Sukses

Pro Kontra SKB 11 Menteri soal Radikalisme, Ini Respons Komisioner ASN

Ada 4,2 juta ASN di seluruh Indonesia dan diperlukan instrumen pembantu perlindungan dari paham radikalisme.

Liputan6.com, Jakarta - Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai pro dan kontra. Baik demi terkait menjaga ASN dari ideologi berseberangan dengan Pancasila, hingga kekhawatiran penyalahgunaan wewenang.

Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Arie Budhiman menyampaikan, pihaknya menjadi bagian dari SKB 11 Menteri yang merupakan hasil pemikiran bersama.

"KASN menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aduan yang masuk. Lagi-lagi kenapa kita masuk SKB, bukan mencederai independensi, tapi sebagai buah pemikiran bersama. Percayalah, kita harus memberikan kesempatan. Kita lihat bagaimana tokoh-tokoh memberikan saran-saran yang konstruktif," tutur Arie di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/2019).

Menurut dia, ada empat perspektif dari lahirnya SKB 11 Menteri ini. Pertama adalah tentang platform ASN, yakni prinsip dasar ASN. Hal itu diatur sesuai undang-undang terkait nilai dasar, kode etik, dan perilaku.

"Yang teratas itu memegang teguh ideologi Pancasila. Jadi ini final. Sehingga ASN harus loyal, punya komitmen tinggi memegang kode etik ini," jelas dia.

Yang kedua adalah perspektif cara pandang preventif atau pencegahan. Latar belakang pencegahan itu haruslah bukan hal yang menjadikan reaksi berlebihan, melainkan sebagai bentuk kepedulian.

"Mari kita lihat eskalasi pertumbuhan radikalisme. Setara Institute sudah melakukan riset, ada hasilnya, meski kadarnya tadi dibilang debatable. Kalau kita lihat, setiap hari kita diserbu tsunami informasi radikalisme, di genggaman setiap ASN itu selalu ada. Mungkin bahkan ratusan ribu pesan-pesan. Kita menghadapi multiadsense, secara preventif memang harus dicegah," kata Arie.

Ketiga, lanjutnya, KASN sesuai fungsinya berusaha melindungi 4,2 juta ASN di seluruh Indonesia. Dengan rentang skala yang luas itu, maka diperlukan instrumen pembantu perlindungan ASN dari paham radikalisme.

Dan yang keempat, KASN sebagai penjaga netralitas pemerintah dalam menghadapi problem yang berkaitan dengan ASN.

"Jadi SMB ini cara pandang rumah tangga kami itu menjadi instrumen preventif mitigasi ideologi radikal dan juga merupakan respon pemerintah yang ingin menjaga ASN ini. Maka kita sampaikan tadi, ASN harus profesional. Lakukan pelayanan publik yang tidak hanya baik, tapi harus berintegritas," ujar Arie.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Orde Baru

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti berpendapat bahwa pembentukan SKB 11 Menteri tidaklah produktif.

"SKB ini menurut saya tidak perlu-perlu amat. Pertama kan yang diatur sebenarnya sudah diatur. Jangankan kepada bangsa dan negara, ujaran kebencian kepada siapa pun oleh siapa pun itu tidak boleh. Hoaks tidak boleh. Termasuk mendukung gerakan yang tidak sesuai undang-undang dan Pancasila juga tidak boleh," beber Ray.

Dia menyebut, SKB 11 Menteri hanya akan tumpang tindih dengan aturan yang berlaku dalam undang-undang ASN. Terlebih, jika KASN masuk menjadi bagian SKB 11 Menteri, dikhawatirkan malah jauh dari niat melindungi.

"Kalau ada orang menyerukan, mengadukan, ada tindakan ASN yang tidak patuh dan diperiksa, pertanyaannya siapa yang membela ASN itu atau bagaimana kalau aduannya tidak tepat. Justru menurut saya KASN ini harusnya ada di luar SKB itu," terangnya.

Ray mengambil contoh, jika ASN lalai dalam pelayanan publik, ini bukanlah hal yang bisa dilaporkan sebagai tindak pidana. Justru di sini KASN yang berperan karena memang menangani masalah kode etik.

"Kalau terkait ujaran kebencian, pandangan, sikap yang dianggap tidak netral, bagaimana mengatasi ini ya lagi-lagi adukan ke KASN," sebut Ray.

Jika tetap KASN masuk ke SKB 11 Menteri, lanjutnya, dikhawatirkan independensi terhadap ASN dan pemerintah akan rusak. Apalagi disalahgunakan menindak ASN dengan masalah ujaran kebencian terhadap pemerintah, yang sejauh ini maknanya sendiri tidak tetap alias karet. Dia mengingatkan bahwa model ASN saat ini berbeda dengan zaman Orde Baru.

"Kalau ada ASN melanggar Pancasila, UUD 1945, yang semacam itu, langsung saja bawa ke polisi, buat apa ke SKB. Kalau melanggar etik, bawa ke KASN. Yang saya khawatirkan itu malah diutamakan soal ujaran kebencian kepada pemerintah saja. Dikasuskan, dipanggil polisi bolak balik, kasusnya sih mungkin dibiarkan saja, tapi dipanggil polisi saja sudah mengerikan," Ray menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.