Sukses

Menag Lukman Hakim Bantah Terima Rp 70 Juta dari Kakanwil Jatim

Lukman membantah ada pertemuan khusus dengan Haris, terkait dengan pertemuan di Hotel Mercure, Lukman mengaku kedatangannya untuk pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menerima suap dengan total Rp 70 juta, baik secara langsung atau melalui perantara, dari Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Penerimaan tersebut merupakan bagian komitmen fee yang telah disediakan Haris karena berhasil menduduki jabatan Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Menanggapi hal tersebut, Lukman membantah dirinya menerima suap Rp 70 juta.

 "Saya sungguh terkejut. Kenapa? Karena sungguh saya sama sekali tidak pernah menerima sebagaimana yang didakwakan, Rp 70 juta dalam dua kali pemberian katanya menurut dakwaan itu. Rp 20 juta dan 50 juta. Jadi sama sekali saya tidak pernah mengetahui apalagi menerima,” kata Lukman di Kantor Kemenag, Jakarta, Senin (3/6/2019).

Lukman membantah ada pertemuan khusus dengan Haris, terkait dengan pertemuan di Hotel Mercure, Lukman mengaku kedatangannya untuk pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag.

"Saya tidak pernah menghadiri atau pertemuan khusus bersama dia. Jadi pertemuan saya, saya datang ke Hotel Mercure untuk melakukan pembinaan pada sejumlah ASN Kementerian Agama itu langsung saya lakukan. Jadi tidak ada jeda waktu semenit pun untuk saya hanya berdua dengannya,” jelas dia. 

Sementara tuduhan menerima Rp 20 juta, menurutnya ajudannya hanya menerima Rp 10 juta dan saat ini sudah dikembalikan ke KPK.

"Uang sebagaimana dinyatakan saudara Haris diberikan kepada saya, sama sekali tidak pernah saya sentuh. Yang menerima 20 juta itu bukan, tapi Rp 10 juta, yang menerima adalah ajudan saya. Dan saya baru dikabari oleh ajudan saya malam setelah tiba di Jakarta. "Pak ini titipan dari Kakanwil". Saya mengatakan apa konteks nya karena saya merasa uji tidak jelas,” jelasnya

Mengetahui ada pemberian uang Rp 10 juta yang diterima ajudannya, Lukman mengaku uang jtu bukan haknya sehingga ia ingin mengembalikan ke Haris. 

"Saya tidak punya hak menerima itu karena saya hadir di Tebu Ireng bukan agendanya Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur, itu agendanya Pondok Pesantren Tebu Ireng kerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Saya hadir sebagai Menteri Agama yang berbicara sebagai narasumber," ucap dia.   

"Oleh karena itu saya merasa tidak berhak menerima honorarium itu dan pada saat itu juga memerintahkan ajudan saya untuk mengembalikan, itu tanggal 9 Maret malam untk mengembalikan lagi ke saudara Haris,” kata dia. 

Namun hingga OTT Haris pada 15 Maret, ajudan belum sempat mengembalikan uang Rp 10 juta pada Haris, maka pada 22 Maret Lukman baru bisa mengembalikan ke KPK.

"Maka kemudian saya memutuskan uang Rp 10 juta itu saya serahkan ke KPK sebagai gratifikasi dan saya resmi mendapatkan tanda terima gratifikasi dari KPK. Artinya KPK menerima laporan saya dan menyikapi sebagaimana ketentuan yang berlaku. Karena ketentuannya menyatakan jangka waktu 30 hari kerja gratifikasi yang diterima penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada KPK,” beber dia. 

Pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukanlah kali pertama. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi. Menag bahkan pernah menerima penghargaan dari KPK sebagai salah satu pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik Negara.

Penghargaan disampaikan pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017. Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan itu, yaitu: Presiden, Wapres, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ikuti Saran Romi

Diketahui, Haris sedianya tidak lolos persyaratan administrasi karena pernah dijatuhi sanksi sedang pada 2016 berupa penundaan kenaikan pangkat selama empat tahun. Namun, syarat itu 'diterobos' dengan adanya intervensi Lukman dan Muhammad Romahurmuziy sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Romi meminta Menteri Lukman agar tetap memasukkan nama Haris ke dalam daftar calon meski dengan segala risiko.

Pada 31 Desember 2018, Sekretaris Jenderal Kemenag Muhammad Nur Kholis atas arahan Lukman Hakim Saifuddin memerintahkan Ahmadi selaku panitia pelaksana seleksi menambahkan dua peserta dalam Berita Acara Panitia Seleksi Nomor: 2/PANSEL/12/2018 yaitu Haris Hasanudin dan Anshori.

1 Maret 2018, Lukman menemui Haris di sebuah hotel di Surabaya dan menyatakan akan 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Haris sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim. Atas pernyataan tersebut, Haris memberi Rp 50 juta kepada Lukman.

"Dalam pertemuan tersebut Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan bahwa ia 'pasang badan' untuk tetap mengangkat terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, terdakwa memberikan uang kepada Lukman Hakim Saifuddin sejumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," tutur jaksa.

Kemudian pada 4 Maret 2019, terdakwa diangkat sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur dan dilantik pada keesokan harinya. Pada 9 Maret 2019, Haris kembali merogoh kocek Rp 20 juta untuk diserahkan kepada Menteri Lukman melalui Herry Purwanto sebagai bagian komitmen fee yang telah disiapkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.