Sukses

3 Alasan Vonis Bebas Sofyan Basir

Sebelumnya Sofyan Basir diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Dirut PLN Sofyan Basir menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor pada Senin, 4 November 2019. Ia pun divonis bebas.

Sebelumnya, Sofyan Basir diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes B Kotjo.

Kala itu, Sofyan diduga terkait dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan nilai proyek senilai USD 900 juta.

Sofyan Basir pun dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum atau JPU KPK. Ia dianggap turut membantu terjadinya tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek PLTU Riau-1.

Diketahui, Sofyan Basir didakwa memfasilitasi pertemuan pembahasan permufakatan jahat suap kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1.

Menurut JPU KPK, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.

JPU juga menyebut Sofyan Basir mengetahui jika Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapatkan fee dari Johanes Kotjo.

Namun kemarin, Senin, 4 November 2019, majelis hakim yang diketuai Hariono memvonis bebas Sofyan Basir dari jeratan kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Ia sempat ditahan oleh KPK selama 5 bulan atau sejak 27 Mei 2019.

Lantas, apa sajakah alasan vonis bebas yang diberikan kepada Sofyan Basir?

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Ada Unsur Fasilitasi Kesepakatan

Majelis hakim yang diketuai Hariono menilai, Sofyan Basir tak terbukti memfasilitasi kesepakatan terkait kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.

Dalam persidangan Senin, 4 November 2019 terungkap ada beberapa pertemuan di sejumlah tempat yang melibatkan Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, Setya Novanto, Direktur Perencanaan Strategis II PLN Supangkat Iwan Santoso, Johannes Budisutrisno Kotjo. Pembahasannya tak lain mengenai kelanjutan proyek PLTU Riau-1.

Namun demikian, berdasarkan keterangan para saksi, kata Hakim Ad hoc Anwar, selama pertemuan itu Sofyan dinyatakan tidak ada unsur membantu memfasilitasi Kotjo agar proyek PLTU Riau-1 berjalan mulus dan cepat.

Selain itu, selama pertemuan Sofyan selalu mengajak Supangkat lantaran dianggap paling paham mengenai proyek tersebut.

 

3 dari 4 halaman

Dinilai Tak Tahu Soal Pemberian Uang

Tak hanya itu, hakim juga menyatakan secara bulat, tanpa ada dissenting opinion, Sofyan Basir tidak terbukti membantu terjadinya pemberian suap antara Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih atas pengerjaan proyek PLTU Riau-1.

Dalam surat dakwaan jaksa, Sofyan didakwa dengan Pasal 56 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut tentang membantu terjadinya tindak pidana kejahatan.

Hakim Ad hoc Anwar menjelaskan, selama proses sidang terungkap fakta yang menyatakan Sofyan tidak tahu menahu adanya pemberian uang oleh Kotjo kepada Eni.

"Menimbang, bahwa sejalan apa yang disampaikan Eni dan Kotjo yang juga perkaranya, sudah diputus pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bahwa terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui penerimaan fee secara bertahap tersebut," ujar Hakim Ad hoc Anwar.

Seperti diketahui, fee yang dimaksud adalah uang suap yang diterima Eni dan Idrus dari Johanes Kotjo secara bertahap sebesar Rp 4,7 miliar.

Uang tersebut disinyalir untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Inependent Power Producer (IPP) PLTU mulut tambang Riau-1 dari Johanes Kotjo secara bertahap.

 

4 dari 4 halaman

Tak Pengaruhi Percepatan

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, JPU KPK mendakwa Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan pembahasan pemufakatan jahat suap kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1.

"Terdakwa dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan," ujar Jaksa KPK Ronald Worotikan.

Jaksa Ronald menyebut, Eni dan Idrus menerima suap dari Johanes Kotjo secara bertahap sebesar Rp 4,7 miliar. Uang tersebut disinyalir untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Inependent Power Producer (IPP) PLTU mulut tambang Riau-1.

Dalam dakwaan disebutkan Eni Saragih ditugaskan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) yang saat itu Ketua DPR untuk membantu Johanes Kotjo memuluskan kesepakatan kontrak kerjasama PLTU Riau-1. Eni kemudian meminta bantuan kepada Sofyan Basir.

Atas bantuan Sofyan Basir, perusahaan Johanes Kotjo mendapatkan jatah proyek PLTU Riau-1. Eni dan Idrus menerima imbalannya sebesar Rp 4,7 miliar dari Johanes Kotjo karena telah membantunya.

Namun dakwaan JPU KPK berbeda dengan putusan hakim. Menurut hakim, percepatan proyek yang sedianya dikerjakan oleh perusahaan Kotjo bernama Blackgold Natural Resources, Samantaka Batu Bara, dan China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd menurut pertimbangan hakim bukan karena peran Sofyan.

"Jelas percepatan bukan keinginan terdakwa Sofyan Basir ataupun Johannes Budisutrisno Kotjo. Hal ini sesuai proyek ketenagalistrikan merupakan program nasional dan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 4 Tahun 2016 tentang percepatan infrastruktur ketenagalistrikan," jelas Ronald.

 

Reporter : Fellyanda Suci Agiesta

Sumber : Merdeka

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.