Sukses

Protes Revisi Undang-Undang, Pegawai 'Tutup' Gedung KPK

Komisioner KPK, Saut Situmorang menyampaikan penutupan ini merupakan simbolik.

Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau UU KPK. Revisi ini dinilai sebagai upaya sistematis melemahkan lembaga anti rasuah itu.

Wadah Pegawai (WP) KPK melakukan protes dengan 'menutup' Gedung KPK Merah Putih di Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019).

Sejumlah pegawai KPK menggunakan pakaian hitam melakukan aksinya dengan menutup logo KPK yang ada di depan kantor. Ada tiga logo yang ditutup yaitu di bagian depan gedung KPK, di tembok sebelah kanan di depan gedung dan di bagian paling atas gedung. Logo KPK ini ditutupi kain hitam sebagai tanda matinya KPK di zaman Presiden Joko Widodo.

Komisioner KPK, Saut Situmorang menyampaikan penutupan ini merupakan simbolik. Pihaknya ingin mengingatkan bahwa bangsa ini melalui jalan panjang dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Ini hanyalah sebuah simbol. Kita menutup dan mengingatkan ada jalan panjang yang harus dilalui oleh negeri ini. Dari pada sekadar membahas UU KPK yang kita harap kalaupun tadinya ada perubahan harusnya memperkuat bukan memperlemah," jelasnya.

Saut mengutip kalimat pelukis Frida Kahlo yang menyatakan bahwa dia tak pernah melukis ketakutan dan mimpi-mimpinya, namun melukis realita di sekitarnya."Quotes itu saya sampaikan bahwa KPK tidak pernah takut tapi KPK bicara kenyataan," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Saut menjelaskan, saat ini Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 38. Antara kenyataan dan tindakan pemimpin di negeri ini tidak sama. Seperti Piagam PBB ditandatangani tapi tak ditindaklanjuti.

"Sampai hari ini kita tidak laksanakan. Itu kenyataan. Kemudian diperparah lagi dengan Piagam PBB itu yang harus dijatuhi bahwa di suatu badan, di suatu negara yang permanen dan independen, terbebas dari pengaruh-pengaruh yang tidak penting. Bahkan ia harus menggunakan yang sifatnya spesial teknik dari Piagam PBB itu yakni penyadapan. Oleh sebab itu tidak sesuainya tindakan pikiran dan ucapan ini adalah fakta," protes Saut.

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.