Sukses

Bacakan Nota Pembelaan, Eks Ketum PPP Romahurmuziy Bantah Terima Suap

Romahurmuziy mempertanyakan analisa yuridis jaksa dalam menyusun tuntutan.

Liputan6.com, Jakarta - Bekas anggota Komisi XI DPR periode 2014-2019, Romahurmuziy menyampaikan nota pembelaan atas tuntutan jaksa yang menuntutnya empat tahun penjara. Romahurmuziy dianggap terbukti menerima suap atas jual beli jabatan di Kementerian Agama.

Dalam nota pembelaan setebal 50 halaman itu, Romahurmuziy menegaskan, tidak pernah menerima pemberian dari Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi. Masing-masing keduanya sedang menjalani masa hukuman atas pemberian suap kepada Romi.

"Atas uang Haris Hasanuddin, sebesar Rp 5 juta saya tidak pernah mengetahuinya dan menerimanya. Rp 250 juta diterima pada 6 Februari di kediaman saya, saya sudah kembalikan 22 hari sesudahnya," ucap Romahurmuziy saat membaca pembelaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Sementara penerimaan dari Muafaq Wirahadi sebesar Rp 41,4 juta, menurutnya adalah dakwaan dan tuntutan konyol. Sebab, kata Romahurmuziy, jaksa memaksa dirinya bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan yang ia tidak ketahui.

Romahurmuziy mengaku, namanya dikapitalisasikan oleh Muafaq sebagai pemulus calon Kepala Kantor Kementerian Agama Wilayah Gresik.

"Rp 50 juta yang diterimakan ajudan saya di hotel di Surabaya, saya tidak pernah menerimanya, namun dianggap menerima karena kesaksian Muafaq seorang, yang atas kesaksian itu ia diganjar justice collaborator," ungkap Romahurmuziy.

Lebih lanjut, Romahurmuziy mempertanyakan analisa yuridis jaksa dalam menyusun tuntutan. Ia menganggap, jaksa gagal membuktikan perbuatannya yang berkaitan dengan jabatan sebagai penyelenggara negara. Jaksa, justru menjeratnya dengan latar belakang Ketua Umum PPP.

"Penuntut 'meminjam' kedudukan saya sebagai penyelenggara negara karena saya anggota Komisi XI DPR, kemudian dia mentahkan sendiri dengan mengatakan secara tidak langsung perkara saya tidak ada hubungannya dengan Komisi XI DPR. Tapi kemudian saya dipukul dengan kedudukan saya sebagai Ketua Umum PPP," ujar Romahurmuziy.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dituntut 4 Tahun Penjara

Mantan Ketua Umum PPP yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy dituntut 4 tahun penjara. Selain itu dia didenda Rp 250 juta karena dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp 91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

"Menyatakan terdakwa Romahurmuziy terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1/2020).

Tuntutan itu karena Romahurmuziy dinilai terbukti melakukan dua dakwaan pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Romahurmuziy sebesar Rp 46,4 juta selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 1 tahun penjara," kata jaksa Wawan.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.