Sukses


Aksi Seru Mahasiswa Bicara Masa Jabatan Presiden dalam Debat Konstitusi MPR

Para peserta debat masa jabatan presiden ini dinilai cocok menjadi anggota dewan.

Liputan6.com, Jakarta - Ajang Debat Konstitusi MPR 2019 digelar di Gedung Nusantara IV, Komplek Parleman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Dalam pagelaran itu, Tim Universitas Sumatra Utara keluar sebagai juara pertama.

Kemudian yang keluar sebagai juara kedua, yakni tim Universitas Andalas. Juara ketiga, yakni Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dan posisi keempat diduduki Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.

Dalam debat konstitusi yang menyoal masa jabatan presiden itu berlangsung seru.

Tim Universitas Sumatra Utara bertindak sebagai pro soal masa jabatan presiden berjalan 5 tahun dan boleh dua periode. Sementara sang lawan debat, tim dari Universitas Andalas sebagai kontra.

Sebagai tim kontra, tim Universitas Andalas menyebut, akan jauh lebih efektif jika jabatan presiden berjalan 7 tahun dan hanya 1 periode.

Alasannya, presiden akan lebih fokus dan tidak tersandra friksi politik. "Kami meyakini masa jabatan selama 7 tahun dan sekali periode," ujar tim Andalas.

Bantahan datang dari tim Universitas Sumatera Utara terkait dengan masa jabatan Presiden.

"5 tahun paling ideal. Jika. ada jabatan diperpanjang jadi 7 tahun merupakan kerugian yang nyata. Hilangnya tampil maksimal dan kehilangan motivasi politis," beber tim Universitas Sumatera Utara yang disambut riuh pengunjung.

Proses perjalanan argumen, debat, interupsi, dan lainnya dari masing-masing tim dinilai oleh para Dewan Juri yakni Pimpinan Badan Pengkajian MPR Rambe Kamarul Zaman, Sekretrais Jenderal MPR, Ma’ruf Cahyono, Ketua Lembaga Pengkajian MPR, Rully Chairul Azwar, Pakar Hukum Tata Negara, Ratno Lukito, dan Maria Farida Indrati serta Kepala Biro Pengkajian Setjen MPR Yana Indrawan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cocok Jadi Anggota Dewan

Sebelum menilai, Rambe Kamarul Zaman mengungkap sekilas sejarah peletakan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia terjadi saat amandemen UUD beberapa kali dan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengamandemen UUD dasar adalah MPR RI.

"Dasarnya penguasaan materi para peserta yang diperdebatkan sangat baik, kekokohan mereka dalam mempertahankan argumennya baik pro dan kontra terhadap tema sangat baik. Kalau saya, lihat anak-anak pro dan kontra ini cocok jadi anggota parlemen," kata Rambe disambut tepuk tangan riuh ratusan penonton.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.