Sukses

Kenang 15 tahun Tsunami Aceh, BNPB Lakukan Ini

26 Desember 2004, gempa bumi berskala 8 Richter terjadi di Samudera Hindia, 25 km barat laut Aceh. 30 menit kemudian, gelombang tinggi tsunami datang.

Liputan6.com, Jakarta - 26 Desember 2004, gempa bumi berskala 8 Richter terjadi di Samudera Hindia, 25 km barat laut Aceh. Air laut kemudian surut.

Selang 30 menit kemudian, gelombang tinggi tsunami menghempas Serambi Makkah.

Aceh, 15 tahun lalu, luluh lantak. 230.000 nyawa melayang. Kerugian material ditaksir mencapai Rp 7 triliun.

Kepala Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menilai, banyaknya korban jiwa dalam tsunami Aceh, salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang ciri tsunami pasca gempa besar.

Nyatanya, akibat patahan lempeng dasar laut, terjadi gempa dahsyat. Air laut pun menyusut cepat. Banyak ikan bergelimpangan.

Masyarakat yang sedang berada di pantai, bukannya lari menjauhi bibir pantai. Mereka malah menghambur ke pantai dan memunguti ikan-ikan yang tergelepar setelah air laut menyusut cepat.

Tidak satu pun yang menyangka, susutnya air segera disusul naiknya kembali permukaan laut dalam bentuk "monster tsunami" yang mematikan.

Masyarakat pun panik, pontang panting, ambil langkah seribu. Namun, kecepatan berlari mereka tidak sebanding dengan laju tsunami yang sama derasnya dengan kecepatan rata-rata pesawat terbang yang 700 km per jam.

Seketika, ribuan manusia di pinggir pantai, tersapu tsunami Aceh setinggi 24 meter.

"Saya bisa merasakan betul derita masyarakat Aceh, karena saat tsunami terjadi saya ada di sini. Jika saya selamat, itu karena posisi tugas saya jauh dari pantai,” kata Doni dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Upaya Pencegahan

Mengenang 15 tahun peristiwa tsunami itu, BNPB pun menggagas sebuah program prioritas yang dinamakan Keluarga Tangguh Bencana atau Katana.

Program itu diresmikan di tepi pantai Pasie Jantang, Kecamatan Lhong, Aceh Besar, sekaligus mengenang dan mendoakan para korban.

"Melalui program Katana, diharapkan setiap keluarga paham apa itu tsunami dan bagaimana menghadapinya," ujar Doni Monardo.

 

Menurut dia, keluarga adalah kelompok terkecil yang paling rentan terdera bencana.

Sehingga, dipastikan pemahaman tehadap antisipasi bencana di lingkungan keluarga dapat meminimalisasi jatuhnya korban jiwa.

“Melalui Program Katana setiap keluarga paham apa itu tsunami, dan bagaimana menghadapinya,” ucap dia.

Doni ditemani PLT Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Nova Iriansyah pada kesempatan itu. Doni kemudian menyerahkan setumpuk buku katalog Bencana yang berisikan aneka ancaman bencana di Tanah Air sebagai bahan edukasi kepada seluruh maysarakat.

"Kami menjadi tahu seberapa paham rakyat Aceh terhadap potensi bencana gempa dan Tsunami," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.