Sukses

Tenaga Kerja Usia Produktif, Siap 'Ditransfer' ke Jepang

Kerja sama Indonesia dan Jepang itu sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat menjalin kerja sama dibidang penempatan tenaga kerja berketrampilan spesifik atau Spesified Skilled Worker (SSW). Nantinya para tenaga kerja usia produktif itu akan bekerja di Jepang. 

Kesepakatan kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) dan Memorandum of Understanding (MoU) tentang pemagangan antara Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii di ruang Tridharma Kemnaker, Jakarta, Selasa (25/6).

"Ini kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi jabatan-jabatan di sektor formal yang banyak dibutuhkan di Jepang," kata Hanif Dhakiri usai melakukan penandatanganan MoC dan MoU.

Hanif Dhakiri menyatakan, selama ini Jepang relatif tertutup bagi TKA. Namun mengingat adanya masalah populasi di Jepang, kini negeri sakura itu telah membuka diri untuk bekerja sama bidang penempatan tenaga kerja yang sebelumnya masih kerja sama pemagangan.

Hanif Dhakiri mengungkapkan, saat ini hingga beberapa tahun ke depan, Jepang akan mengalami shortage tenaga kerja dan aging society. Dengan kondisi tersebut, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja usia produktif, maka Jepang harus merekrut tenaga kerja asing.

Kebijakan baru dikeluarkan pemerintah Jepang dengan menerbitkan regulasi keimigrasian berupa residential status baru bagi SSW (TKA) yang akan bekerja ke Jepang.

"Dengan residential status tersebut, Pemerintah Jepang membuka peluang kerja pada 14 sektor bagi tenaga kerja asing SSW. Total kuota SSW untuk seluruh negara, termasuk Indonesian ada 345.150 tenaga kerja," kata Hanif Dhakiri.

Hanif menjelaskan, kondisi Jepang dengan aging population (penuaan) dan bonus demografi (pemudaan) yang dialami Indonesia akan menguntungkan kedua belah pihak dan memberikan manfaat bagi kedua pihak.

"Kami targetkan lima tahun depan dapat mengambil sekitar 20 persen atau 70 ribu orang dari 350 ribuan kebutuhan tenaga kerja asing di Jepang," katanya.

Adapaun, sektor-sektor pekerjaan yang dibutuhkan antara lain, Care worker, Building Cleaning Management, Machine Parts and Tooling Industries, Industrial Machiner, Industry Electric Electronics, and Information Industries Construction Industries Shipbuilding and Ship Machinery Industri, Automobile repair and maintenance, Aviation Industry, Accomodation Industry, Agriculture, Fishery and Aquacultur, Manufacture of food and beverages, dan Food Service Industry.

Untuk mempercepat proses penempatan ini, maka langkah pertama bisa dimulai dari pemuda yang sedang mengikuti program pemagangan di Jepang.

Sebelumnya masa pemagangan hanya tiga tahun, maka bisa diperpanjang menjadi lima tahun. Kedua, alumni pemagang Jepang yang sudah kembali ke Indonesia.

Membuka Peluang

Sementara itu, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Maruli A. Hasoloan, menambahkan kandidat tenaga kerja berketerampilan spesifik atau SSW terbagi ke dalam empat kategori. 

Pertama, new comer (calon pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki pengalaman magang di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia). Kedua, Ex-TIT in Indonesia (calon pekerja migran Indonesia yang memiliki pengalaman magang/Technical Intern Trainee (TIT) di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia). 

Ketiga, Ex-TIT in Japan (calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan program magang di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang). Keempat, student (calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan formal di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang).

"Pemerintah Jepang telah membuka peluang bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mengirimkan tenaga kerja mudanya mengikuti program pemagangan  di perusahaan-perusahaan Jepang. Hingga Mei 2019, Indonesia telah memberangkatkan 81.302 orang peserta," kata Maruli.

Dalam rangka memberikan perlindungan pada peserta pemagangan WNA di Jepang, parlemen Jepang telah menetapkan Act No.89 Tahun 2016 on Proper Technical Intern Training and Protection of Technical Trainees (Act on TITP) dan diberlakukan pada 1 November 2017. 

Adapun lima poin penting dalam draft MoC, kata Maruli, pertama yaitu penunjukkan contact point dari masing-masing pmerintah dalam penyelenggaraan pemagangan bagi peserta asal Indinesia di Jepang. 

Contact point pihak Jepang adalah OTT, MOJ, MHLW. "Sedangkan pihak Indonesia adalah Direktorat Bina Pemagangan, Ditjen Binalattas Kemnaker," ujar Maruli.

Poin kedua, lanjut Maruli, ketentuan yang tertuang dalam draft MoC tetap mempertahankan peraturan perundangan yang berlaku di masing-masing negara. Ketiga, Kemnaker berkewajiban untuk mengirimkan informasi dan daftar lembaga pengirim yang memenuhi persyaratan dan sudah memiliki izin. 

Keempat, pihak kementerian di Jepang berkewajiban bertanggung jawab untuk mengawasi lembaga pengirim/penerima di wilayah negara masing-masing. Kelima, Kemnaker dan pihak kementerian di Jepang bertanggung jawab untuk mengawasi lembaga pengirim/penerima di wilayah negara masing-masing.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.