Sukses

DPR: Pembangunan Ibu kota Baru Tidak Bisa Jalan Tanpa Undang-Undang

Marcus juga menilai kemungkinan bisa saja ada campur tangan swasta dalam pembangunan ibu kota baru.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi Golkar di DPR RI, Melchias Marcus Mekeng meyampaikan bahwa pemerintah tidak bisa membangun ibu kota baru tanpa adanya undangan-undang mengenai pemindahan ibu kota. Hal itu, kata Marcus, karena pengucuran anggaran terikat dengan perundang-undangan.

"Nggak bisa main anggarkan tanpa ada undangan-undang. Kalau nggak nanti penggunaannya kan menyalahkan undangan-undang," kata Marcus saat ditemui di Nusantara II, Komplek Gedung DLR RI, Jakarta Selatan, Selasa (27/8/2019).

Menurut Marcus, penggodokan undangan-undang tak akan memakan waktu yang lama. Asalkan sebagian besar pihak di DPR menyetujui hal itu. "Kalau proses pembangunan lima tahun juga udah jadi. Selam dijalankan dengan benar dan anggarannya dipersiapkan," ujar Marcus.

Marcus juga menilai kemungkinan bisa saja ada campur tangan swasta dalam pembangunan ibu kota baru. Namun, lanjutnya jika pemerintah bisa dan dirasakan anggarannya cukup, maka pemerintah sendiri pun bisa.

Akan tetapi, jika pemerintah tak cukup dana, kata Marcus, swasta bisa membangun ibu kota baru itu dengan skema sewa. Yaitu pemerintah menyewa gedung yang dibangun swasta tersebut, dan pemerintah menganggarkan dana sewanya dalam anggaran.

"Pemerintah menyewa dulu. Tanahnya tetap kita punya. Setelah 30 tahun bangunannya dimiliki pemerintah," paparnya.

Anggota Komisi II Yandri Susanto mengatakan pemindahan ibu kota Jokowi belum memiliki prosedur. Karena belum ada regulasi yang dipenuhi oleh pemerintah. RUU pemindahan ibu kota belum dibahas bersama DPR.

"Saya memandang pengumuman Pak Jokowi kemarin baru hanya sekadar wacana, belum ada kekuatan hukum, belum legal, apalagi menyangkut anggaran, tapal batas dan jumlah luasan tanah atau hektar yang akan dipakai," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

Ketua DPP PAN ini mengatakan fraksi belum setuju ibu kota dipindahkan. PAN mengkhawatirkan dari segi biaya yang tinggi untuk memindahkan ibu kota.

Dari segi hukum, Jokowi melakukan tindakan ilegal karena belum ada undang-undang yang disahkan tentang pemindahan. Sehingga apapun yang dibangun di sana ilegal.

"Dana yang disampaikan atau digunakan untuk membangun itu ilegal, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara UU. Pak Jokowi walaupun dia Presiden tapi dipilih oleh rakyat tapi dia tetap dinaungi perintah UU," ujar Yandri.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banyak UU yang Harus Direvisi

Yandri menyebut ada banyak undang-undang yang harus direvisi sebelum memindahkan ibu kota. Ada sembilan UU yang harus direvisi. Yaitu, UU No.29 Tahun 2007 tentang Daerah Provinsi Khusus Jakarta sebagai ibu kota, pembuatan UU tentang pembuatan daerah sebagai ibu kota, revisi uu penataan ruang di ibu kota baru.

Kemudian, revisi atau pembuatan UU pertanahan di ibu kota baru, revisi UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, revisi UU No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara, revisi UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pembuatan UU tentang kota dan revisi UU No.10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.

"Maka semua menyangkut UU yang akan diubah itu harus direvisi atau diubah total," ucap Yandri.

Selain itu, dia menilai surat pemberitahuan pemerintah ke DPR tentang pemindahan ibu kota, menyalahi aturan. Surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.

"Ada tata cara menurut UU, UU No.11/2012 tentang tata cara perundang-undangan, ada. Kalau sudah mengirimkan surat, sekali lagi itu nggak punya kekuatan hukum," ucap Yandri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.