Sukses

KPK Jadwalkan Periksa Muhammad Nasir Terkait Kasus Suap Bowo Sidik

Keterangan Nasir diperlukan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Indung, anak buah Bowo Sidik di PT Inersia.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir. Politikus Partai Demokrat itu bakal diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.

Dalam pemeriksaan ini, keterangan Nasir diperlukan untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Indung, anak buah Bowo Sidik di PT Inersia.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND (Indung)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (24/6/2019).

Belum diketahui secara pasti kaitan Nasir dengan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Bowo dan Indung. Namun, ruang kerja Nasir yang merupakan Wakil Ketua Komisi VII DPR pernah digeledah tim penyidik KPK pada 4 Mei 2019 lalu.

Penggeledahan ini dilakukan lantaran KPK menduga Bowo menerima gratifikasi terkait pengurus Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, tak ada barang bukti yang disita tim penyidik saat menggeledah ruang kerja Nasir yang merupakan adik dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.

Selain Nasir, penyidik juga akan memeriksa staf Nasir, Rati Pitria Ningsi, dan tiga pihak swasta bernama Novi Novalina, Tajuddin, dan Kelik Tuhu Priambodo. Mereka semua akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Indung.

Sebelumnya, KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka kasus dugaan suap jasa pengangkutan antara PT Humpuss Transportasi Kimia dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Selain Bowo, KPK juga menjerat dua orang lainnya yakni Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) Asty Winasti, dan pegawai PT Inersia bernama Indung.

KPK menduga ada pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran menggunakan kapal PT HTK tersebut.

Dalam perkara ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metric ton. Diduga, Bowo Sidik telah menerima suap sebanyak tujuh kali dari PT Humpuss.

Total, uang suap dan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik dari PT Humpuss maupun pihak lainnya yakni sekira Rp 8 miliar. Uang tersebut dikumpulkan Bowo untuk melakukan serangan fajar di Pemilu 2019.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Panggil Mohammad Jafar Hafsah

Tim penyidik KPK juga berencana memeriksa mantan anggota DPR RI Mohammad Jafar Hafsah terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Jafar dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Golkar nonaktif Markus Nari.

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media, Senin (1/7/2019).

Selain Jafar, penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan saksi lainnya. Seperti Direktur PT Gajenda Adhi Sakti Azmin Aulia, Mantan sales Director PT Oracle Indonesia Tunggul Baskoro, serta Asisten Manager Keuangan dan Akuntansi PT Sandipala Arthapura Fajri Agus Setiawan.

"Serta dua orang swasta, Muda Ikhsan Harahap dan Dedi Prijono," kata Febri.

Politikus Golkar Markus Nari dijerat dua sangkaan oleh KPK, yaitu dugaan korupsi proyek e-KTP dan kasus menghalangi penyidikan kasus tersebut. Namun, KPK mempertimbangkan untuk menggabung dua berkas perkara milik tersangka Markus Nari.

"Hampir keseluruhan penyidikan Pasal 21-nya itu sudah berjalan. Sedang dipertimbangkan apakah berkas perkaranya nanti digabung dengan perkara induk, kasus e-KTP," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 27 Februari 2017.

Febri mengatakan penggabungan berkas perkara tersebut dapat memenuhi prinsip peradilan cepat. Kendati begitu, kata dia, masih ada sejumlah saksi yang akan dibutuhkan keterangannya terkait penyidikan kasus Markus Nari.

"Karena yang MN (Markus Nari) itu kan fase berbeda dengan kasus e-KTP tersangka Irman dan lain-lain. Dia diduga menerima terkait dengan proses penambahan anggaran, jadi tempusnya berbeda," tutur Febri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.