Sukses

Perjalanan Kasus Sofyan Basir hingga Akhirnya Ditahan KPK

Sebelu akhirnya ditahan, Dirut PLN nonaktir Sofyan Basir bahkan sempat mengultimatum Sofyan Basir karena tak kunjung datang memenuhi panggilan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir.

Ia ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1 pada Senin, 27 Mei 2019 malam. Sofyan Basir akhirnya datang memenuhi panggilan KPK pada pukul 19.00 WIB.

Sebelumnya, lembaga antirasuah itu bahkan sempat mengultimatum Sofyan Basir karena tak kunjung datang memenuhi panggilan KPK.

Penetapan tersangka Sofyan Basir merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Kotjo, dan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.

Sofyan Basir diduga bersama-sama Eni Saragih dan Idrus menerima suap dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Berikut perjalanan kasus Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir hingga ditahan KPK dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

1. Kronologi Awal

Sebelum resmi menyandang status tersangka, Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir beberapa kali dipanggil oleh KPK untuk pemeriksaan sebagai saksi.

Seperti saat pemanggilan pada 7 Agustus 2018, Sofyan Basir mengakui datang KPK untuk diperiksa sebagai saksi dari Johannes Kotjo.

"Diperiksa saksi buat Kotjo," ujar dia kala itu.

Kemudian pada 28 September 2018, Sofyan Basir juga kembali dipanggil oleh kpk untuk kasus yang sama. Kali ini, Sofyan Basir menegaskan bahwa pertemuan yang dilakukannya dengan sejumlah pihak hanya membahas soal teknis proyek PLTU Riau-1.

Saat itu, dia pun membantah adanya pertemuan untuk lobi-lobi dan membahas fee proyek senilai USD 900 juta.

"Oh enggak ada (lobi) misalkan ada (pembahasan) suku bunga ya. Tapi yang lain sudah disampaikan pada KPK. Jadi sudah saya sampaikan ke KPK," kata dia.

Sofyan Basir juga sempat hadir di persidangan perkara PLTU tersebut dengan terdakwa Eni Maulani Saragih. Kehadiran Sofyan Basir pada 11 Desember 2018 tersebut juga dalam status sebagai saksi.

Seiring dengan bergulirnya kasus tersebut, Sofyan Basir diketahui telah sembilan kali ikut dalam pertemuan antara Eni Saragih dan Johannes Kotjo. Tidak sendirian, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Persero Supangkat Iwan Santoso disebut ikut menemani Sofyan Basir dalam pertemuan ini.

Setelah berstatus sebegai saksi, pada 23 April 2019, kemarin, akhirnya KPK resmi menetapkan sebagai tersangka. Sofyan Basir diduga membantu dan juga menerima janji fee dengan bagian sama seperti yang diterima oleh Eni Saragih.

"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK.

Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham, Mantan Menteri Sosial yang juga ikut tersangkut dalam kasus tersebut. Sofyan Basir pun terancam hukuman pidana 20 tahun atas kasus ini.

 

3 dari 8 halaman

2. Jadi Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT. PLN nonaktif Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1.

Sofyan diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes B. Kotjo.

Berdasarkan laman harta kekayaan penyelenggara negara yang diakses melalui acch.kpk.go.id Sofyan Basir tercatat memiliki harta mencapai Rp 119 miliar. Sofyan terakhir melaporkan hartanya pada 31 Juli 2018.

Sofyan tercatat memiliki harta tidak bergerak berupa 16 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah wilayah seperti Jakarta Pusat, Tangerang Selatan, dan Bogor dengan nilai total Rp 37.166.351.231.

Sedangkan untuk harta bergerak, Sofyan tercatat memiliki lima jenis mobil, dari Toyota Avanza, Toyota Alphard, Honda Civic, BMW tahun 2016, serta Land Rover Range Rover tahun 2014. Total harta bergeraknya senilai Rp 6,3 miliar.

Mantan Direktur Utama Bank BRI ini juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 10,2 miliar, surat berharga Rp 10,3 miliar, serta kas dan setara kas Rp 55,8 miliar. Sofyan Basir tak tercatat memiliki hutang.

Jadi secara total, harta kekayaan Sofyan senilai Rp 119.962.588.941.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 Ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

4 dari 8 halaman

3. KPK Periksa Banyak Saksi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur PT Global Energi Manajeman Mah Riana sebagai saksi tersangka Dirut nonaktif PLN Sofyan Basir dalam kasus suap PLTU Riau-1.

"Yang bersangkutan (Mah Riana) akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa, 7 Mei 2019.

Selain Mah Riana, penyidik lembaga antirasuah akan memeriksa anggota DPRD Kabupaten Temanggung Slamet Eko Wantoro dan tiga pihak swasta, yakni Rochmat Fauzi Trioktavia, Mustahal, dan Mahbub.

KPK juga menjadwalkan pemeriksaan anggota DPR RI Melchias Marcus Mekeng. "Saksi Melchias Markus Mekeng akan diperiksa untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu, 8 Mei 2019.

Selain Melchias Mekeng, penyidik lembaga antirasuah juga akan memeriksa Direktur Jenderal Minerba ESDM Bambang Gatot Ariyono.

KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Direktur Keuangan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) Amir Faisal dalam kasus suap PLTU Riau-1.

"Yang bersangkutan (Amir Faisal) akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis, 9 Mei 2019.

Selain Amir Faisal, penyidik lembaga antirasuah juga akan memeriksa anggota DPR Fraksi Golkar Hawafie Saleh dan Direktur PT One Connect Indonesia Herwin Tanuwidjaja.

Kemudian, KPK menjadawalkan pemeriksaan saki terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait perkara yang menjerat Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir.

Penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan dua pejabat di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dua direktur tersebut yakni, Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Timur Bali dan Nusa Tenggara Djoko R Abumanan dan Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah Amir Rosidin.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, ‎Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.

 

5 dari 8 halaman

3. Sempat Ajukan Praperadilan

Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir, tersangka kasus korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sofyan resmi mengajukan praperadilan pada Rabu 8 Mei 2019 dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi c.q. pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Dalam petitum permohonan praperadilan Sofyan Basir, disebutkan misalnya dalam provisi menerima dan mengabulkan permohonan provisi dari pemohon untuk seluruhnya.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apa pun. Termasuk melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan dalam perkara.

Sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.

Seperti dikutip dari Antara, dalam pokok perkara disebutkan, misalnya, pertama menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya.

Kedua menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019; Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 peri hal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Keempat, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019; Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.

 

6 dari 8 halaman

4. Cabut Praperadilan

Sofyan Basir kemudian mencabut gugatan praperadilan yang ditujukan untuk melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa Hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo membenarkan kabar tersebut.

"Benar, agar fokus ke pokok perkaranya saja," tutur Soesilo saat dikonfirmasi, Jumat, 24 Mei 2019.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku perlu mengecek kembali adanya surat pemberitahuan pencabutan gugatan Sofyan Basir.

"Mengajukan atau mencabut praperadilan itu hak tersangka. Tapi saya masih harus cek apakah sudah ada pemberitahuan atau tembusan surat ke KPK soal itu," jelas dia.

Yang pasti, lanjut Febri, pemeriksaan terhadap Sofyan Basir akan terus berlanjut. Ada atau tidaknya praperadilan, KPK akan mengusut tuntas kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang menjeratnya.

"Selain itu, penyidikan akan terus berjalan sesuai hukum acara yang berlaku. Tidak terpengaruh dengan pengajuan atau pencabutan praperadilan," Febri menandaskan.

 

7 dari 8 halaman

5. KPK Ultimatum Sofyan Basir

KPK mengultimatum Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir (SFB) untuk segera memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, awalnya Sofyan Basir berencana memenuhi panggilan lembaga antirasuah pukul 13.00 WIB. Namun, hingga lebih dari pukul 14.00 WIB, Sofyan belum juga muncul.

"Sampai saat ini lebih dari pukul 14.00 tersangka SFB belum datang memenuhi panggilan KPK. Kami tegaskan bahwa belum ada penjadwalan ulang terhadap rencana pemeriksaan SFB. Artinya KPK masih menunggu agar SFB beritikad baik dan kooperatif datang ke penyidik hari ini," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin, 27 Mei 2019.

Rupanya, tak hadirnya Sofyan Basir di KPK lantaran sedang menjalani pemeriksaan di Kejagung sebagai saksi terkait kasus Leasing Marine Vessel Power Plant (LMVPP). Hal tersebut diungkap tim penasihat hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo.

"Iya masih pemeriksaan. Rencana akan hadir setelah pemeriksaan di Kejagung," kata Soesilo.

Meski masih menjalani pemeriksaan di Kejagung, Febri mengatakan, tim penyidik masih terus menunggu itikad baik Sofyan Basir dalam proses hukum yang sedang berjalan di lembaga antirasuah.

"Perlu kami ingatkan kembali, sebelumnya SFB tidak datang pada hari Jumat (24/5/2019), sehingga KPK telah melakukan penjadwalan ulang hari ini," kata Febri.

 

8 dari 8 halaman

6. Penuhi Panggilan dan Ditahan KPK

Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir akhirnya memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1. Sofyan datang sekitar pukul 19.00 WIB.

KPK pun menahan Sofyan Basir usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, mantan Dirut BRI itu menjalani masa penahanan pertamanya untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) belakang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

"SFB (Sofyan Basir) ditahan 20 hari pertama di Rutan cabang KPK di belakang gedung Merah Putih Kavling K-4," ujar Febri, Senin, 27 Mei 2019.

Sofyan Basir terlihat mengenakan rompi oranye usai diperiksa KPK sekitar pukul 23.30 WIB. Tak banyak pernyataan yang dilontarkan oleh Sofyan ketika digiring ke dalam mobil tahanan KPK.

"Sudah yah, doain saja. Kami ikuti proses saja," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.