenix melalui Grantos yang bernama M Bambang Utomo.

Selain itu juga ia memiliki proyek Phoenix atau uang yang berasal dari luar negeri, tepatnya di Bank Swiss yang hanya bisa diambil oleh seorang Grantos.

"Nantinya bisa digunakannya, terutama dalam pembangunan kesultanan termasuk menyejahterakan masyarakat hingga para pejabatnya dari uang tersebut. Tetapi sekarang uang proyek Phoenix telah dikuasai oleh negara dan para pemimpin Negara Indonesia pasti tahu sekarang ini dan kami buka saja," papar Rohidin.

Atas kesultanan yang didirikannya, Raden Rohidin memersilakan kalau ada pihak yang ingin menelusuri keabsahan sejarah kesultanannya. Menurut dia, penelusuran sejarah tidak boleh ada yang menutup-nutupi.

"Saya terbuka terhadap pihak yang ingin menelusuri. Bisa juga menelusuri di Balai Arkeologi Bandung," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.