Sukses

Sulitnya Memadamkan Karhutla karena Tebalnya Lahan Gambut

BNPB merasa kesulitan padamkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merasa kesulitan memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sejumlah wilayah.

Menurut Kepala BNPB Doni Monardo, hal tersebut dikarenakan ketebalan lahan gambut yang mencapai puluhan meter hingga menyelimuti permukaan tanah. 

"Gambut itu isinya fosil ya. Pohon-pohon kemudian daun-daun yang usianya mungkin sudah 200 dan ribuan tahun. Nah itu yang terbakar," kata Doni di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Selasa (8/10/2109).

Bila yang terbakar hanya permukaan, lanjut dia, maka mungkin saja kejadiannya tidak separah ini. Karena jika di bawah permukaan hutan hanya tanah, api akan cepat padam karena ketiadaan zat pembakaran, yakni oksigen.

Sedangkan gambut, meskipun ketebalannya mencapai puluhan meter tapi di dalamnya menyimpan oksigen.

"Ditambah lagi dia (di dalam gambut) memiliki kayu yang usianya ribuan tahun sudah lapuk," ungkap Doni.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Media Basah

Doni mengungkapkan, pada dasarnya lahan gambut ialah lahan yang basah karena cukup banyak menyimpan air. Namun, di saat kemarau, air mengalami penguapan hingga membuat gambut tersebut terdegradasi dan mengering.

Karena keringnya lahan gambut ini, maka api mudah merembet ke penjuru arah. Di tambah juga ketiadaan hujan di wilayah terdampak karhutla.

Ketiadaan hujan tersebut, kata Doni, pada dasarnya bisa diakali dengan rekayasa hujan buatan. Namun, hujan buatan bisa dilakukan manakala komposisi awan di atas lahan terbakar mencapai 70 persen.

Sedangkan di beberapa area yang terdampak karhutla, komposisi awannya tidak mencapai persentase itu.

"Nah kalau awannya tidak sampai 70 persen, mau disiram berapa ton pun nggak akan bisa. Kita tidak bisa membuat hujan buatan, mulai kering," tutur Doni.

Pemadam dengan air atau hujan buatan, lanjut Doni, hanya memadamkan permukaannya saja. Sedangkan di bawahnya sama sekali tidak tersentuh oleh air.

Karena tidak terjamah air, maka bara di bawah lahan gambut tersebut masih menyala. Oleh karenanya meskipun permukaannya sudah dipadamkan, tapi beberapa waktu akan kembali karena bara api di bawahnya belum mati.

"Jadi tanpa dibakar pun karena gambut ini belum mendapatkan air yang cukup, maka dengan mudah akan kebakar lagi. Nah ketika kebakar kalau tidak ada asap tidak masalah. Persoalannya ketik terbakar asapnya pekat ya, karena yang terbakar itu gambut yang isinya fosil tadi," tutup Doni.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.