Sukses

Eks Dirut Garuda Indonesia dan Penyuapnya Ditahan KPK

Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo (SS) yang juga pendiri PT Mugi Rekso Abadi resmi ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo (SS) yang juga pendiri PT Mugi Rekso Abadi resmi ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soetikno merupakan penyuap Emirsyah Satar dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

"ESA ditahan di Rutan C1. SS ditahan di Rutan Guntur," ujar Kabag Pemberitaan dan Publikasi Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Rabu (7/8/2019).

Keduanya ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka suap. Emirsyah yang sudah mengenakan rompi tahanan berwarna oranye tak bersedia memberikan keterangan apapun kepada awak media.

Emirsyah Satar memilih langsung masuk ke dalam mobil tahanan. Sementara Soetikno yang lebih dahulu ditahan sempat meminta doa restu agar kasusnya segera usai.

"Mohon doa restunya," kata Soetikno sambil masuk ke mobil tahanan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ditahan Setelah 2 Tahun

Emirsyah dan Soetikno ditahan penyidik KPK setelah kurang lebih dua tahun menyandang status tersangka. Keduanya dijerat kasus suap pada Januari 2017 silam. Kini keduanya dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh KPK.

"KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

Syarif mengatakan, untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD.

Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Syarif mengatakan, selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

"Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan SS dalam membantu tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut," kata Syarif.

Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS selaku Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2007-2012.

"Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," kata Syarif.

Syarif merinci pemberian suap dari Soetikno yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto. Soetikno memberi Rp 5.79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Menerima suap dari Seotikno, Hadinoto pun dijerat sebagai tersangka suap oleh KPK.

"Tersangka HDS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," kata Syarif.

Sedangkan untuk kasus TPPU, Emirsyah dan Soetikno dijerat Pasal 3 atau pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.