Sukses

Kontroversi Penerbitan IMB Reklamasi oleh Anies Baswedan

Demo aksi protes atas keputusan Anies pun sempat terjadi di depan Balai Kota pada Senin, (24/6/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk kawasan reklamasi di Teluk Jakarta yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menuai banyak kontroversi. Beberapa pihak menyatakan tidak setuju, namun beberapa lainnya membela langkah Anies.

Penolakan terbesar terutama datang dari para pendukung Anies semasa Pilkada DKI 2017. Pengamat Politik, Ray Rangkuti menilai penerbitan IMB telah menggerus basis loyalisnya semasa Pilkada DKI 2017. Pasalnya, kaum antireklamasi berharap pengerjaan reklamasi tidak hanya ditunda, namun juga dibongkar dan dikembalikan menjadi laut.

"Anies melukai kaum pendukung gerakan itu, antireklamasi. Banyak dari mereka yang terkejut, artinya basisnya akan berkurang lagi," kata Ray dalam sebuah diskusi bertajuk 'Polemik Reklamasi' di Formappi, Jakarta, Minggu (23/6/2019).

"Itu menurut saya, Anies berjanji terlalu ideal, jadi publik menangkapnya di atas ekpektasi," lanjut Ray.

Demo aksi protes atas keputusan Anies pun sempat terjadi di depan Balai Kota pada Senin, (24/6/2019). Massa yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menggelar aksi jalan mundur dari Monumen Patung Kuda Arjuna Wijaya menuju Balai Kota Jakarta untuk memprotes terbitnya IMB.

Selain itu, beberapa anggota dewan DRPD DKI juga sempat mengusulkan untuk diadakannya hak interpelasi atas keputusan Anies tersebut. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik setuju jika wacana interpelasi yang diajukan beberapa partai terhadap Anies benar-benar dilakukan.

Menurutnya, hal ini agar kepastian hukum terkait penerbitan IMB diperoleh.

"Interpelasi sih saya kira boleh lah. Untuk kepastian hukum saya menyetujui," tukas Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Di sisi lain, beberapa pihak membela keputusan Anies Baswedan atas penerbitan IMB. Wakil Presiden Jusuf Kalla justru menilai kebijakan Anies tersebut sebagai suatu hal yang realistis dan pragmatis. Menurutnya, IMB reklamasi baik untuk diterbitkan bila mempertimbangkan besarnya biaya yang sudah keluar untuk pembangunannya.

"Kita harus realistis dan pragmatis, mereka udah reklamasi dengan biaya triliunan. Dan udah terjadi, tidak mungkin lagi dibongkar, siapa yang mau bongkar. Kenyataan mereka sudah membangun dengan izin pemerintah yang lama ya," kata JK di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (25/6/2019).

Tidak ketinggalan, Ketua DPW PSI Jakarta Michael V Sianipar juga mengapresiasi langkah Anies yang dinilainya telah memberikan kepastian hukum. Menurutnya, kepastian hukum itu akan memberikan dampak terhadap pihak swasta dan masyarakat Jakarta dalam konteks reklamasi.

"Jadi pada saat IMB keluar diterbitkan oleh Pak Gubernur, Pak Anies Baswedan, walaupun kami selama ini bersikap kritis terhadap beliau, tapi satu hal yang kami apresiasi adalah keinginan beliau untuk memberikan kepastian hukum," ujar Michael dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (23/6/2019).

Kemudian, Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Santoso menyatakan, partainya juga masih menelaah wacana hak interpelasi atas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Pulau Reklamasi. Menurutnya, sebaiknya wacana tersebut tidak dilakukan dengan terburu-buru.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rencana Reklamasi Sudah Sejak 1995

Sebab, mereka tidak ingin melakukan interpelasi bila ternyata keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ternyata tidaklah salah.

"Karena kita nggak mau juga membuat interpelasi ternyata apa yang dilakukan gubernur bener gitu kan, buat apa buang-buang tenaga, sementara masih banyak pekerjaan lain yang masih bisa diselesaikan," tutur Santoso saat dihubungi, Kamis (20/6/2019).

Reklamasi sendiri bukanlah hal baru untuk Jakarta dan sudah dilakukan sejak tahun 1980-an. Rencana reklamasi seluas 2.700 hektar ke daerah Jakarta Utara juga telah dipaparkan pertama kali di hadapan Presiden Soeharto pada Maret 1995.

Saat itu, reklamasi diusulkan guna mengatasi masalah kelangkaan lahan di Jakarta, selain juga untuk mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang dinilai lebih tertinggal dibanding empat wilayah lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.