Sukses

PB HMI: Keputusan DPR Tetapkan 5 Pimpinan KPK Harus Didukung

Ketua Umum PB HMI, Saddam mengatakan, DPR memiliki fungsi legislasi yang kuat secara konstitusi dan masyarakat wajib menerima putusan itu.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Revisi UU KPK) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terus bergulir.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menanggapi terkait Revisi UU KPK dan meminta masyarakat untuk taat dan patuh terhadap keputusan hukum tersebut.

Ketua Umum PB HMI, Respiratori Saddam Al Jihad mengatakan, DPR memiliki fungsi legislasi yang kuat secara konstitusi dan masyarakat wajib menerima putusan itu.

"Diharapkan keputusan DPR RI menetapkan menetapkan 5 pimpinan KPK harus didukung demi fokus dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Kedepan kita pun harus menguatkan fungsi kontrol terhadap cita-cita dan platform pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Saddam dalam keterangan tertulisnya. Kamis (19/9/19).

Mengenai trigger mechanism, Saddam menilai KPK perlu bersinergi dengan berbagai unsur dalam menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia. "Trigger mechanism itu adalah wujud dari sinergitas antarlembaga. Apabila KPK bekerja sendiri sepertinya akan kurang maksimal dalam agenda pemberantasan korupsi," paparnya

Selain itu, menurut Ketua Bidang Hukum dan HAM PB HMI, Imam Taufik bahwa KPK selama ini terlampau kuat sehingga tidak ada satupun lembaga negara yang bisa mengawasi lembaga antirasuah tersebut.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peran Dewan Pengawas

Maka, keberadaan Dewan Pengawas KPK akan menjadi penting untuk mengawasi kinerja komisioner. Ia juga menilai bahwa Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) merupakan hal yang genting untuk diatur dalam UU KPK.

"Dewas itu sebagai penyeimbang di KPK. Jangan sampai hal itu dianggap upaya pelemahan, dan selama ini tidak ada SP3 di KPK. Padahal cukup banyak penanganan kasus yang tidak tertangani sesuai prosedur. Misalnya kekurangan alat bukti dan fakta yang kuat untuk pelaku korupsi. Untuk itu penting adanya SP3," tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.