Sukses

4 Hal yang Terungkap dari Guru Honorer Tinggal di Toilet Sekolah

Guru Honorer SDN Karya Buana 3 di Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, tinggal di toilet sekolahnya selama dua tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Upah sebagai guru honorer sebesar Rp 350 ribu per bulan tak cukup bagi Nining Suryanti dan keluarganya untuk mengontrak sebuah rumah. Terlebih sang suami hanya bekerja sebagai buruh serabutan.

Nining (44), sudah 15 tahun mengabdi di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten sebagai guru honorer. Atas izin pihak sekolah, keduanya lalu memodifikasi toilet sekolah menjadi tempat tinggal sejak dua tahun lalu.

"Dua tahun (tinggal di sini). WC (gabung) tempat masak, kalau tidur di samping WC, WC murid dan guru," kata guru honorer ini saat ditemui di kediamannya, Senin, 14 Juli 2019.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sang suami, Eby (46) membantu Nining menjaga warung jajanan untuk anak-anak di sekolah tersebut.

Nining sebenarnya telah memiliki rumah. Namun, lantaran termakan usia, rumah tersebut ambruk. Sedangkan untuk membangun kembali rumahnya, guru honorer ini terkendala biaya. 

Dirangkum dari Liputan6.com, berikut sejumlah hal yang terungkap dari guru honorer di Pandeglang, Banten, yang tinggal di toilet sekolah: 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tinggal di Toilet Sekolah

Nining Suryani memutuskan tinggal di toilet sekolah bersama keluarganya setelah rumah miliknya roboh akibat lapuk termakan usia. Terkendala biaya, membuat guru honorer ini tak bisa membangun kembali rumahnya.

Dia lalu meminta izin kepada pihak sekolah tempatnya bekerja untuk memodifikasi toilet menjadi hunian sementara bagi keluarganya. 

Pihak SDN Karyabuana 3 mengklaim tidak mengizinkan Nining, guru honorer di sekolah tersebut dan suaminya, Eby, mendirikan rumah satu atap dengan toilet sekolah.

Sekolah yang berlokasi di Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, hanya mengeluarkan izin membangun rumah di lahan kosong lainnya yang masih dalam kawasan SDN Karyabuana 3.

"Kami sudah larang, jangan di sana (berdampingan dengan toilet), agak ke belakang. Rumah pertama rubuh, karena kecil," kata Sukron, Komite SDN Karyabuana 3, saat ditemui di ruang guru, Senin (14/7/2019).

Sukron menyatakan, pihak kecamatan sudah ingin membongkar rumah Nining karena dianggap tidak layak huni.

"Pak Camat sudah suruh bongkar, tapi tergantung (persetujuan) Bu Nining. Kami sudah mau bikin rumah di (tanah milik) ibunya. Semua sudah siap bantu," dia menerangkan.

3 dari 5 halaman

Gaji Dibayar 3 Bulan Sekali

Kondisi keuangan menyebabkan Nining dan keluarganya tak bisa mengontrak rumah yang lebih layak. 

Pendapatannya Rp 350 ribu per bulan, dibayar setiap tiga bulan sekali. Honor yang dia dapat digunakan untuk membiayai putra pertamanya sekolah yang kini telah lulus SMA dan bekerja merantau di Jakarta.

Dengan penghasilan itu, Nining juga harus membiayai biaya putri keduanya yang tengah menempuh pendidikan kelas dua MTs di Yayasan Darul Ulum, di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Sementara, pendapatan suaminya juga tak menentu karena hanya bekerja sebagai buruh serabutan. 

Di tengah kondisi ekonominya yang terbatas, Nining tetap menjalankan tugasnya untuk mengajar di SDN Karya Buana 3. 

Guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, Nining dan Eby membuka warung jajanan untuk anak-anak di sekolah tersebut. Eby dengan telaten menjaga warung kecil tersebut.

4 dari 5 halaman

Tak Kunjung Jadi PNS

Selama 15 tahun bekerja, Nining menjadi guru kelas 1 dan mengajar seluruh mata pelajaran.

Perempuan 44 tahun ini sebenarnya pernah berkuliah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten, tetapi tidak dilanjutkan dan berhenti pada semester empat.

Kemudian, dia melanjutkan Strata Satu (S1)-nya di Universitas Terbuka (UT) kelas jauh di Kecamatan Cibaliung. Nining mengejar gelar S1-nya dengan harapan bisa menjadi PNS.

Setelah gelar sarjana disandang, harapannya menjadi PNS seolah pupus, lantaran terbentur usia yang sudah memasuki 44 tahun.

"Merasa putus asa karena pemerintah enggak ada kebijakan buat saya (diangkat menjadi PNS). Putus asa usia sudah tua, bagaimana selanjutnya kalau enggak ada perhatian dari pemerintah," kata Nining dengan mata yang berkaca-kaca.

5 dari 5 halaman

15 Tahun Mengabdi

Di tengah kondisi ekonomi yang terbatas, Nining tetap menjalankan tugasnya untuk mengajar di SDN Karya Buana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten. Lima belas tahun sudah ibu dari dua orang putra/putri ini mengabdikan hidupnya sebagai guru honorer.

Meski hidup serba kekurangan, Nining mengaku ikhlas menjalani kehidupan agar kedua anaknya bisa menjadi orang sukses.

Guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, Nining dan Eby membuka warung jajanan untuk anak-anak di sekolah tersebut. Eby dengan telaten menjaga warung kecil tersebut.

"(Anak) Dua, sekolah di MTs kelas dua yang kedua, yang pertama sudah lulus enggak dilanjutkan (kuliah). Anak harus sekolah terus, saya semangat (jadi guru honorer) untuk biaya sekolah (anak)," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.