Sukses


MPR: Menghidupkan GBHN itu Suara Rakyat, bukan Kami

Ma'ruf mengatakan, dalam masa periode 5 tahun MPR diberi tugas melakukan kajian dan evaluasi. Setidaknya, ada tiga hal yang dievaluasi dan dikaji MPR.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal MPR Dr. H. Ma'ruf Cahyono mengatakan, gagasan atau reformulasi perencanaan model GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dicetuskan oleh rakyat. Hal itu dikuatkan dengan survei yang dilakukan pihaknya terhadap kebutuhan GBHN.

"Suara terbanyak menghendaki haluan negara. Aspirasi itu muncul dari suara rakyat bukan MPR. Survei menunjukkan 85 persen mengatakan perlunya GBHN," kata dia saat membuka diskusi panel bertema "Evaluasi Pelaksananaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,  Yogyakarta, Selasa (10/9/2019).

Diskusi panel ini merupakan rangkaian Festival Konstitusi dan Anti Korupsi yang melibatkan MPR, Mahkamah Konstitusi, KPK, dan UGM yang berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 10-11 September 2019.

Ma'ruf melanjutkan, dalam masa periode 5 tahun MPR diberi tugas melakukan kajian dan evaluasi. Setidaknya, ada tiga hal yang dievaluasi dan dikaji MPR.

Pertama, soal sistem ketatanegaraan yang sudah sesuai dengan Pancasila atau belum. Kedua, soal konstitusi UUD NRI Tahun 1945 apakah sudah sesuai dengan kebutuhan.

Yang ketiga, bagaimana pelaksanaan dan implementasi dari konstitusi. Kemudian, kata dia, gagasan dan pikiran untuk penataan sistem ketatanegaraan sudah ada sejak MPR pada periode 2009 - 2014.

Dan tertuang dalam rekomendasi MPR periode 2009 - 2014. Misalnya terkait pemikiran tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD.

"Perubahan harus berlandaskan Pancasila dan kesepakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD,  masih tetap dengan sistem presidensial,  dan tidak mengubah NKRI," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejauh Mana Pelaksanaan UUD

Terkait dengan tema diskusi panel ini Ma'ruf menyebut, banyak implementasi atau pelaksanaan UUD yang harus dikaji karena ada hal-hal ideal dalam UUD yang belum dilaksanakan.

"Apakah UUD telah diimplementasikan dengan baik sesuai konsepsinya. Apakah dalam kenyataannya UUD sudah kita lakukan dan implementasikan," ujar dia.

Kemudian, perlu juga dilihat sejauh mana pelaksanaan UUD agar konstitusinya bisa berjalan baik. "UUD NRI Tahun 1945 menjadi living constitution atau konstitusi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat," imbuhnya.

Dia berharap lahirnya gagasan dan pemikiran analitis dari diskusi panel ini. Melalui Badan Pengakajian dan Lembaga Pengkajian MPR akan menelaah secara akademik gagasan dan pemikiran itu.

"Ini bagian-bagian pikiran masyarakat,  pikiran akademik,  sehingga tatanan negara tidak hanya baik di sistem tatanegara,  tidak hanya baik dalam konstitusinya tapi juga baik dalam pelaksanaannya," pungkasnya.

Selain Sekretaris Jenderal MPR Dr. H.  Ma'ruf Cahyono, hadir pula sebagai narasumber adalah Bambang Sadono selaku anggota Badan Pengkajian MPR, Prof Dr Kelian, Guru Besar Filsafat UGM, dan Prof Dr Ratno Lukito, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.