Sukses

Posisi Wakil Menteri Digugat ke MK karena Boros

Alasan pemohon melakukan uji materi, karena melihat presiden yang menunjuk wamen tanpa urgensi yang jelas.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melantik wakil menteri sebagai salah satu pembantunya. Keberadaan wakil menteri digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun penggugat adalah Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara. Dia melakukan uji materi terhadap pasal 10, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, gugatan itu sudah diajukan Senin 25 November 2019 dan sudah teregistrasi dengan nomor perkara 80/PU-XVII/2019.

Dia menuturkan, alasan pemohon melakukan uji materi, karena melihat presiden yang menunjuk wakil menteritanpa urgensi yang jelas.

Serta dapat mengakibatkan negara harus menyediakan fasilitas-fasilitas khusus dari negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berupa rumah dinas, kendaraan dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, staf pembantu, supir dan lain-lain.

"Bahwa penggunaan APBN dimana salah satu pemasukan terbesar adalah berasal dari pajak masyarakat termasuk pemohon, tentunya telah merugikan hak konstitusional pemohon, dimana pemohon membayar pajak tentunya dengan harapan agar APBN dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pendidikan, kesehatan serta kesejahteraan rakyat," kata Victor kepada Liputan6.com, Kamis (27/11/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jika Tak Ada Wakil Menteri

Menurut dia, jika tidak ada pengangkatan wakil menteri maka anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk kesehatan dan pendidikan, serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan.

"Secara sistematis, terhadap jabatan wakil menteri dalam UU Kementerian Negara tidak diatur terkait kedudukan, tugas, fungsinya," ungkap Victor.

Karena itu, dia menyebut pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.