Sukses

Jadikan Sjamsul Nursalim Buron, KPK Disebut Tak Hormati Putusan MA

Tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan istrinya ditetapkan sebagai buronan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Polri dan Interpol untuk menangkap Sjamsul Nur Salim dan istrinya, Itjih Nursalim merupakan tindakan berlebihan yang tidak berdasarkan hukum. Hal tersebut diungkap oleh pengacara senior Maqdir Ismail.

Maqdir mengatakan, dengan diteruskannya kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim, maka sama saja KPK tidak menghormati putusan Mahkamah Agung (MA).

"Sebaiknya pimpinan KPK itu menghormati hukum, dengan cara menghormati putusan pengadilan, yaitu putusan MA dalam perkara SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ujar Maqdir saat dikonfirmasi, Jumat (22/11/2019).

Dalam putusan kasasi terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin, MA melepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu. MA menyebut perbuatan Syafruddin bukan ranah pidana.

Menurut Maqdir, putusan MA tersebut membuktikan jika Syafruddin tidak bersalah dan merugikan keuangan negara seperti yang disebutkan oleh KPK.

Sementara KPK menyebut perbuatan Syafruddin yang menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul merugikan keuangan negara sekitar Rp 4,58 triliun.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diminta Lepas Sjamsul

Lantaran MA melepas Syafruddin, menurut Maqdir, sudah sepatutnya KPK melepas Sjamsul dan Itjih Nursalim. Sebab, dalam surat dakwaan terhadap Syafruddin, KPK menyebut perbuatan Syafruddin dilakukan secara bersama-sama dengan Sjamsul.

"Jadi secara mutatis mutandis SN (Sjamsul) dan Ibu IN (Itjih) juga tidak melakukan perbuatan pidana korupsi. Apalagi dalam putusan MA, pemberian SKL oleh BPPN (Syafruddin) kepada SN dianggap bukan merupakan perbuatan pidana," kata Maqdir.

"Maka pihak penerima SKL tidak dikatakan telah melakukan perbuatan pidana. Jika KPK menganggap ada perbuatan pidana yang dilakukan oleh penerima SKL, tentu pendapat tersebut adalah pendapat yang keliru," kata Maqdir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.