Sukses

Nasib Pencari Suaka di Ibu Kota

Sejumlah warga menolak gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, dijadikan lokasi penampungan para pencari suaka.

Liputan6.com, Jakarta - Massoome (27), pencari suaka asal Afghanistan bersama dengan anak perempuannya berdiri di pinggir jalan, sore itu, Kamis 11 Juli 2019.

Setelah beberapa waktu menempati trotoar Jalan Kebon, Jakarta Pusat, wanita ini bersama ratusan orang lain dipindah ke lahan bekas gedung Kodim, Kalideres, Jakarta Barat.

Dia tersenyum. Harapannya, bisa dapat tempat tinggal.

Pelaksana Harian Gubernur DKI Jakarta, Saefullah, mengatakan penanganan para pencari suaka yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI telah melalui koordinasi dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

"Kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan azas kemanusiaan, sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari UNHCR dan pemerintah pusat," ujarnya, Jumat 12 Juli 2019.

Saefullah menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan pangan para pencari suaka, Dinas Sosial DKI Jakarta akan menyiapkan makanan siap saji selama satu pekan mendatang.

"Kita akan menyediakan makan tiga kali sehari. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan logistik, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sosial telah mendirikan sepuluh tenda," kata Saefullah.

Kepindahan mereka di bekas gedung Kodim ini menuai penolakan. Sejumlah warga menolak gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, dijadikan lokasi penampungan para pencari suaka.

"Di sini dekat dengan sekolahan nanti mengganggu aktivitas anak-anak belajar. Itu tidak bagus," ujar Budi, warga Komples Daan Mogot Baru, saat menyampaikan aspirasi di dekat penampungan, Sabtu 13 Juli 2019.

Budi menyatakan, pihaknya tidak menerima pemberitahuan sebelumnya terkait pemindahan ini.

"Tiba-tiba dibersihkan dan besoknya orang-orang itu datang semua," ungkap dia dikutip dari Antara.

Perkataan Budi disambut tepuk tangan warga yang berjumlah puluhan yang berkumpul di depan gedung eks Kodim.

"Kita demo bukan mengusir. Mereka ditaruh di sini juga tidak layak, dengan jumlah 1.100 orang. Mereka kemarin mandi dan makan saja teriak-teriak, kalau nanti ribut ke luar bagaimana?" ujarnya.

Warga lain bernama Deo menyatakan, jumlah pengungsi yang banyak dan ketiadaan jaminan keamanan juga menjadi dasar penolakan.

"Membantu secara kemanusiaan boleh, kita semua setuju akan itu. Tapi jangan mengorbankan warga Indonesia yang setiap bulan membayar pajak," ungkap Deo.

Lokasi penampungan pencari suaka memang berada tepat di samping sekolah Dian Harapan Daan Mogot. Para pengungsi tampak bebas berkeliaran di sekitar lokasi penampungan.

"Mereka baru tidak boleh keluar setelah jam 09.00," ujar salah satu petugas pamong praja di lokasi penampungan yang menolak disebut namanya.

Spanduk penolakan pencari suaka di kawasan Perumahan Daan Mogot Baru, Kalideres, Jakarta Barat, Minggu (14/7/2019). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Warga memasang beberapa spanduk penolakan di sekitar gedung, yang menyatakan warga tidak menginginkan keberadaan pengungsi pencari suaka.

Ketua RT 005, RW 17, Kelurahan Kalideres, Jantoni menyatakan spanduk bentuk aspirasi dari warga. 

"Ini semuanya warga yang menolak. Mereka berinisiatif membuat spanduk. Saya tidak ada data berapa buah jumlah spanduk," ujar dia saat ditemui, Minggu (14/7/2019).

Jantoni juga menyampaikan, aktivitas warga menjadi terganggu sejak ada para imigran.

"Mereka menganggu. Masalahnya waktu hari pertama sudah ada warga yang naik mobil diketok-ketok. Kemudian, katanya para imigiran cuma di dalam tapi kenyatanya pada keluar. Malah ada yang duduk dan tidur di emperan ruko. Saya bisa ngomong gini karena kontrol dan lihat sendiri," papar Jantoni.

Menurut Jantoni, Pemprov DKI sama sekali tidak berkoordinasi dengan warga dan pengurus RT setempat terkait penempatan imigran pencari suaka di bekas Gedung Kodim.

Jantoni menerangkan, sampai saat ini Ketua RW sedang mencari solusi dengan camat, Kapolres, Kapolsek, Dandim, dan Perwakilan Sekolah.

Dia menambahkan, akan melayangkan surat keberatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menanggapi keberadaan Imigran di lingkungannya.

"Sekarang ini lagi dilaksanakan petisi itu. Dan saya lagi kerjakan sementara 25 persen dari warga saya aja," tutup dia.

Sementara itu, Lurah Kalideres Mochamad Fahmi membantah tidak berkoordinasi dengan warga terkait dengan keberadaan pencari suaka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berapa Jumlah Imigran Pencari Suaka?

Pemprov DKI Jakarta menyediakan tempat penampungan sementara bagi imigran pencari suaka di bekas gedung Kodim Kalideres, Jakarta Barat. Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Irmansyah mengatakan, jumlah pencari suaka yang tinggal di bekas gedung Kodim angkanya fluktuatif.

"Jumlah pencari suaka yang ada di sana turun-naik," kata Irmansyah saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (14/7/2019).

Dia mengatakan, menurut data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), pada Jumat malam pencari suaka yang datang ke bekas gedung Kodim berjumlah 998 orang. Kemudian bertambah pada Sabtu pagi menjadi 1.155 orang. Sementara, Sabtu malam kembali menurun menjadi 1.000 orang.

Dia mengatakan, jumlah yang berubah tersebut karena sebagian dari pencari suaka ada yang berpindah dari bekas gedung Kodim. Mungkin juga, sebelumnya sudah ada tempat tinggal, atau hendak mengontrak di tempat lain.

"Jadi yang tahu UNHCR. Dari data mereka disampaikan kepada saya. Sekarang pastinya berapa. Nanti saya cek lagi," ucap dia.

Hingga kini, rata-rata pencari suaka berasal dari Afghanistan, Pakistan, Somalia, Sudan, Iraq, Iran. Rencananya ada penambahan 50 orang pencari suaka asal Yaman.

Irmansyah mengatakan, pendataan pencari suaka penting untuk mengetahui logistik yang harus disiapkan.

"Bagaimanapun kebutuhan mereka tidak boleh kurang. Tapi jangan sampai juga kita masak untuk 1.200 porsi tapi ternyata mereka cuma di bawah 1.000 porsi," ujar dia.

Menurut Irmansyah, tempat penampungan sementara berbeda dengan Rumah Detensi Dini. Sehingga, ia tak dapat memastikan kapasitas bekas gedung Kodim.

Tapi, kata dia, melihat dari kondisi kemarin, 1.155 orang pencari suaka bisa terakomodasi di tempat tersebut. "Nanti minta UNHCR yang menempatkan mereka," ucap dia.

Irmansyah mengizinkan masyarakat memberi bantuan kepada para pencari suaka berupa makanan dan perlengkapan untuk balita. Sebab, pihaknya hanya menyiapkan konsumsi untuk dewasa.

Meski begitu, dia mengimbau agar masyarakat tidak memberikan bantuan secara langsung kepada para pencari suaka. Dia khawatir, bila bantuan diberikan secara langsung dapat memicu kericuhan karena saling berebut.

Lurah Kalideres, Mochamad Fahmi mengaku kaget melihat jumlah pencari suaka yang tinggal di Eks Gedung Kodim, Kalideres Jakarta Barat. Sebab, angkanya melampaui dari yang diprediksikan.

"Sebenarnya gini saya pun berpikir jumlahnya 300 pengungsi, gak menyangka sebanyak ini. Loh kok jumlahnya 1.000 gitu," kata Fahmi ditemui di bekas Gedung Kodim, Minggu (14/7/2019).

Fahmi mengatakan, dirinya menjaga aktifitas para pencari suaka agar tidak menganggu warga.

Sebanyak 6 orang personel gabungan dari Satpol PP dan PPSU ditempatkan ke lokasi. Mereka akan berjaga selama 24 jam penuh. Petugas itu memberikan pemahaman untuk tidak berkeliaran.

"Kita juga gembok. Kita juga pasang spanduk pemberitahuan. Kemudian kita berharap temen-temen dari Satpol PP untuk mengimbau pada yang ada di luar ini untuk bisa masuk dan tidak berkeliaran," ujar dia.

Tapi, menurut Fahmi, mereka kadang kurang mengindahkan imbauan petugas di lapangan.

"Sama kita bandel, kita mengharapkan UNHCR di sini. Karena mereka dengar UNHCR, kalau sama kita nggak. Sama UNHCR patuh," ucap dia.

3 dari 3 halaman

Cerita Pencari Suaka

Massoome (27), imigran asal Afghanistan menggelandang di jalanan selama hampir 3 bulan. Sebelum dipindah ke bekas gedung Kodim Kalideres, Jakarta Barat, dia tinggal di trotoar di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, tak jauh dari Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), lembaga yang mengurus para pengngsi dan pencari suaka.

"Saya datang bersama suami dan anak saya, kami bertiga datang dengan pesawat," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jalan Kebon Sirih, tak jauh dari Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Jakarta Pusat, Selasa 9 Juli 2019.

"Passpor kami hilang diambil seseorang. Dia mengaku mau bantu kami, dan pergi membawa identitas kami. Saya kebingungan, dan saya menunggu kabar dari UNHCR," lanjutnya dengan bahasa Inggris ala kadarnya.

Namun, Massoome kembali tersenyum saat menuturkan pengalamannya selama menggelandang di Ibu Kota. Sembari duduk beralaskan tikar seadanya, dia mengaku warga Jakarta telah memperlakukan keluarganya dengan cukup baik.

"Orang-orang Indonesia baik. Mereka sering memberi kita makanan dan uang saat lewat," cerita dia.

Meski begitu, dia juga tahu diri, tidak mungkin berlama-lama menggelandang di Jakarta. Walau Indonesia salah satu negara yang membolehkan mereka bersinggah, Massoome tahu bahwa dia harus pergi suatu saat nanti.

Walau menggelandang, Massoome mengaku tetap bisa membersihkan diri dan memandikan anaknya. Hal ini dilakukannya di masjid yang ada di sekitar Kebon Sirih.

Kendati tidak mampu pergi ke negeri impiannya, Amerika Serikat, dia yakin akan akan segera mendapat negara yang mau menampungnya.

"Susah kalau mau ke Amerika. Tidak ada izinnya," kata Massoome.

Selain Massoome, adapula Husain. Trotoar di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, menjadi tempat dia bernaung sementara sambil menunggu kepastian negara pemberi suaka memberi lampu hijau kepada warga negara Afghanistan ini.

"Di sini lebih baik, saya bisa hidup lebih tenang meski begini. Memang tidak layak, tapi setidaknya tidak ada suara tembakan, ledakan bom, yang mengancam sewaktu-waktu, Jakarta is safe," kata Husain saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (8/7/2019).

Pemuda 24 tahun asal Afghanistan ini sudah setahun di Indonesia, Jakarta tepatnya. Trotoar Kebon Sirih bukanlah rumah pertamanya. Sebelum itu dia tinggal di trotoar Kalideres, Jakarta Barat.

"Saya mengharap suaka, di sini kami tinggal di depan Kantor UNHCR, agar mereka tahu kami ada," kata dia.

Dia menolak menjadi pengemis untuk bertahan hidup. Menurut dia, hal tersebut cukup berisiko bila sampai berurusan dengan aparat. Dampaknya, dia bisa dikembalikan ke negara asal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini