Sukses

Soal Asabri, Menhan Prabowo Ingin Pastikan Dana Pensiunan TNI-Polri Aman

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto masih mengumpulkan berbagai data dan informasi berkaitan dengan dugaan korupsi di PT Asabri.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto masih mengumpulkan berbagai data dan informasi berkaitan dengan dugaan korupsi di PT Asabri. Oleh karena itu, dia belum mau berkomentar banyak.

"Menhan sedang mempelajari dan menunggu informasi lengkap permasalahannya dari Menteri BUMN dan BPK," kata Staf Khusus Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak melalui siaran pers, Selasa (14/1/2020).

Menurut dia, riset dilakukan karena Ketua Umum Partai Gerindra itu ingin memastikan dana asuransi pensiunan TNI-Polri terganggu. Apalagi diambil dan dimakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

"Pak Menhan ingin memastikan dana prajurit tetap aman dan tidak terganggu," ujar Dahnil soal dugaan korupsi Asabri.

Dia juga memastikan, Prabowo turun tangan dalam kasus ini. Sebab, aset yang dimiliki PT Asabri tak lepas dari uang iuran dari anggota TNI-Polri sebelum pensiun. Bahkan peserta asuransi tersebut juga tak sedikit yang berasal dari PNS TNI maupun PNS Kemenhan.

"Total asset Rp 35,188 triliun PT Asabri berasal dari uang iuran pensiun prajurit TNI-Polri dan PNS TNI-Polri termasuk PNS Kemhan, di mana dari total gaji pokok mereka setiap bulan dipotong 4,75 persen untuk iuran pensiun dan 3,25 persen untuk tunjangan hari tua," pungkas Dahnil.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KPK Tindak Lanjuti

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal adanya dugaan korupsi di PT Asabri.

"Insyaallah (ditindaklanjuti), karena ini tercetus dari sosok seorang Menko Polhukam," ujar Nawawi saat dikonfirmasi, Minggu (12/1/2020).

Nawawi menyebut, dalam waktu dekat pihaknya akan mulai mencari data dan informasi terkait adanya dugaan korupsi di PT Asabri yang menurut Mahfud Md merugikan negara hingga di atas Rp 10 triliun.

"Tentu saja akan menyikapi dengan memulai mencari data-data tentang itu, mungkin bisa melalui teman-teman di BPK atau BPKP atau dari sumber-sumber lain yang memilikinya," kata Nawawi.

Nawawi menegaskan, saat pihak lembaga antirasuah menemukan data dan informasi yang valid tentang adanya kerugian negara dalam kasus PT Asabri. Menurut Nawawi, pihaknya akan menelisik lebih dalam.

"Selalu terbuka segala kemungkinannya. Kalau memang ada temuannya pasti ditindaklanjuti ke penyelidikan. Namanya juga Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan komisi pengumpul data," kata Nawawi.

 

3 dari 3 halaman

Di Atas Rp 10 Triliun

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud Md mengakui jika telah mendengar kabar perihal isu dugaan korupsi di tubuh PT Asabri. Diketahui portofolio saham yang dibeli BUMN itu anjlok.

"Ya saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Dia pun berencana memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Jika isu ini benar, dia menegaskan tidak akan memberikan toleransi. Pejabat terkait pun akan dimintakan penjelasan soal masalah Asabri.

"Kita tidak boleh toleran terhadap korupsi itu. Kita akan segera panggil Bu Sri dan Pak Erick Thohir untuk menanyakan duduk masalahnya," tegas dia.

Menurut dia, kalau memang terjadi pelanggaran hukum, maka harus diselesaikan di meja hijau. Mengingat jumlah kerugian Asabri tak kalah besar dengan kasus Jiwasraya.

"Tidak boleh berkorupsi untuk orang-orang kecil, untuk prajurit, tentara yang bekerja mati-matian meninggalkan tempat lama-lama. Sesudah masa pensiun disengsarakan. Itu kan haknya prajurit," ujar Mahfud.

 

Reporter: Ronald

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.