Sukses

BMKG: Gempa di Bogor Cenderung Meningkat tapi Bakal Menurun Sendiri

Gempa di Bogor tak hanya terjadi pada hari ini. Sebelumnya rentetan gempa juga menyapa warga Bogor tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Gempa bermagnitudo 4 terjadi di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahkan getarannya terasa hingga Jakarta. Dalam laporannya, BMKG juga melaporkan pusat gempa terjadi di darat atau sekitar 101 kilometer barat daya Kabupaten Bogor.

Sedangkan titik koordinat gempa Bogor berada di 6,7 Lintang Selatan (LS) dan 106,51 Bujur Timur (BT). Kedalaman 5 kilometer.

Gempa di Bogor tak terjadi pada hari ini saja. Sebelumnya, pada 19 Agustus 2019 pukul 08.13 WIB, gempa magnitudo 3 juga menyapa bumi yang dikenal kota hujan tersebut.

BMKG mencatat ada empat kali gempa di Bogor yang berkekuatan di bawah magnitudo 5. Yaitu 19 Agustus 2019 pukul 22.52.16 WIB bermagnitudo 2,5, kemudian pukul 03.06.16 WIB berkekuatan M 3,9.

Selanjutnya pada 21 Agustus 2019 pukul 11.24.05 WIB, gempa bermagnitudo 3,4, dan pada hari yang sama pukul 20.49.58 WIB gempa M 3,3.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, jika diamati rentetan gempa yang sedang berlangsung di Bogor saat ini, fenomena gempa merupakan aktivitas gempa swarms.

Swarm adalah serangkaian aktivitas gempa yang terjadi di kawasan sangat lokal, dengan magnitudo relatif kecil, memiliki karakteristik frekuensi kejadian sangat tinggi, dan berlangsung dalam periode waktu tertentu.

"Aktivitas gempa di wilayah Bogor saat ini layak disebut swarm karena gempa yang terjadi sangat banyak tetapi tidak ada gempa yang magnitudonya menonjol sebagai gempa utama (mainshocks)," ujar Daryono kepada Liputan6.com, Jumat (23/8/2019).

Selain itu memang rata-rata magnitudo gempanya relatif kecil, yaitu kurang dari M 4,0.

"Jika kita amati klaster sebaran pusat gempa yang berlangsung saat ini, tampak aktivitasnya sangat lokal terkosentrasi di sebelah baratdaya Kaki Gunung Salak," ujar dia.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa Bogor yang terjadi dibangkitkan oleh penyesaran dengan mekanisme yang merupakan kombinasi pergerakan mendatar dan naik (oblique thrust fault) dengan kecenderungan strike berarah utara-selatan.

"Dari hasil analisis ini ada dugaan bahwa swarm yang terjadi berkaitan dengan mekanisme penyesaran lokal, apalagi didukung dengan data bentuk gelombang yang menunjukkan fasa gelombang S (shear) yang tampak kuat dan jelas," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sumber Gempa Dekat Gunung Salak

Namun demikian hingga saat ini belum diperoleh referensi mengenai keberadaan struktur sesar aktif yang diduga menjadi pembangkit gempa swarm ini.

"Hasil kajian yang dilakukan Pepen Supendi dkk tahun 2018 sudah menyebutkan adanya klaster aktivitas gempa di barat daya Gunung Salak ini. Di klaster ini terjadi 9 kali gempa selama periode 2011-2015 yang memiliki magnitudo M 2,0 hingga M 4,6," ujar dia.

Dalam peta seismisitas Jawa Barat dan Banten periode 1990 - 2000 juga tampak adanya klaster aktivitas gempa yang cukup mencolok di barat daya Gunung Salak.

"Ini artinya aktivitas gempa Klaster Bogor ini sebenarnya sudah sering terjadi sejak lama. Berdasarkan data hasil monitoring BMKG terkini, tampak ada kecenderungan frekuensi kejadian gempa swarm semakin meningkat," ujar dia.

Aktivitas gempa ini merupakan cerminan berlangsungnya proses pelepasan tegangan pada batuan kulit Bumi yang berlangsung karena karakteristik batuan yang rapuh (brittle).

"Jika medan tegangan yang tersimpan dalam sudah habis, maka aktivitas gempa swarm ini dengan sendirinya akan berakhir," kata Daryono.

Bagi kalangan ahli, gempa swarms merupakan fenomena alam biasa. Namun demikian karena fenomena semacam ini jarang terjadi dan masyarakat sebagian besar belum banyak memahaminya, maka wajar jika banyak warga yang merasa resah.

"Pada beberapa kasus gempa swarm biasa juga terjadi di zona gunungapi. Swarms dapat terjadi di bagian yang mengalami akumulasi medan tegangan berkaitan dengan aktivitas pergerakan magma," kata dia.

Selain berkaitan dengan aktivitas vulkanisme, beberapa laporan menunjukkan bahwa gempa swarms juga dapat terjadi di kawasan non vulkanik. Fenomena swarms memang dapat terjadi pada kawasan dengan karakteristik batuan rapuh dan mudah mengalami retakan-retakan (fractures).

Untuk menjawab apakah fenomena swarm pada klaster Bogor ini dibangkitkan oleh aktivitas sesar (tektonik) atau vulkanisme, tampaknya perlu ada kajian yang lebih mendalam untuk menjawabnya.

"Terlepas dari faktor penyebab pembangkit gempa swarm, yang pasti rentetan aktivitas gempa yang terjadi saat ini dan sebelumnya sudah cukup menjadi petunjuk bahwa adanya sumber gempa pada Klaster sebelah baratdaya Gunung Salak," demikian Daryono.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.