Sukses

Usut Kasus Suap Bakamla, KPK Panggil Ali Fahmi Habsyi

Ali Fahmi yang juga mantan politikus PDIP ini kerap disebut dalam persidangan kasus suap Bakamla.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo Ali Fahmi atau Fahmi Al Habsyi. Ali Fahmi akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Saksi Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsyi akan diperiksa untuk tersangka ME (PT. Merial Esa)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (22/1/2020).

Ali Fahmi yang juga mantan politikus PDIP ini kerap disebut dalam persidangan kasus ini. Mantan Stafsus Kabakamla ini disebut pernah menerima uang dari Dirut PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.

Uang tersebut diduga disalurkan Ali Fahmi kepada sejumlah anggota DPR untuk meloloskan anggaran proyek Bakamla.‎ Namun, sejak kasus ini mencuat, Ali Fahmi menghilang. Pencarian yang dilakukan KPK sejauh ini belum menunjukkan hasil.

Sebelumnya, KPK menetapkan PT Merial Esa (ME) sebagai tersangka korporasi. Perusahaan yang dipimpin Fahmi Darmawansyah, suami aktris Inneke Koesherawati itu dijerat dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Seret Fayakhun Andriadi

PT Merial Esa diduga secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada anggota DPR RI Fayakhun Andriadi.

Pada April 2016, Direktur PT Rohde dan Scwarz Indonesia yang juga komisaris PT ME, Erwin Syaaf Arief (ESY) menghubungi Fayakhun untuk mengupayakan agar proyek satelit monitoring di Bakamla dapat dianggarkan dalam APBN-Perubahan tahun 2016.

Total commitment fee dalam proyek ini adalah 7 persen, dengan 1 persen dari jumlah itu, diperuntukkan pada Fayakhun Andriadi. Sebagai realisasi commitment fee, Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT ME memberikan uang setara Rp 12 miliar sebanyak empat tahap melalui rekening di Singapura dan China.

PT. ME disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.