Sukses

KPK: Presiden yang Miliki Kewenangan Terbitkan Perppu

KPK masih berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang telah disahkan DPR. KPK pun menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi.

"Kita serahkan saja sepenuhnya pada Presiden, karena Presiden yang punya kewenangan untuk menerbitkan perppu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (4/10/2019).

Terkait dengan perdebatan masyarakat tentang perlu atau tidaknya menerbitkan perppu, KPK yakin Jokowi memiliki pandangan sendiri bagaimana caranya mendukung pemberantasan korupsi.

"Apakah misalnya Presiden mendengar masukan-masukan, permintaan-permintaan, dan juga suara dari banyak pihak mulai dari mahasiswa, masyarakat, dan kemarin sejumlah tokoh masyarakat, atau ada pertimbangan lain misalnya karena kita juga mendengar penolakan perppu dari para politisi, itu sepenuhnya tergantung pada Presiden," kata Febri.

Yang jelas, menurut Febri, berdasarkan kajian dari internal lembaga antirasuah dan masyarakat sipil bahwa setidaknya ada 26 poin dalam revisi UU KPK yang akan melemahkan pemberantasan korupsi. Ke-26 poin tersebut telah disampaikan KPK kepada masyarakat.

"Bagi KPK sekarang sederhana saja, pertama kami sudah identifikasi kalau rancangan undang-undang ini nanti berlaku yang diketok beberapa waktu yang lalu ya, kalau itu berlaku maka setidaknya ada 26 poin yang bermasalah, atau berisiko bisa melemahkan KPK," kata Febri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tenggat Waktu

Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas swasta mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk segera menerbitkan Perppu KPK. Mereka memberi tenggat waktu bagi Jokowi sampai 14 Oktober.

Hal ini disampaikan oleh Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dino Ardiansyah usai bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Dino mengatakan, apabila dalam batas waktu itu tuntutan tak direalisasikan, maka akan ada gerakan mahasiswa yang lebih besar.

"Kalaupun sampai tanggal 14 Oktober tidak ada juga diskusi tersebut dan tidak ada statement dari Presiden, kita pastikan mahasiswa akan turun ke jalan dan lebih besar lagi," ujar Dino di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 3 Oktober 2019.

Ada pula perwakilan mahasiswa dari Universitas Paramadina, Universitas Bakrie, hingga Universitas Kristen Krida Wacana yang menemui Moeldoko. Dino mengaku kedatangannya bersama mahasiswa lain untuk menyampaikan tujuh tuntutan.

Selain menuntut untuk menuntaskan reformasi, mahasiswa juga meminta pemerintah membebaskan mahasiswa dan pelajar yang masih ditahan akibat unjuk rasa beberapa waktu lalu. Kemudian, mereka menuntut pelaku penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo diusut.

"Kita mendesak negara membuat adanya agenda jajak pendapat antara negara (dengan mahasiswa)," ucap Dino.

Menurut dia, Moeldoko merespons baik tuntutan mahasiswa dan berjanji akan menyampaikan hal itu ke Jokowi. Terkait dialog Jokowi dengan mahasiswa, Dino menyebut pemerintah belum bisa memastikan apakah pertemuan itu bisa dilakukan secara terbuka.

"Kami mintanya sih intinya ini terbuka, semua elemen mahasiswa dihadirkan. Walaupun Pak Moeldoko belum bisa memberikan statement apakah ini terbuka atau tidak," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.