Sukses

5 Hal Terkait Perppu KPK, Pengganti Revisi UU KPK yang Baru Disahkan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi tengah mewacanakan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK belum lama disahkan. Namun, pro dan kontra dari masyarakat terus bermunculan.

Bahkan, aksi terjadi di berbagai daerah muncul. Salah satunya menolak revisi UU KPK yang baru saja disahkan oleh para anggota dewan bersama pemerintah. Pemerintah didesak pendemo agar tidak menerima pengesahan tersebut.

Bahkan kini, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tengah mewacanakan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu KPK.

Hal ini diputuskan usai Jokowi mendengar masukan dari sejumlah tokoh yang diundang ke Istana Merdeka, Jakarta.

"Akan kita kalkulasi, kita hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi di Istana Merdeka Jakarta.

Berikut hal-hal terkait Perppu KPK dihimpun Liputan6.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Jokowi Mempertimbangkan

Jokowi masih mempertimbangkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu yang akan mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini diputuskan usai Jokowi mendengar masukan dari sejumlah tokoh yang diundang ke Istana Merdeka, Jakarta.

"Akan kita kalkulasi, kita hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis, 26 September 2019.

Setelah melakukan kalkulasi, Jokowi akan meminta saran kepada para sejumlah tokoh senior. Dia berjanji kajian soal Perppu akan dilakukan secepat-cepatnya.

"Secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat-singkatnya," ucap Jokowi.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga menegaskan komitmennya terhadap demokrasi dan kebebasan pers. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan bahwa kebebasan berpendapat masyarakat harus dijaga dan dipertahankan.

"Saya ingin menegaskan kembali komitmen saya kepada kehidupan demokrasi di Indonesia. Bahwa kebebasan pers, kebebasan menyampaikan pendapat adalah hal dalam demokrasi yang harus terus kita jaga dan pertahankan," ujar Jokowi.

"Jangan sampai Bapak Ibu sekalian ada yang meragukan komitmen saya mengenai ini," sambungnya.

3 dari 6 halaman

Respons KPK

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK yang sudah disahkan DPR dan pemerintah.

"Let me tell you frankly, kalau tadi yang saya lihat di televisi, untuk sementara saya mengatakan benar kata orang banyak, bahwa Jokowi Presiden Indonesia paling keren sepanjang sejarah NKRI," ujar Saut saat dikonfirmasi, Kamis, 26 September 2019.

Dia mengatakan hal tersebut berdasarkan pandangan pribadinya, bukan pandangan keseluruhan pimpinan KPK.

"I’m serious, that’s my personal view. Enggak tahu pimpinan lain. Bisa jadi pimpinan lain beda pendapat sama saya," kata Saut.

Terkait dengan aksi yang digelar mahasiswa dan pelajar dalam tiga hari terakhir, Saut mengucapkan rasa syukur karena banyak pihak yang mendukung kinerja KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi.

"Saya mau ucapkan terima kasih buat ribuan mahasiswa, guru besar, dan lain-lain, dan siapa pun yang ikut memeras pikiran dan fisik beberapa hari ini. Terima kasih sudah memikirkan negeri ini, saya berharap mahasiswa dan pelajar yang ikut unjuk rasa beberapa hari ini teruslah berintegitas dan harapannya suatu saat join dan jadi pimpinan KPK," ujar Saut.

4 dari 6 halaman

Kata Mantan Ketua MK

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebut bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi memiliki hak subjektif untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu KPK, yang baru saja direvisi.

Mahfud menilai, aksi demo menolak revisi UU KPK yang dilakukan mahasiswa menyebabkan kegentingan. Hal ini bisa menjadi dasar Presiden menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK.

"Itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang. Itu hak subjektif presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini, 'saya harus ambil tindakan', itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," jelas Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 26 September 2019.

Pakar hukum tata negara itu menyebut ada tiga opsi menyikapi UU KPK hasil revisi. Yang pertama legislatif review. Kedua, dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan ketiga adalah menerbitkan Perppu.

"Agar itu (UU KPK) ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isinya, substansinya dan karena ini kewenangan presiden, kami semua hampir sepakat menyampaikan usul itu," kata Mahfud.

5 dari 6 halaman

Reaksi Jaksa Agung

Jaksa Agung HM Prasetyo menilai, kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) perlu dikaji terlebih dulu.

"Tentunya perlu dikaji dulu apakah di situ memenuhi persyaratan untuk dibuat perppu, antara lain kegentingan memaksa dan tidak ada peraturan perundangan yang mengatur. Apakah betul ada kegentingan yang memaksa?" kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 27 September 2019,

Selain Perppu, dia mengatakan terdapat cara lain yang dapat ditempuh pihak yang keberatan dengan revisi UU KPK, yakni mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Prasetyo menekankan, langkah yang ditempuh harus konstitusional, bukan dengan membuat kegaduhan.

"Jangan ada agenda lain di balik itu. Kami punya jajaran intel yang tahu persis itu semua. Ini tidak relevan lagi kan, semua sudah dipenuhi," ujar dia.

Jaksa Agung mengatakan, Presiden Jokowi dan pemerintah mendengar aspirasi semua pihak, tetapi tetap mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Sementara apabila terus terombang ambing pendapat masyarakat yang terbelah, justru kepastian hukum dinilainya akan nihil.

6 dari 6 halaman

Respons PDIP dan Nasdem

Menurut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, Perppu KPK hanyalah gagasan sebagian tokoh yang sifatnya sebagai aspirasi.

Sementara di sisi lain, PDIP berpegang pada prinsip bahwa revisi UU KPK adalah hasil kesepakatan DPR bersama pemerintah yang sudah diterima dan disahkan.

Pihaknya menilai efektivitas undang-undang itu seharusnya lebih dikedepankan sebelum diubah. Artinya UU itu dilaksanakan dulu baru dievaluasi dan diubah kalau memang efeknya negatif.

"Undang-undang kan baru saja disahkan. Yang akan berlaku satu bulan setelah disahkan itu secara efektif. Dengan demikian, kita harus kaji semuanya secara jernih," ujar Hasto.

Lain hal nya yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate. Menurut Johny, pihaknya akan mendukung apapun keputusan Presiden Jokowi dalam menyikap Undang-undang KPK, termasuk jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) diterbitkan.

"Kalau fraksi Nasdem, mengusung presiden sampai 2024, kami pasti mendukung keputusan presiden. Tapi jangan mendahului apa yang akan diputuskan presiden," kata Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Dia menjelaskan, ada tiga cara untuk mengubah UU yang baru disahkan. Pertama, mengajaukan revisi ke DPR. Kedua, mengajukan gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), dan terakhir mengeluarkan Perppu yang merupakan domain presiden.

Johnny yakin, Jokowi akan mendengarkan beragam masukan dari masyarakat terutama dalam menyikapi penolakan UU KPK.

 

(Desti Gusrina)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.