Sukses

KPK Sita Rp 54 Juta dan USD 2,600 Usai Geledah Rumah Dinas Bupati Lampung Utara

Penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan selama tiga hari di beberapa tempat terkait kasus Bupati Lampung Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita Rp 54 juta, USD 2,600 dan beberapa dokumen dari kediaman Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Penyitaan itu dilakukan setelah penyidik menggeledah sejumlah tempat selama tiga hari sejak 9 Oktober 2019.

"KPK menyita sejumlah dokumen-dokumen proyek dan anggaran di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan. Selain itu, di rumah dinas Bupati disita uang Rp 54 juta dan USD 2,600," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Minggu (13/10/2019).

Febri menuturkan tiga hari penggeledahan dilakukan di beberapa tempat yakni rumah dinas, rumah pribadi dan kantor bupati. Sehari kemudian, penggeledahan dilakukan di kediaman rumah Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri, dan pihak swasta Hendri Wijaya Saleh, serta rumah dua saksi.

Pada 11 Oktober, penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di kediaman Raden Syahril, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin, dan Chandra Safari.

Sebelumnya, Agung disangkakan menerima suap terkait dengan tiga proyek di Dinas Perdagangan, yaitu, pembangunan pasar tradisional desa Comook Sinar Jaya, kecamatan Muara Sungkai dengan nilai proyek Rp 1,073 miliar.

Kemudian terkait pembangunan pasar tradisional desa Karangsari kecamatan Muara Sungkai Rp 1,3 miliar, dan konstruksi fisik pembangunan pasar Rakyat Tata Karya (DAK) Rp 3,6 miliar.

Saat penangkapan, penyidik menemukan uang Rp 200 juta, tim juga mengamankan uang Rp 440 juta dari tangan Syahrial selaku orang kepercayaan Bupati Agung. Uang tersebut ditemukan tim penindakan KPK di mobil dan rumah Syahrial.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terkait Proyek

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menduga, uang tersebut terkait dengan proyek di Dinas PUPR. Uang itu merupakan permintaan dari Agung kepada Syahrial.

"Sejak 2014, sebelum SYH (Syahrial) menjadi Kepala Dinasi PUPR Lampung Utara, AIM (Agung) yang baru menjabat memberi syarat jika SYH ingin menjadi Kadis PUPR maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25% dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," kata Basaria.

Syarat itu menjadikan Syahrial kerap meminta fee kepada pihak rekanan sejak 2017. Syahrial meminta fee proyek kepada Chandra Safari yang telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara.

"Sebagai imbalan atau fee, CHS (Chandra) diwajibkan menyetor uang pada AIM, Bupati Lampung Utara melalui SYH, Kepala Dinas PUPR dan RSY, orang kepercayaan Bupati," kata Basaria.

Dalam proyek di Dinas PUPR ini, menurut Basaria, Agung telah menerima uang beberapa kali yakni sekitar Juli sebesar Rp 600 juta, pada September menerima Rp 50 juta, pada 6 Oktober, diduga menerima Rp 350 juta. Jadi, total Rp 1 miliar yang sudah diterima Agung terkait proyek di Dinas PUPR ini.

"Diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itulah yang ditemukan di rumah RSY, orang kepercayaan Bupati," kata Basaria.

Atas perbuatannya, Agung dan Raden disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara Syahrial dan Wan Hendri yang juga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.

Sementara Chandra Safari dan Hendra Wijaya disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.