Sukses

Nasdem Desak Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah diminta mempertimbangkan catatan Mahkamah Agung saat menolak kenaikan BPJS Kesehatan sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan setelah sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Kenaikan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 ini pun menuai kritik dari masyarakat.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Nasdem DPR RI Sri Wulan mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19 dirasa kurang sensitif dan dapat berefek negatif.

Dia menuturkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat mungkin dilakukan setelah situasi kembali normal. Namun kebijakan itu harus diawali dengan perbaikan tata kelola terlebih dahulu.

“Kenaikan iuran BPJS ini kurang sensitif dengan perkembangan situasi. Sebaiknya dikaji ulang," ujar  Sri Wulan melalui keterangan tertulisnya, Jumat (15/5/2020).

Dia mencatat, saat ini setidaknya terdapat 2,8 juta pekerja yang terancam PHK akibat pandemi corona Covod-19. Akibatnya, angka pengangguran diprediksi akan meningkat.

"Belum lagi usaha-usaha kecil penopang ekonomi warga juga terdampak Covid-19. Kalau pemerintah saja mengatakan bahwa ekonomi baru akan kemungkinan mulai pulih pada tahun 2021, perkiraan yang sama semestinya dipakai juga sebelum menaikan iuran BPJS,” kata Sri Wulan.

Dengan menetapkan kenaikan Iuran BPJS, kata dia, bukan hanya warga yang akan mengalami dampaknya. APBN yang selama ini menanggung subsidi iuran juga akan mengalami dampaknya.

Naiknya jumlah pengangguran dan warga miskin otomatis harus ditanggung oleh pemerintah, karena ini berkaitan dengan hak warga negara yang harus dilindungi undang-undang. Menurutnya hal demikian ini harus juga diperhitungkan.

“Kita lihat postur ABPN 2020 dan 2021 saja sudah harus disesuaikan dengan kondisi pandemi dan pertumbuhan ekonomi pasca-pandemi. Anggaran belanja sudah digeser ke sana ke mari. Benar-benar harus dipertimbangkan dampak kenaikan iuran BPJS ini terhadap APBN, agar defisit anggaran kita tidak berbahaya,” ujarnya.

Legislator asal Jawa Tengah ini menambahkan, putusan MA sebelumnya memiliki pesan tegas bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis dari adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertimbangkan Catatan MA

Aspek tersebut, menurut Sri Wulan, masih belum berubah dan harus tetap menjadi patokan kebijakan pemerintah. Merujuk putusan MA, dia mengatakan warga tidak boleh dibebankan dengan kenaikan iuran akibat kesalahan dan kecurangan yang dilakukan pengelola BPJS.

“Jangan lupa, putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS itu memberi 2 catatan serius. Pertama, tidak berfungsinya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk merumuskan kebijakan umum dan singkronisasi penyelenggaraan SJSN. Kedua, kesalahan dan kecurangan dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial. Kita belum tahu apa rencana pengelola BPJS dan pemerintah untuk merumuskan dan melaksanakan perbaikannya,” ucapnya.

Sri Wulan menekankan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam situasi penurunan ekonomi akibat pandemi Covid-19 bisa menjadi bola liar di publik.

Upaya pemerintah untuk menghalau dampak lanjutan dari penurunan ekonomi yang tajam akibat pandemi lewat berbagai insentif bisa terancam gagal. Konsentrasi pemerintah untuk menghidupkan kembali produksi nasional akan terganggu dengan polemik kenaikan iuran BPJS ini.

“Sebaiknya pemerintah kaji ulang dan tunda pemberlakuan kenaikan iuran BPJS ini. Kesalahan dan kecurangan pengelola sebagaimana putusan MA harus lebih dulu diperiksa mendalam. Roadmap singkronisasi progam jaminan sosial ini harus benar-benar dibuat matang. Kalau itu belum dihasilkan oleh BPJS, DJSN dan Kementerian terkait, jangan naikkan iuran BPJS. Mereka yang mengelola ini harus lebih dulu bertanggung jawab atas kesulitan yang dialami. Bukan mendahulukan kenaikan iuran,” tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.