Sukses

HEADLINE: Polemik Skuter Listrik di Jalanan Telan Korban Jiwa, Bagaimana Aturannya?

Saat ini kepolisian dan dinas perhubungan tengah menggodok aturan khusus soal penggunaan skuter listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Enam orang menjadi korban tabrak lari saat mengendarai skuter listrik di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu, 10 November 2019. Dua orang tewas, sedangkan empat orang lainnya luka-luka.

Kejadian ini viral setelah kakak dari salah satu korban membagikan status di media sosial twitter.

Atas peristiwa ini, polemik penggunaan skuter listrik menjadi perhatian. Bukan saja soal kecelakaan di kawasan Senayan ini saja, polemik ini sebenarnya bermula ketika Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang terbuat dari kayu rusak akibat pengguna skuter listrik yang menyeberang melewati JPO. 

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar mengatakan, saat ini belum ada aturan khusus penggunaan skuter listrik di jalan raya. 

"Belum ada aturannya," kata Fahri kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Fahri mengatakan, saat ini kepolisian dan dinas perhubungan tengah menggodok aturan khusus soal penggunaan skuter listrik ini. 

"Jadi, setelah melihat fenomena banyaknya otopet listrik kita di jalan raya, kita jadi aktif membahas dengan instansi terkait karena ada hubungannya juga dengan instansi terkait," kata dia. 

Fahri mengatakan, saat ini Korlantas Polri tengah membahas soal status skuter listrik apakah termasuk kendaraan bermotor atau tidak dengan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub.

Kemudian, Polda Metro Jaya bersama Pemprov DKI juga tengah membahas ruas jalan mana yang bisa dilintasi skuter listrik. Lalu, Pemprov DKI dan Polri juga membahas sistem keamanan dari pengendara skuter listrik apa perlu gunakan helm atau mungkin ditambah decker pengaman siku dan lutut.

Lalu aturan soal sistem keamanan dari skuter listrik jika digunakan malam hari harus dipasang dengan lampu yang lebih besar.

"Karena saya lihat sendiri kemarin beberapa pengendara kendaraan ini gunakan ruas jalan keseluruhan di sekitaran Darmawangsa dengan lampu kecil, ini berpotensi membuat kecelakaan lalu lintas apalagi kecepatannya bisa sampai 40 km/jam," ujar dia. 

Fahri menilai, harus ada aturan yang jelas karena pengguna skuter listrik ini masuki kategori pengguna jalan rentan selain pengguna sepeda, pejalan kaki, dan lansia.

"Seperti halnya pejalan kaki kan punya jalur khusus, pesepeda juga ada di paling kiri, ini harus diawasi," kata dia.

Dengan tidak adanya aturan yang jelas, kata Fahri polisi masih belum bisa memberi tindakan tegas bagi pengguna yang melintas di jalan raya. 

"Misalnya mau sita otopetnya, dasar hukumnya apa? Sementara teguran saja," ujar Fahri.

Sebelum aturan itu dibuat, Fahri mengimbau masyarakat tidak menggunakan skuter listrik di jalan raya.

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menyatakan, regulasi untuk skuter listrik akan selesai akhir 2019. Saat ini, rujukan penggunaan skuter listrik masih menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Syafrin mengatakan, aturan yang akan dituangkan dalam peraturan gubernur (pergub) itu akan berisi mengenai peringatan dan aturan penggunaan skuter listrik. "Tentu soal keselamatan dan keamanan, aturan pengoperasian itu otomatis jadi satu kesatuan," kata Syafrin kepada Liputan6.com

Selain itu, usia dan jumlah penumpang skuter listrik juga akan tertuang dalam aturan tersebut. "Nggak boleh boncengan, satu skuter, satu orang," kata dia.

Kemudian, Pemprov DKI juga tengah mengkaji penggunaan skuter listrik saat malam hari. Saat ini, kata Syafrin, Dishub akan menyamakan jam operasi operator skuter dengan angkutan transportasi massal seperti Transjakarta dan MRT, yaitu mulai pukul 05.00 WIB hingga 23.00 WIB.

"Kita harapkan, setelah jam 23.00 WIB operator e-scooter tidak lagi menyewakan itu. Sehingga aspek keselamatan masyarakat itu yang utama. Kita pahami, begitu jalanan sepi tengah malam, pengguna melihat jalanan sepi akhirnya dia menjadi lalai dan terjadilah tabrakan," ujar dia. 

Selama belum adanya kepastian hukum, Syafrin mengatakan Dishub dan Satpol PP masih melakukan upaya preventif terhadap pengguna skuter listrik.

Syafrin berkomitmen aturan tersebut akan dibuat untuk keselamatan dan kenyamanan semua pengguna jalan. Tapi yang jelas, kata dia, penggunaan skuter listrik itu dilarang di JPO, trotoar dan pada saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) alias car free day. Aturan tersebut dibuat karena dianggap menganggu pejalan kaki. Pengguna skuter nantinya akan diarahkan melintas di jalur sepeda.

Syafrin menuturkan, pihaknya juga telah berkomunikasi dengan perusahaan penyewaan skuter listrik, Grab, guna mensosialisasikan kebijakan yang akan diterapkan terhadap skuter listrik.

"Kita harapkan orang turun di stasiun, halte, kemudian melanjutkan ke tujuan dengan e-scooter tapi tetap menggunakan jalur sepeda," kata dia.

Sementara, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah melakukan kajian pengoperasian skuter listrik. Hasilnya, skuter listrik ini dapat dioperasikan untuk jarak pendek dan di lingkungan tertutup. 

Berbeda dengan Dishub DKI, Bambang justru mengimbau pengguna skuter listrik melintas di pedestrian. 

"Justru ke depan akan kita imbau di pedestrian, sekarang sepeda juga kan baru, regulasi juga lagi di Pemprov," kata dia.

Secara pribadi, Bambang justru ingin agar masyarakat berjalan kaki ketimbang menggunakan skuter listrik. 

"Kita ingin masyarakat itu jalan kaki supaya sehat makanya kita ada kampanye jalan hijau, kalau naik skuter listrik kan nggak sehat, kalau just for fun gak ada masalah tapi untuk transportasi sih lebih baik jalan kaki orang pedestrian sudah bagus kok," ujar Bambang.

Saksikan video pilihan berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Uji Tipe Terlebih Dahulu

Pengamat Transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan berpendapat, sebelum Pemprov DKI membuat aturan, seharusnya melakukan uji tipe terlebih dahulu. Apakah skuter listrik tersebut layak jadi alat transportasi. 

"Jadi nggak boleh sembarangan, harus ada (uji tipe) dulu. Biasanyakan alat transportasi harus diuji tipe dulu. Nah kalau Jakarta mau beri ruang untuk skuter listrik, baru bikin aturan," ujar Tigor kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Tigor mengatakan, jalur sepeda yang akan digunakan pengguna skuter listrik juga masih belum aman. Sebab, banyak motor yang menyerobot jalur tersebut. 

"Jalur sepeda ini masih kurang dihormati oleh pengguna lain. Sekarang bagaimana jalur sepeda dijaga dulu dari kendaraan lain. Jalur sepeda juga harus dikaji juga apakah ada syarat aturannya itu awalnya hanya untuk sepeda. Bagaimana aspek keselamatannya," kata dia. 

Tigor mengusulkan agar Pemprov DKI berkonsultasi dengan Kementerian Perhubungan dan polisi terlebih dahulu sebelum membuat aturan. 

"Ini skuter sesuatu yang baru, menarik, jadi banyak orang minat. Apalagi ramah lingkungan, itu perlu diatur supaya cocok masuk dalam kota Jakarta," ucap Tigor.

Tigor pun mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan skuter listrik terlebih dahulu sebelum pemerintah menerbitkan aturan. 

"Karena ini belum jelas, lebih berhati-hati saja karena risiko ditanggung sendiri, lebih baik jangan digunakan dulu," kata dia.

Sementara Pengamat Transportasi Publik, Ki Darmaningtyas menilai skuter listrik ini lebih cocok digunakan sebagai transportasi rekreasi. Untuk itu, wilayah operasinya seharusnya hanya di tempat-tempat rekreasi dan tidak boleh di jalan raya. 

"Kalau di Monas, GBK, TMII mungkin itu cocok," kata dia. 

Jika digunakan di trotoar, kata Darmaningtyas, skuter listrik tersebut harus dilengkapi dengan bel agar pejalan kaki tidak tertabrak. Sementara, jika digunakan di jalan raya akan menganggu pengendara lain. 

"Kalau di transportasi ada yang namanya blank spot, skuter listrik itu kan kecil jadi nggak nampak. Jadi kemungkinan terjadi blank spot bagi pengendara kendaraan yang lebih besar sehingga itu menbahayakan meskipun sudah pakai helm makanya lebih baik dia harus ditempatkan sebagai angkutan rekreasi," ujar dia. 

3 dari 3 halaman

Negara yang Punya Aturan Skuter Listrik

Singapura adalah salah satu negara yang baru saja membuat aturan ketat soal penggunaan skuter listrik. Kendaraan roda dua ini dilarang beroperasi di trotoar dan jalan-jalan utama Singapura. Aturan ini ditetapkan oleh Otoritas Transportasi Darat Singapura.

Skuter listrik ini hanya dapat dikendarai pada jalur sepeda dan jaringan rute yang menghubungkan taman-taman. Pelarangan ini dilakukan karena keberadaan skuter listrik ini dianggap mengancam keselamatan pejalan kaki.

Hingga akhir tahun 2019, orang-orang yang kedapatan mengendarai skuter listrik di trotoar masih hanya diberi peringatan. Namun mulai 1 Januari 2020 para pelanggar akan menghadapi hukuman penjara hingga dua bulan dan denda maksimum sebesar 2.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 20 juta.

Skuter listrik juga diatur ketat pengoperasiannya di Perancis, dan Jerman. Alasannya, banyak kecelakaan yang melibatkan skuter listrik. Penyebabnya banyak pengguna skuter listrik menggunakan jalur mobil saat berkendara.

Skuter listrik boleh digunakan, asalkan sang pengendara menggunakan helm dan alat keamanan lainnya. Skuter listrik pun tak boleh dikendarai di trotoar dan diparkir di dekat fasilitas umum.

Sementara di Inggris, skuter listrik ilegal alias terlarang apabila dioperasikan di jalan dan trotoar Inggris. Skuter listrik hanya boleh dikendarai di tanah pribadi. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Jalan yang berlaku di Inggris.

Di Inggris, pengendara yang ketahuan menggunakan skuter listrik di depan umum akan didenda sebesar 300 pound sterling (Rp 5,5 juta) dan peringatan pelanggaran sebanyak enam poin pada SIM mereka.

Sementara itu, Swedia juga telah melarang penggunaan skuter bermotor apa pun yang mampu melaju melebihi 20 km/jam.

Di Paris, denda 135 euro (Rp 2 juta) baru-baru ini ditetapkan untuk siapa saja yang mengendarai skuter listrik di trotoar, dan denda 35 euro (Rp 543 ribu) bagi mereka yang memarkir sembarangan skuter listrik atau memblokir trotoar.

Batas kecepatan untuk skuter listrik sudah ditetapkan di Belgia, dari yang semula 18 km/jam menjadi 25 km/jam. Kendaraan ini boleh dikendarai oleh siapapun yang berusia 18 tahun atau lebih berdasarkan undang-undang yang sama dengan sepeda.

Di ibu kota Denmark, Kopenhagen, peraturan baru sedang "digodok" untuk membatasi jumlah skuter listrik yang dapat diparkir di area tertentu.

Kecelakaan yang Libatkan Skuter Listrik

Beberapa skuter hanya memiliki satu rem dan bisa sulit untuk berhenti ketika melaju dengan kecepatan hampir maksimumn.

Sejak Januari 2018, setidaknya 11 kematian yang berkaitan dengan skuter listrik dilaporkan terjadi di kota-kota besar di Eropa, termasuk Paris, Brussels, Barcelona, ​​Stockholm dan London.

Selain itu, ratusan orang pun terluka dalam insiden lalu lintas jalan yang melibatkan kendaraan roda dua itu.

Di Prancis, kematian pertama akibat skuter listrik tercatat pada Juni, ketika seorang pemuda tertabrak truk saat menyeberang jalan raya di Paris.

Agustus kemarin, seorang pejalan kaki, wanita berusia 92 tahun, tewas ketika dia ditabrak oleh pengguna skuter listrik saat berjalan kaki di Barcelona, Spanyol.

Pada Mei 2019 di Swedia, lelaki 27 tahun meninggal dalam kecelakaan ketika mengendarai skuternya di jalur sepeda.

Lalu, Oktober ini, pembawa acara ternama dari sebuah stasiun televisi Inggris dan YouTuber, Emily Hartridge, terbunuh setelah dia ditabrak truk saat mengendarai skuter listrik di London.

Sedangkan enam orang muda-mudi di Jakarta ditabrak mobil saat mengendarai skuter listrik di Jalan Sudirman, Minggu, 10 November 2019. Dua orang tewas, sedangkan empat lainnya luka-luka. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.