Sukses

Pengacara Yakin Ratna Sarumpaet Bebas dari Tuntutan Jaksa

Jaksa penuntut umum menuntut Ratna Sarumpaet dengan hukuman 6 tahun penjara.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet telah membacakan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 18 Juni 2019. Jaksa penuntut umum menuntut Ratna dengan hukuman 6 tahun penjara.

Namun, berkaca dari pleidoi aktivis itu, pengacara Insank Nasruddin yakin majelis hakim tak mengabulkan tuntutan jaksa. 

"Iya (yakin bebas). Artinya, kalau kami menilai berdasarkan fakta di pengadilan, ya tidak ada alasan. Ibu Ratna harus dilepaskan dari segala tuntutan," kata Insank, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

Menurut dia, hakim tak mempunyai alasan untuk memvonis aktivis HAM tersebut. Pasalnya, dia yakin berita bohong yang dibuat Ratna Sarumpaet tak menimbulkan keonaran.

"Karena berbahaya sekali manakala ibu Ratna dipidana. Karena rujukannya adalah demonstrasi keonaran, di medsos silang pendapat dikatakan keonaran," tutur Insank.

Sebelumnya, Ratna Sarumpaet dituntut 6 tahun penjara di kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Jaksa menilai Ratna Sarumpet melakukan penyebaran berita bohong atau hoaks.

Jaksa Daroe Tri Sadono membacakan tuntutan itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa 28 Mei 2019.

"Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah," kata Daroe Tri Sadono.

Kasus ini bermula saat Ratna Sarumpaet mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018. Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan penganiayaan, melainkan imbas operasi sedot lemak.

Akibat kebohongannya itu, Ratna Sarumpaet dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pleidoi Ratna

Persidangan dengan terdakwa penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet memasuki babak akhir. Ratna yang telah menyiapkan nota pembelaan atau pleidoi, membacakannya sambil menangis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Dalam pembelaannya itu, Ratna menyebut bahwa kasus yang menjeratnya sarat muatan politis. Dia menuding sejumlah pihak seperti media massa, media sosial, bahkan penyidik berusaha keras menggiring kasus yang menjeratnya ke panggung politik.

"Seolah saya telah dengan sengaja menciptakan dan menyebarkan kebohongan demi kepentingan salah satu pasangan calon presiden," kata Ratna yang membacakan nota pembelaannya sambil menangis dan terbata-bata.

Untunglah, kata dia, persidangan demi persidangan yang digelar dan telah melalui saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan di persidangan tidak mampu membuktikan bahwa apa yang diberbuatnya sebagai upaya untuk menguntungkan salah satu konstestan Pilpres 2019.

"Tapi semata-mata untuk menutupi pada anak-anak saya 'dalam usia saya yang sudah lanjut saya masih melakukan operasi plastik sedot lemak'," kata Ratna.

Dia juga mengaku tidak merasa membuat keonaran bahkan kericuhan di masyarakat.

"Saya tidak mengerti keonaran seperti apa yang dimaksud JPU yang telah terjadi akibat kebohongan saya" Kata Ratna dalam pledoi nya.

Alasan utama Ratna mengatakan kebohongan adalah karena kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan kelompok tertentu dan lain sebagainya, Ratna juga merasa dirinya tidak membohongi publik.

"Kebohongan yang saya lakukan sangat jauh dari menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA. Kebohongan yang saya lakukan sangat bersifat pribadi dan disampaikan hanya kepada orang-orang terdekat saya dan beberapa orang kawan. Tidak ada sedikitpun narasi atau kata-kata yang saya pakai dalam kebohongan itu yang dapat menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Ratna lebih lanjut.

"Jaksa Penuntut Umum secara terang-terangan mengabaikan kesaksian saudara Teguh Arifiadi sebagai Ahli ITE dariMenkominfo yang notabene ahli dari Pemerintah yang mengatakan bahwa, 'Tidak ada keonaran di media sosial, yang ada trending topic'," ujar Ratna.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.