Sukses

Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu di Jeddah Dibangun pada 2021

Pembangunan PLHUT ini akan menjadi kebutuhan seiring dinamika penyelenggaraan haji dan umrah yang menuntut pelayanan lebih optimal.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama akan membangun Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) di Jeddah. Pembangunan direncanakan menggunakan skema multiyears pada 2021 dan 2022 melalui pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Kepastian pembangunan ini ditegaskan Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan usai menggelar rapat dengan Konjen RI Heri Sarifuddin di Jeddah. Hadir, HOC Ahmad Sofyan dan jajaran Teknis Urusan Haji Arab Saudi, Endang Djumali, Amin Handoyo, Suryo Panilih, dan Agus Supriyatno.

Ikut mendampingi Sekjen Kemenag, Kepala Biro Perencanaan Ali Rokhmad dan Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Ramadhan Harisman.

"Pembangunan akan kita mulai 2021. Untuk tahun depan, kita akan fokus pada pembersihan lahan," jelas M Nur Kholis di Jeddah, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Sabtu (28/12/2019).

Lantas, hal apa saja yang menjadi pokok pembahasan pada rapat Sekjen Kemenag dan Konjen RI di Jeddah?

Utamanya, kata Nur Kholis, terkait dengan izin prinsip mendirikan bangunan dari otoritas Arab Saudi. Rapat juga membahas skema penyerahan aset lahan tersebut.

"Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji atau BPKH akan bersinergi. Ada proses serah terima aset dari barang milik haji (BMH) ke barang milik negara (BMN) Kemenag," lanjutnya.

Menurut dia, Kemenag telah membeli lahan seluas 4.600 M2 di Distrik Al Musyrifah, Jeddah. Sebelumnya lahan ini dimiliki oleh Princess Nuroh Binti Abdul Latief bin Muhammad Nadirsyah berdasarkan akte kepemilikan No 2310 tanggal 22 Agustus 1396H.

"Pembelian lahan tersebut dilakukan setelah mendapat izin dari Kementerian Luar Negeri Arab Saudi wilayah Makkah di Jeddah. Pada lahan tersebut akan dibangun gedung PLHUT," jelasnya.

Pembangunan PLHUT ini lanjut Nur Kholis menjadi kebutuhan seiring dinamika penyelenggaraan haji dan umrah yang menuntut pelayanan lebih optimal. Diketahui bahwa Indonesia adalah negara pengirim jemaah haji terbanyak di dunia dengan kuota dasar mencapai 221.000. Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah jemaah umrah terbanyak kedua di dunia.

Dari data yang diterima dari Humas Kementerian Agama menyebutkan, bahwa  terhitung sejak September 2018 hingga 20 Juni 2019 (sebelum musim haji 1440H), jemaah umrah Indonesia mencapai 974.650 jemaah. Jumlah tersebut masih kalah dibandungkan dengan jemaah Pakistan, dengan 1.674.606 jemaah.

Sementara, India menempati urutan ketiga dengan 652.322 jemaah. Sedangkan, sejak 31 Agustus 2019 hingga 26 Desember 2019 (setelah musim haji), jemaah umrah Indonesia sudah mencapai 443.879, hanya kalah dengan Pakistan dengan 495.270 jemaah.

"Kantor layanan teknis urusan haji di Jeddah yang ada selama ini sudah tidak memadai. PLHUT akan menjadi bentuk kehadiran negara, bukan saja untuk jemaah haji, tetapi juga jemaah umrah," tegasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

IMB Sudah Ada

Sebelumnya, Staf Teknis Haji (STH) KJRI Endang Djumali melaporkan bahwa izin prinsip pembangunan sudah dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) agar lahan yang telah dibeli bisa dibangun atas nama KJRI di Jeddah.

Lahan tersebut juga sudah dibuatkan sertifikat dan sudah alih nama ke KJRI. "Dalam sertifikat juga dicantumkan harga pembelian lahan senilar SAR11.750.000," ujar Endang. 

"Kemenlu menyerahkan pembahasan pembangunan PLHUT ke Kemenag dengan peruntukan pembangunan untuk fungsi layanan haji dan umrah," lanjutnya.

Menurut Endang, pihaknya juga sudah mengkonfirmasi ke Baladiyah (Dinas Dalam Negeri di Saudi) terkait status lahan. Baladiyah sudah bersurat pada 25 Desember 2019 yang menjelaskan keputusan pengadilan di Jeddah bahwa tidak ada sengketa dan gugatan terkait bangunan dan lahan tersebut.

Pada 15 Januari 2020, lanjut Endang, Baladiyah akan mengeluarkan izin pembongkaran dan pembangunan. Masa berlaku izin pembongkaran adalah tiga bulan. Sedang masa berlaku izin pembangunan adalah tiga tahun.

"Jika tidak dilakukan pembongkaran dalam rentang tiga bulan sejak Januari, maka izin akan kadaluarsa. Demikian juga izin pembangunan selama tiga tahun," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.