Sukses

Staf Khusus Menag Lukman Ternyata Usulan dari Romahurmuziy

Saat bersaksi di persidangan, Gugus mengaku dirinya diusulkan oleh Romahurmuziy menjadi staf khusus Menteri Agama.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPP, Gugus Joko Waskito dihadirkan sebagai saksi atas sidang kasus kasus suap jual beli jabatan yang melibatkan terdakwa Kakanwil Jawa Timur non aktif, Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi.

Saat bersaksi di persidangan, Gugus mengaku dirinya diusulkan oleh Romahurmuziy menjadi staf khusus Menteri Agama.

Dia menerangkan, pada 2016 ia dipanggil oleh Lukman untuk menghadap ke kantor Kementerian Agama. Saat itu Lukman menanyakan aktivitas Gugus.

Usai pertemuan, berkisar satu minggu kemudian ia dihubungi oleh Romahurmuziy, menyampaikan informasi bahwa Lukman ingin mengganti stafsus dan kemudian memilih Gugus. Awalnya, ia sungkan memenuhi tawaran jika stafsus sebelumnya berasal dari satu naungan partai politik.

"Setelah jawab begitu, Pak Romahurmuziy bilang partai sudah usulkan nama selain saya yang dianggap lebih berpengalaman, tapi Pak Lukman tetap meminta saya," kata Gugus saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Setelah berdiskusi, Gugus menjadi staf khusus Lukman pada 2016. Tugasnya yaitu memberi masukan dalam bidang agama serta mencari beberapa informasi tentang isu keagamaan secara tertutup.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terlibat Proses Seleksi Jabatan

Sebagai stafsus Menteri Agama, Gugus mengaku, pernah terlibat langsung dalam proses seleksi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag. Berdasarkan permintaan Lukman, ia menginventarisir tiga nama sebagai calon Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Satu diantara tiga calon adalah Haris Hasanudin.

"Saat itu saya inventarisir ada sekitar tiga nama termasuk Pak Haris. Setelah itu nama-nama yang diminta saya sampaikan ke Kabiro Kepegawaian," ujarnya.

Ia kemudian berkomunikasi dengan Haris. Hanya saja, ia membantah terjadi lobi-lobi agar Haris dilancarkan menjadi Kakanwil Kemenag Jatim.

"Kalau dapat informasi siapa kira-kira layak, tidak. Cuma tanya Pak Haris nama lengkap jabatannya," ujarnya.

Berdasarkan surat dakwaan, Haris pernah datang langsung ke kediaman Rommy di Condet, Jakarta Timur, sambil membawa uang Rp 250 juta. Uang tersebut kemudian dianggap jaksa sebagai bentuk suap.

Haris pun saat ini berstatus terdakwa. Ia didakwa menyuap anggota DPR 2014-2019 sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi berupa uang Rp 325 juta.

Haris juga disebut dalam surat dakwaan memberi uang dengan total Rp 70 juta kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin agar lolos seleksi pencalonan Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim. Sejatinya, Haris tidak lolos persyaratan administrasi.

Lukman, atas perintah Romi sebagai atasan struktural partai, membuat Haris lolos seleksi dan terpilih sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim. Bahkan dalam satu pertemuan, Lukman mengatakan siap pasang badan untuk Haris. Atas pernyataan tersebut, Haris memberi Rp 50 juta kepada Lukman.

Beberapa hari kemudian Haris kembali merogoh kocek Rp 20 juta untuk diserahkan kepada Lukman melalui Herry Purwanto sebagai bagian komitmen fee yang telah disiapkan.

Atas perbuatannya, Haris didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Sedangkan, Muafaq sebagai Kakanwil Kemenag Gresik didakwa menyuap Romi dengan total Rp 91,4 juta. Uang itu diberikan kepada Romi karena telah mengintervensi secara langsung dan tidak langsung agar Muafaq terpilih sebagai Kepala Kantor Kemenag Gresik.

Muafaq didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.