Sukses

BPJS Watch Sebut Manfaat Kenaikan JKK dan JKm untuk Kesejahteraan Pekerja

Empat program jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) telah memberikan manfaat bagi kesejahteraan pekerja.

Liputan6.com, Jakarta Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan empat program jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) telah memberikan manfaat bagi kesejahteraan pekerja.

"Untuk tahun 2019 ini saja, sejak Januari sampai 30 September 2019 lalu, BP Jamsostek telah memberikan manfaat JKK untuk 13 ribu kasus kecelakaan kerja dengan biaya klaim sebesar Rp. 1,1 Triliun. Untuk JKm telah memberikan manfaat untuk 23 ribu kasus kematian dengan biaya klaim sebesar Rp. 632 miliar. Manfaat JHT untuk 1,6 juta pencairan dengan biaya klaim sebesar Rp. 19,4 Triliun dan manfaat JP untuk 28 ribu kasus dengan biaya klaim sebesar Rp. 82 miliar," ujar Timboel Siregar dalam keterangan tertulisnya.

Manfaat yang besar tersebut, kata Timboel bisa diterapkan karena didukung oleh dana kelolaan yang besar, yaitu Program JKK sebesar Rp. 32,47 Triliun, program JKm sebesar Rp. 11,78 Trliun, Program JHT sebesar Rp. 296,26 Triliun dan Program JP sebesar Rp. 49,34 Triliun (per 30 Juni 2019).

"Dana kelolaan yang besar tersebut didukung oleh hasil investasi dari dana kelolaan tersebut. Per 30 Juni 2019 hasil investasi dana JKK mencapai Rp. 1,28 Triliun, JKm sebesar Rp. 492,21 miliar, JHT sebesar Rp. 11.33 Triliun, dan JP sebesar Rp. 1,73 Triliun," sebutnya.

Program JKK dan JKm

Khusus untuk Program JKK dan JKm, Timboel Siregar menjelaskan bahwa dengan dana kelolaan dan hasil investasi yang besar tersebut tentunya manfaat kedua program ini harus terus ditingkatkan untuk memberikan perlindungan lebih besar lagi kepada pekerja dan ahli warisnya.

"Mengacu pada Pasal 29 dan 36 PP No. 44 Tahun 2015, besarnya Iuran dan manfaat program JKK dan JKm bagi Peserta dilakukan evaluasi secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun. Besaran iuran JKK dan JKm secara nominal otomatis meningkat dengan naiknya upah minimum dan kenaikan upah tiap tahun, tetapi manfaat JKK dan JKm sudah empat tahun ini tidak naik," jelasnya.

Bila mengacu pada Pasal 29 dan 36 tersebut seharusnya manfaat JKK dan JKm sudah naik di tahun 2017 dan 2019 saat ini, tetapi hingga saat ini kenaikan manfaat tersebut belum juga kunjung tiba. Dengan tidak naiknya manfaat JKK dan JKm maka pekerja dan ahli waris pekerja tentunya dirugikan.

Timboel Siregar juga menyebutkan saat ini draft revisi PP No. 44 Tahun 2015 yang mengatur kenaikan manfaat JKK dan JKm sudah di meja Presiden, dan tinggal ditandatangani oleh Presiden. Proses revisi ini sudah memakan waktu empat tahun dan proses penandatanganannya juga lama, mengingat sejak Bulan Mei 2019 lalu Menteri Sekretaris Negara sudah meminta beberapa kementerian memberikan paraf atas draft Revisi PP No. 44 ini.

"Saya menilai keterlambatan ini disebabkan tidak responsifnya para pembantu Presiden mengimplementasikan Pasal 29 dan 36 PP No. 44 tahun 2015," tuturnya.

Proses lamanya revisi dan penandatanganan draft revisi PP No. 44 tahun 2015 ini, kata Timboel, berdampak pada manfaat yang diterima pekerja dan ahli waris bagi pekerja yang meninggal dunia.

"Beberapa manfaat yang dinaikkan dalam revisi tersebut antara lain adanya pembiayaan home care sebesar Rp. 2 juta bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, Santunan pemakaman naik dari Rp. 3 juta menjadi Rp. 10 juta, Beasiswa dari 1 anak menjadi 2 anak dengan perincian untuk tingkat TK/SD mendapat Rp. 1,5 juta/tahun, tingkat SMP Rp. 2 juta/tahun, SMA Rp. 3 juta/tahun dan Perguruan Tinggi sebesar Rp.12 juta/tahun," jelasnya.

Timboel Siregar memberikan contoh kasus Pak Asep Kamil, satpam yang meninggal karena ditabrak oleh sebuah minibus pada saat bertugas menjaga Apotek Senopati di Minggu (27/10/2019) dini hari tepatnya pukul 03.30 WIB.

BP Jamsostek memberikan santunan kepada ahli waris Pak Asep sesuai ketentuan yang ada di PP No. 44 Tahun 2015 yaitu Santunan Meninggal dunia yaitu 48 kali upah (= 48 x Rp. 4 juta) sebesar Rp. 192 juta, ditambah santunan berkala Rp. 4,8 juta,- biaya pemakaman Rp. 3 juta dan beasiswa sebesar 12 juta, ditambah lagi hak atas JHT sebesar Rp. 4.289.537,- serta JP yang akan diberikan secara berkala setiap bulan.

"Untuk kasus kematian Pak Asep tersebut, bila saja Revisi PP No. 44 Tahun 2015 sudah ditandatangai Presiden maka BP Jamsostek akan memberi santunan pemakaman kepada ahli waris Pak Asep sebesar Rp. 10 juta dan beasiswa SMA sebesar Rp. 3 juta dan untuk kuliah nantinya sebesar Rp. 60 juta (= 5 tahun kuliah x Rp. 12 juta). Santunan dan beasiswa ini akan lebih membantu ahli waris khususnya untuk mendukung anak Pak Asep yang tahun depan akan masuk kuliah," ujarnya.

Tentunya tidak hanya ahli waris almarhum Pak Asep yang dirugikan karena PP No. 44 Tahun 2015 belum juga ditandatangani, tetapi beberapa ahli waris lainnya yang tulang punggun ekonominya meninggal dunia, seperti ahli waris seorang nelayan di Kendari dan kepala dusun di Mataram yang hanya mendapatkan santunan kematian sebesat Rp. 24 juta dari BP Jamsostek.

Mengingat pentingnya kenaikan manfaat JKK dan JKm ini untuk kesejahteraan pekerja dan ahli warisnya, BPJS Watch berharap Presiden segera menandatangani Revisi PP No. 44 Tahun 2015 dalam minggu pertama Nopember ini sehingga pekerja dan ahli waris pekerja yang meninggal dunia segera menikmati kenaikan manfaat JKK dan JKm untuk mendukung kesejahteraan pekerja dan ahli waris pekerja khususnya untuk kelanjutan sekolah anak pekerja hingga perguruan tinggi.

"Untuk tidak mengulangi lagi kelalaian atas Pasal 29 dan 36 PP No. 44 Tahun 2015 saat ini, kami pun mendesak Pemerintah untuk melakukan kajian manfaat JKK dan JKm di tahun 2020 nanti sehingga manfaat JKK dan JKm bisa dinaikan lagi pada tahun 2021 yaitu dua tahun sejak kenaikan di 2019 ini," urainya.

JKK dan JKm untuk Seluruh Pekerja

Mengingat manfaat JKK dan JKm yang akan ditingkatkan tertuang dalam revisi PP No. 44 Tahun 2015, Timboel mengatakan bahwa sudah seharusnya seluruh segmen pekerja lainnya pun turut menikmatinya.

"Program JKK dan JKm bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), serta Pegawai Pemerintah non PNS (PPNPNS) yang selama ini dikelola PT. Taspen hendaknya segera diintegrasikan ke dalam program JKK dan JKm yang dikelola BP Jamsostek sehingga seluruh pekerja bergotong royong dan menikmati manfaat yang sangat baik bersama-sama," ujarnya.

"Saya menilai manfaat JKK dan JKm yang diterima pekerja swasta dan BUMN selama ini lebih baik dari yang diterima PNS, PPPK dan PPNPNS, apalagi dengan kenaikan manfaat JKK dan JKm di BP Jamostek," kata Timboel.

Segmen pekerja informal miskin pun, lanjut Timboel berhak mendapatkan program JKK dan JKm.

"Pemerintah diharapkan segera menerapkan instrument PBI (Penerima Bantuan Iuran) untuk Program JKK dan JKm bagi pekerja informal miskin di tahun 2021, dengan menganggarkan iuran JKK dan JKm untuk Pekerja informal miskin dalam APBN 2021. Penerapan PBI untuk JKK dan JKm ini pun akan berdampak langsung membantu menurunkan defisit bagi Program Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan," tambahnya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.