Sukses

Solusi Dirjen PAS Atasi Gejala Penyimpangan Seksual Narapidana dan Tahanan

Dirjen PAS, Sri Puguh Budi Utami membenarkan adanya penemuan gejala narapindana (napi) dan tahanan yang mengalami penyimpangan seksual.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami membenarkan adanya penemuan gejala narapindana (napi) dan tahanan yang mengalami penyimpangan seksual. Menurut dia, munculnya perubahan orientasi seksual ditengarai karena pembatasan hak seksual dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Ketika hukuman panjang kemudian bergaul hanya sejenis kemungkinan bisa terjadi (penyimpangan seksual)," kata Sri saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (9/7/2019).

Sri mengatakan, solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan mengoptimalkan konsep revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan.

Contohnya, narapidana yang awalnya menghuni maximum security, ketika masa tahanan hampir habis, dipindahkan ke lapas medium security, dan terakhir lapas minimum security. Hal ini dilakukan dengan asesmen yang tepat.

Sebab, yang terjadi selama ini tidak demikian. Narapidana dan tahanan hanya ditempatkan di satu lapas sampai masa penahanan berakhir.

"Pembinaan dengan menekankan perubahan perilaku memudahkan mereka berubah lebih baik," ujar dia.

"Pemindahkan ke lapas minimum security meminimalisir bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya disorientasi seksual karena di lapas minimum security sudah di pertemukan yang bersangkutan dengan istri atau suaminya dalam waktu tertentu," ujar Sri Puguh.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Usulan Pengguna Narkoba Tak Ditahan

Sri menyarankan, sebaiknya pengguna narkoba tidak dikenai hukuman pidana. Saat ini, penghuni lapas dan rutan di Indonesia didominasi kasus narkoba. Jumlahnya mencapai 128 ribu.

"50 persen isi lapas dan rutan terkena kasus narkoba," ujar dia

Makanya, Sri menyarankan agar pengguna narkoba tidak dikenai pidana. Seperti yang tertuang di Undang-Undang Narkotika.

"Kami sepakat dengan mandat Undang-Undang bahwa pengguna direhabilitasi, ujar dia.

"Dengan diberikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bisa mengurangi over capacity di lapas dan rutan sekaligus juga meminimalisir kemungkinan-kemungkinan gejala penyimpangan seksual," tutur dia.

Sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual napi.

"Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti usai acara pembekalan terhadap petugas di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin (8/7/2019).

"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimana seseorang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kan kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada," lanjut dia.

Meski demikian, Liberti mengaku tidak bisa menyebutkan lokasi lapas dan jumlah napi yang orientasi seksualnya berubah.

"Tidak etis kalau saya buka," lanjutnya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.