Sukses

Profil Alexander Andries Maramis, Pahlawan Nasional 2019

Presiden Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh. Salah satunya adalah Alexander Andries Maramis.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan Nasional kepada enam tokoh yang salah satunya adalah Alexander Andries Maramis.

Alexander Andries Maramis lahir di Manado, Sulawesi Utara, 20 Juni 1897. Dia wafat di Jakarta, 31 Juli 1977 pada umur 80 tahun.

Dia dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia dan pernah menjadi anggota BPUPKI dan KNIP bersama Kahar Mudzakkir dan KH Masykur. 

"Bukan karena rektor, tapi untuk Kahar Mudzakkir bersama Maramis dan KH Masykur sebagai anggota BPUPKI/PPKI. Mereka tersisa yang belum dapat gelar pahlawan. Jasa mereka sangat besar," kata Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara Jimly Asshiddiqie saat dihubungi Merdeka, Jumat (8/11/2019).

Maramis juga pernah menjadi Menteri Keuangan Indonesia dan merupakan orang yang menandatangani Orang Republik Indonesia pertama.

Keponakan Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Belanda. Selain itu, dia termasuk ke dalam Panitia Sembilan dan merupakan satu-satunya orang Kristen dari delapan orang yang nasionalis-Islam maupun nasionalis sekuler.

Berikut ini profil Alexander Andries Maramis yang mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Jokowi:

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pendidikan dan Keluarga

Pada 1919, Maramis berangkat ke Belanda dan belajar hukum di Universitas Leiden. Selama di Leiden, Maramis terlibat dalam organisasi mahasiswa Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging).

Pada tahun 1924, dia terpilih sebagai sekretaris perhimpunan tersebut. Lulus pada tahun 1924, Maramis berhasil menyabet gelar "Meester in de Rechten" (Mr.)

Setelah kembali ke Tanah Air, dia kemudian membuka praktik hukum swasta di Batavia dan Palembang. 

Maramis menikah dengan Elizabeth Marie Diena Veldhoedt. Ayah Elizabeth adalah orang Belanda sedangkan ibunya berasal dari Bali.

Dari pernikahannya, Maramis belum dikaruniai anak. Tetapi istrinya telah memiliki seorang putra dari pernikahan sebelumnya. Meski hanya anak tiri, Maramis menerimanya, bahkan dia diberi nama Lexy Maramis.

3 dari 4 halaman

Karier Politik

Sementara itu, kariernya di politik terbilang cukup cemerlang. Maramis pernah diangkat sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Indonesia pertama pada tanggal 26 September 1945.

Dia menggantikan Samsi Sastrawidagda yang pada awalnya diberi jabatan tersebut pada waktu kabinet dibentuk pada 2 September 1945. Sastrawidagda mengundurkan diri setelah hanya menjabat selama dua minggu karena sakitnya.

Sastrawidagda adalah orang pertama yang ditunjuk sebagai Menteri Keuangan Indonesia. Tetapi karena waktunya yang sangat singkat, Maramis dapat dianggap, secara de facto, sebagai Menteri Keuangan Indonesia pertama.

Sebagai Menteri Keuangan, Maramis berperan penting dalam pengembangan dan pencetakan uang kertas Indonesia pertama atau Oeang Republik Indonesia (ORI).

Dibutuhkan waktu 1 tahun sebelum uang kertas ini bisa dikeluarkan secara resmi pada tanggal 30 Oktober 1946. Nota-nota ini menggantikan uang kertas Jepang yang diedarkan oleh pemerintah Hindia Belanda (NICA). Uang dikeluarkan untuk denominasi 1, 5, dan 10 sen, dengan ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. Tanda tangan Maramis sebagai Menteri Keuangan terdapat dalam cetakan uang-uang kertas ini.

Maramis menjabat sebagai Menteri Keuangan beberapa kali lagi. Secara berurutan dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I pada tanggal 3 Juli 1947, Kabinet Amir Sjarifuddin II pada tanggal 12 November 1947, dan Kabinet Hatta I pada tanggal 29 Januari 1948.

4 dari 4 halaman

Wafat

Setelah hampir 20 tahun tinggal di luar negeri, Maramis menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia. Pemerintah Indonesia mengatur agar ia bisa kembali dan pada tanggal 27 Juni 1976 ia tiba di Jakarta.

Di antara para penyambut di bandara adalah teman-teman lamanya Soebardjo dan Mononutu, dan juga Rahmi Hatta (istri Mohammad Hatta).

Setahun berlalu, tepatnya pada Mei 1977, Maramis dirawat di rumah sakit setelah mengalami perdarahan. Maramis meninggal dunia pada tanggal 31 Juli 1977 di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, hanya 13 bulan setelah ia kembali ke Indonesia.

Jenazahnya disemayamkan di Ruang Pancasila Departemen Luar Negeri dan dilanjutkan dengan upacara militer dan kemudian pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

 

 

(Reynaldi Hasan)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.