Sukses

KPK Perpanjang Penahanan 6 Tersangka Kasus Suap Impor Bawang Putih

Perpanjangan penahanan tersangka kasus suap impor bawang putih ini berlaku selama 40 hari.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan enam tersangka kasus dugaan suap impor bawang putih. Perpanjangan penahanan berlaku selama 40 hari.

"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan dimulai tanggal 28 Agustus 2019 sampai 6 Oktober 2019," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (27/8/2019).

Pada kasus suap impor bawang putih 2019 ini, KPK menetapkan anggota DPR RI Komisi VI I Nyoman Dhamantra (INY) sebagai tersangka. Selain Nyoman, KPK menjerat lima orang lainnya dalam kasus ini.

Yakni Mirawati Basri (MBS) selaku orang kepercayaan Nyoman, Elviyanto (ELV) orang dekat Nyoman, dan tiga pihak swasta yakni Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).

Nyoman diduga meminta fee sebesar Rp 3,6 miliar dan Rp 1.700 hingga Rp 1.800 per kilogram dari pengurusan izin impor bawang putih dengan kuota 20 ribu ton untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh CSU alias Afung.

Dari komitmen fee tersebut, Nyoman diduga sudah menerima Rp 2 miliar yang dikirim oleh Doddy ke rekening kasir money changer milik Nyoman. Suap Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus surat persetujuan impor (SPI).

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Miris

Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku miris barang yang dijadikan kebutuhan masyarakat luas justru jadi ajang bancakan.

"Hal yang paling membuat miris adalah ketika perizinan impor salah satu produk pangan yang digunakan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia justru dijadikan lahan bancakan pihak-pihak tertentu," ujar Agus di Gedung KPK, Kuningan, Kamis 8 Agustus 2019 malam.

Agus menegaskan pihaknya akan terus membongkar praktik-praktik korupsi dalam sektor pangan. Dia berharap tak ada lagi permainan dalam sektor pangan yang bisa merugikan seluruh warga negara Indonesia.

"Semestinya praktek ekonomi biaya tinggi ini tidak perlu terjadi, dan masyarakat dapat membeli produk pangan dengan harga lebih murah jika tidak terjadi korupsi," kata Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.