Sukses

2 PNS Satpol PP DKI yang Diduga Bobol ATM Masih Terima Gaji Pokok 60 Persen

Tak tanggung-tanggung, uang yang berhasil dibobol oleh oknum Satpol PP mencapai Rp 50 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Arifin mengaku dua anggotanya yang diduga terlibat dalam pembobolan bank melalui mesin anjungan tunai mandiri atau ATM melalui rekening Bank DKI tetap mendapatkan gaji.

Dia menyatakan, 12 oknum Satpol PP yang terlibat, 10 di antaranya pegawai tidak tetap (PTT) dan sudah diberhentikan. Sedangkan dua di antaranya PNS dan sekarang dibebas tugaskan.

"Dari ketentuan, mereka masih dapat gaji. Tapi tidak ada TKD (tunjangan kinerja daerah)," kata Arifin di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Chaidir menyatakan kedua oknum PNS hanya menerima 60 persen dari gaji pokok dan tanpa tunjangan. Besaran gaji tersebut disebut tergantung pangkat dan golongan. 

"Meskipun mereka staf biasa, biasanya gaji pokoknya sesuai pangkat golongan. Kalau golongan III, gaji pokoknya hanya Rp 2,2 juta kali 60 persen," kata Chaidir saat dihubungi.

Pemberhentian sementara kedua PNS itu kata dia, sesuai PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

"Dalam kasus penyelesaian penyelidikan hukum terutama diduga ranahnya ke pidana, mereka harus diberhentikan sementara," jelasnya.

Sebelumnya, kasus pembobolan uang dari mesin ATM yang diduga melibatkan oknum anggota Satpol PP DKI Jakarta menjadi sorotan publik. Tak tanggung-tanggung, uang yang berhasil dibobol mencapai Rp 50 miliar.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Modus Pelaku

Kepolisian pun bergerak menyelidiki kasus pembobolan ATM yang melibatkan oknum aparat pemerintahan itu. Hasil penyelidikan sementara, oknum Satpol PP itu memanfaatkan celah keamanan pada sistem perbankan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkapkan, modus pelaku yakni mengambil uang menggunakan kartu Bank DKI di mesin ATM sesuai nominal yang diinginkan. Namun, saldo yang terpotong hanya Rp 4 ribu, sementara transaksi tarik tunai berhasil.

Yang menjadi masalah, pelaku tidak segera melaporkan kejanggalan itu kepada pihak bank atau kepolisian. Pelaku justru melakukannya berkali-kali. Bahkan mengajak orang lain mencobanya.

"Dia ulangi beberapa kali sejak April hingga Oktober 2019, kemudian disampaikan ke teman-temannya yang jumlahnya hampir sekitar 41 orang," kata Yusri, Jumat, 22 November 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.