Sukses

PPATK: Inovasi Uang Digitial Munculkan Ancaman Aliran Pendanaan Terorisme

PPATK mendapatkan fakta adanya ancaman baru dari tindak pidana pencucian uang lewat inovasi digital

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mendapatkan fakta adanya ancaman laundering offshore yang dilakukan untuk pendanaan terorisme. Dia menjelaskan, saat ini para pelaku tidak lagi menikmati hasil kejahatan melalui uang tunai atau aset lainnya tetapi juga teknologi informasi.

"Fakta domestik menunjukkan adanya ancaman laundering offshore di mana suatu tindak kejahatan dilakukan di Indonesia, dan dialihkan ke luar Indonesia melalui sistem keuangan," kata kata Kiagus saat membuka Rapat Koordinasi PPATK Tahun 2020 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

Dia menjelaskan, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) memanfaatkan adanya inovasi uang digital. Seperti penghimpunan dana melalui crowd funding, dan penggunaan virtual currency sebagai sumber kegiatan terorisme.

Menurut dia adanya inovasi keuangan digital dan realita penggunaan virtual currency dalam financial crime dapat mempertinggi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Ini tidak jauh berbeda dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," lanjut Kiagus.

Kiagus berpandangan, tindakan ini mempersulit pengendalian moneter, mengurangi pendapat negara dan mempertinggi country risk, dan juga menciptakan instabilitas sistem keuangan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PPATK Optimalkan Kerja Pemberantasan Pencucian Uang

Kiagus menegaskan, fenomena laundering offshore menjadi pendorong PPATK mengoptimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia. Tidak hanya pihaknya, nantinya PPATK akan berkolaborasi dengan Lembaga Pengawasan dan Pengaturan (LPP).

Tidak hanya itu, pada tahun 2020 dan 2021 pihaknya akan melakukan pencegahan dan kerja sama.

"Salah satunya pengembangan platform Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR) yang sudah dimulai diskusinya bersama dengan pihak pelapor dan aparat penegak hukum sejak tahun 2019, dengan target penggunaan pada Tahun 2021" terang Kiagus.

Nantinya, melalui platform pertukaran informasi ini, pihak pelapor dimampukan untuk lebih mengenali terduga pendanaan terorisme.

"Demikian halnya dengan aparat penegak hukum memperoleh informasi pendanaan terorisme dalam waktu singkat," Kiagus menandasi.

 

Reporter: Intan Umbari

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.