Sukses

PDIP: Haluan Negara Harus Bertitik Tolak dari Akar Budaya Bangsa

Menurut Hasto, haluan negara yang nantinya akan secara formal dibahas di MPR bukan sekedar langkah politik.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang rapat kerja nasional (Rakernas) I 2020, DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengundang sejumlah budayawan dan akademisi untuk berdiskusi tentang kebudayaan dengan mengambil Candi Borobudur sebagai contoh kajian.

Diskusi bertajuk 'Mengangkat dan Membumikan Filsafat, Spiritualitas dan Kebudayaan Asli Nusantara' itu menghasilkan kesepahaman, bahwa lebih strategis bagi Indonesia untuk mendasarkan pembangunan ke depan dengan selalu berakar pada kebudayaan sendiri.

Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, topik diskusi itu diangkat karena PDIP merasa bertanggung jawab merumuskan haluan negara. Ajang rakernas nanti menjadi salah satu wahana puncaknya dengan mengundang perwakilan dari seluruh Indonesia.

"Dan kami meyakini, bahwa haluan negara tersebut harus bertitik tolak dari akar peradaban kita," kata Hasto, Jumat (13/12/2019).

Dalam konteks itu, lanjut dia, maka haluan negara yang nantinya akan secara formal dibahas di MPR bukanlah sekedar langkah politik. Namun juga sebagai sebuah jalan kebudayaan untuk memastikan masa depan Indonesia dalam 25 tahun, 50 tahun, hingga 100 tahun ke depan.

"Maka hal-hal berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, perekonomian, dan lain sebagainya, yang berakar kuat pada kekayaan kebudayaan bangsa, semua akan dibungkus dalam sebuah panduan bernama haluan negara," jelas Hasto.

"Ini memang bukan jalan mudah. Tapi paling tidak, bila bertumpu pada kebudayaan kita, kita takkan kehilangan arah atas jalan bangsa kita ke depan. Boleh teknologi ada. Tapi teknologi apa yang mau dikembangkan? Bagi kami, haluan negara adalah wujud Indonesia berkepribadian di dalam kebudayaan itu," lanjut politikus senior PDIP itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belajar dari Borobudur

Namun apakah kebudayaan Indonesia patut menjadi dasar membangun masa depan? Tidakkah kita cukup mencontek kebudayaan barat saja?

Peneliti Relief Candi Borobudur Salim Lee sebagai pembicara utama memaparkan, Borobudur sebagai sebuah perwujudan bahwa di masa lalu, leluhur bangsa Indonesia saat ini begitu luar biasa. Di abad lampau itu, nenek moyang sudah menguasai teknik luar biasa.

Namun bukan hanya teknik, ternyata estetika dan seni rupa yang terwujud di candi itu menggambarkan kemantapan serta kebudayaan Nusantara yang ramah, akomodatif, kokoh dan tegar, terbuka dan toleran.

"Semua yang ada mengandung filosofi hidup tingkat tinggi. Borobudur mencerminkan keagungan kebudayaan Nusantara, ajaran-ajaran yang memberi haluan dan pandangan hidup sebagai pedoman untuk hidup secara optimal," ulas Salim, yang juga pengajar nilai-nilai filsafat dan spiritual Borobudur.

Maka baginya, tak ada alasan untuk menolak kekayaan budaya itu sebagai patokan pembangunan bangsa masa kini untuk masa depan

Salah satu penanggap, Otong Toyibin Wiranatakusumah yang merupakan Ketua Rukun Warga Bandung, mengatakan bahwa orang Indonesia saat ini kerap melupakan leluhurnya sendiri. Dan justru lebih menerima pengaruh asing yang menyingkirkan budaya sendiri.

"Padahal kalau kita mau jujur, kekecauan negara saat ini yang disebabkan kekacauan politik berdampak pada ekonomo dan sosial serta aspek-aspek lainnya, apakah bukan karena kita salah memilih, yakni enggan memastikan akar budaya bangsa sebagai akar arah pembangunan?" kata Otong.

"Di saat kita hendak mewujudkan Indonesia baru yang berjiwa Nusantara, ini saatnya kita mengakui kembali kebesaran dan kebijaksanaan para leluhur kita," ujarnya.

Hasto lalu memuncaki bahwa pendapat para pakar dan tokoh itu semakin menguatkan bahwa haluan negara harus berbasis kepada kekayaan budaya bangsa Indonesia sendiri. Salah satunya adalah kekayaan pangan dan rempah-rempah yang dimiliki Nusantara.

Di rakernas nanti, PDIP akan mendalami dan merumuskan bagaimana kekayaan budaya ini menjadi basis pengembangan industri. Maka itu, pengembangan industri yang dibayangkan hingga 100 tahun ke depan adalah industri pangan, sandang, dan papan.

"Bahwa di dalam hal pangan dan bumbu-bumbuan, kekayaan hayati kita di dalam laut, kita bisa kaya tanpa harus menambang yang sebenarnya merusak lingkungan kita," ujar Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.