Sukses

Terungkap 3 Alasan Eks Pengacara Tommy Winata, Desrizal Pukul Hakim PN Jaksel

Menurut kuasa hukum Desrizal, Hamdan Zoelva, ada beberapa alasan yang membuat Desrizal melakukan pemukulan.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus pemukulan dua hakim oleh eks kuasa hukum Tommy Winata, Desrizal Chaniago rencananya akan digelar hari ini, Selasa (8/10/2019) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Hamdan Zoelva, selaku salah satu kuasa hukum Desrizal berharap proses persidangan berjalan jujur, arif dan bijaksana dan hakim mengedapankan prinsip praduga tak bersalah.

"Kami berharap bahwa apa yang terjadi di balik spontanitas itu harus diteliti lebih dalam, dalam proses persidangan itu sehungga menilai tindakan itu secara bijak," ungkapnya.

Penyerangan terhadap dua hakim PN Jaksel sebelumnya terjadi pada 18 Juli 2019. Ketika itu salah satu hakim tengah membacakan putusan sidang perdata dengan penggugat Tomi Winata melawan PT Geria Wijaya Prestige.

Desrizal saat itu tiba-tiba bangkit dari bangkunya lalu menyerang hakim dengan gesper hingga menyebabkan keduanya terluka.

Sunarso, salah satu hakim yang menjadi korban penyerangan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Laporan pun tercatat pada nomor 1283/K/VII/2019/RESTRO JAKPUS.

Hanna Lilies, Juru Bicara Tomy Winata, mengatakan saat peristiwa pemukulan terjadi Tomy Winata tengah berada di luar negeri.

"Beliau (Tomy Winata) sangat kaget dan menyesalkan yang dilakukan Pengacara Desrizal. Karena kejadian tersebut posisi pengacara Desrizal diganti oleh pengacara lain. Dan resmi Desrizal bukan lagi Pengacara Tomy Winata," tegas Hanna melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

Lantas, apa yang menyebabkan Desrizal tersulut emosi hingga menyerang majelis hakim?

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sikap Hakim yang Dinilai Abaikan Bukti

Menurut kuasa hukum Desrizal, Hamdan Zoelva, ada beberapa alasan yang membuat Desrizal melakukan hal tersebut. Salah satunya karena sikap hakim yang dinilai mengabaikan berbagai bukti yang disodorkan kliennya tersebut.

"Dia (Desrizal) merasa sebagi seorang pengacara yang betul-betul memahami kasus itu dengan bukti-bukti yang diajukan tidak mungkin kalah, tapi dia merasa kok bisa begini (kalah)," jelas Hamdan.

Padahal, lanjut dia, bukti secara materi maupun bukti-bukti yang diajukan Desrizal sudah kuat dan ia optimististis hakim akan mengabulkan tuntutannya. Tetapi faktanya hakim tidak mengabulkan tuntutan itu dan terjadilah peristiwa pemukulan.

3 dari 4 halaman

Kasus Serupa, namun Beda Pihak, Hakim Kabulkan Tuntutan

Hamdan juga menunjukkan bahwa di kasus yang serupa namun beda pihak, hakim mengabulkan tuntutan. Sedangkan di kasus yang mana Desrizal menjadi pengacaranya tuntutan itu tidak dikabulkan.

"Materi kasusnya sama yang sebelumnya juga diajukan di PN Jakarta Pusat dikabulkan gugatannya dan ini (Desrizal) ditolak dan putusannya bersifat keputusan hukum tetap," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.

"Inilah suatu hal yang benar-benar sebagai seorang pengacara ini nggak mungkinlah kalah dan (karena) itulah secara spontan Desrizal," imbuh Hamdan.

Hamdan menganggap desakkan beberapa pihak yang menginginkan profesi advokat Desrizal dicabut gara-gara memukul hakim tidak tepat.

"Kalau saya dengan membaca kasus itu tidak tepat untuk mencabut itu karena suasana kebatinan yang bisa saja terjadi kepada siapapun," kata Hamdan.

 

4 dari 4 halaman

Merasa Dizalimi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut bahwa kliennya merasa dizalimi oleh sang hakim.

"Dipicu oleh akumulasi kekecewaan eks pengacara Tomy Winata itu terhadap Majelis Hakim, karena memutus perkara bertentangan dengan bukti-bukti otentik dalam persidangan," ungkap Hamdan Zoelva di kawasan Jakarta Pusat, Senin, 7 Oktober 2019.

Bermula dari PT Geria Wijaya Prestige (GWP) berhutang ke tujuh bank. Pinjaman tersebut digunakan untuk membangun Hotel Kuta Paradiso di Bali.

"Pinjaman tersebut dituangkan dalam bentuk Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 Tanggal 28 November 1995," jelas Hamdan.

Pada 1998, Indonesia diguncang krisis keuangan yang membuat beberapa bank terkena dampaknya. Karena hal itu, Bank Indonesia menyerahkan beberapa bank kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Bank tersebut antara lain, PT Bank PDFCI, PT. Bank Rama, dan PT Bank Dharmala.

Sedangkan keempat bank lainnya, yakni PT Bank Indonesia Investments International, PT Bank Finconesia, PT Bank Arta Niaga Kencana, dan PT Bank Multicor dinyatakan sehat. Sehingga hak tagihannya tidak dilimpahkan ke BPPN.

Dalam perjalanannya, piutang dari PT Bank Multicor dialihkan kepada Tommy Winata. Kata Hamdan, hakim menggunakan logika bahwa PT Bank Multicor telah mengalihkan piutangnya kepada BPPN.

Padahal menurutnya, di dalam kesepakatan bersama yang dibentuk oleh keempat bank dengan BPPN tidak menyiratkan pengalihan piutang kepada BPPN.

Padahal menurutnya, di dalam kesepakatan bersama yang dibentuk oleh keempat bank dengan BPPN tidak menyiratkan pengalihan piutang kepada BPPN.

"Kesepakatan bersama itu disimpulkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat sebagai bukti seolah-olah keempat bank tersebut telah mengalihkan hak tagihannya kepada BPPN," tegas Hamdan.

Bukti-bukti itulah yang membuat Desrizal merasa kecewa terhadap keputusan Majelis Hakim. Kata Hamdan, Desrizal pun merasa dizalimi atas pengambilan Majelis Hakim terhadap bukti-bukti tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.