Sukses

Fraksi Demokrat Tolak Amandemen UUD Terkait Mekanisme Pemilihan Presiden

Dia menegaskan, Demokrat akan berdiri paling depan menolak wacana mengembalikan pilpres ke MPR dan pilkada ke DPRD.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR RI Benny K Harman mengatakan fraksinya menolak UUD 1945 diamandemen untuk mengubah mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden. Menurut dia, langkah mundur demokrasi kalau pemilihan presiden-wapres dikembalikan lagi ke MPR RI.

"Menurut saya itu set back. Ada pemikiran yang seolah-olah misleading," kata Benny di Bali, Sabtu (16/11/2019).

Dia mengatakan, ada pemikiran seolah-olah pemilihan langsung presiden dan kepala daerah menciptakan keterbelahan masyarakat dan menjadi sebuah ancaman.

Menurut dia, hal itu bukan ancaman namun risiko pilihan demokrasi elektoral, sehingga mitigasi harus disiapkan dan bukan kembali ke sistem yang lama.

"Betul ada pembelahan, namun bukan alasan untuk kembali ke zaman lama. Lalu kalau ada politik uang, ya tegakkan aturan hukum," tegas Benny seperti dikutip Antara.

Selain itu, dia mengatakan lagi, jangan karena ada anggapan tidak ada pemimpin yang potensial, lalu muncul wacana presiden dapat dipilih tiga periode.

Dia menegaskan, Demokrat akan berdiri paling depan untuk menolak kalau ada wacana mengembalikan pemilihan presiden ke MPR dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke DPRD.

Menurut dia, kekuasaan milik rakyat, maka rakyat yang memilih pemimpinnya, bukan malah melalui MPR dan DPRD.

"Ada masalah yang muncul, kita selesaikan karena ini adalah demokrasi. Rakyat yang berkuasa, kekuasaan itu milik rakyat maka rakyat yang memilih pemimpinnya," ujar Benny.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Evaluasi Menyeluruh

Selain itu terkait wacana amandemen UUD 1945, menurut Benny, Fraksi Demokrat sedang mengkaji dan sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan UUD 1945.

Dia menjelaskan, evaluasi tersebut terkait apakah desain kekuasaan dalam konstitusi Indonesia masih relevan dan responsif untuk menjawab tantangan dan berbagai permasalahan yang dinamikanya berkembang cepat.

"Kita bukan hanya menghadapi tantangan globalisasi dan hal-hal yang tidak bisa diprediksi, maka tidak salah kalau dilakukan evaluasi menyeluruh. Biarkan wacana perubahan ini menjadi wacana rakyat, bukan wacana elite," katanya pula.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.