Sukses

NU Dorong Pemerintah Buat Regulasi Bedakan Antara Rokok dengan Vape

Lembaga riset NU menemukan bahwa tembakau alternatif itu merupakan kemajuan teknologi yang bisa mengurangi dampak akibat merokok.

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Sabilillah, yang merupakan organisasi sosial, mayoritas pengurusnya adalah kader Nahdlatul Ulama (NU) dari Jawa Timur, menggelar seminar polemik rokok konvensional dengan tema sosialisasi rekomendasi NU tentang produk tembakau alternatif.

Ariyo Bimmo pengurus Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut menyampaikan bahwa sebenarnya diskusi ini membahas tentang regulasi tembakau konvensional (rokok) dengan tembakau alternatif (vape atau Vaporizer).

Menurut Ariyo, hasil penelitian dari Lakpesdam, lembaga risetnya NU menemukan bahwa  tembakau alternatif itu merupakan kemajuan teknologi yang bisa mengurangi dampak akibat merokok.

"Sisi negatif merokok itu sebenarnya ada zat yang sangat berbahaya di dalam rokok itu, namanya Tar. Sedangkan di dalam produk tembakau alternatif itu tidak ditemukan Tar, sehingga dari sisi kesehatan tentunya akan lebih baik," tuturnya di Surabaya, Minggu (26/5/2019).

Ariyo menyampaikan bahwa yang perlu digaris bawahi adalah asap rokok berbeda dengan uap yang dihasilkan tembakau alternatif.

"Tembakau alternatif itu tidak dibakar, karena kalau tembakau dibakar itu menghasilakan Tar, tapi kalau tidak dibakar melainkan dipanaskan maka tembakau akan menghasilkan uap. Jadi sama seperti kita menghirup kuah bakso," katanya.

Ariyo mengatakan, diskusi ini berusaha menghadirkan regulasi sendiri tentang tembakau alternatif karena selama ini menumpang pada rokok. "Padahal (vape) yang risikonya lebih rendah sedangkan (rokok) risikonya lebih tinggi, tapi diaturnya sama," ucapnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diatur Terpisah

Ariyo menjelaskan, pihaknya mengendors bagaimana caranya tembakau alternatif itu diatur secara terpisah meskipun ada beberapa bagian yang sama misalnya larangan untuk menjual kepada anak di bawah umur atau larangan menghisap vape didekat wanita hamil dan tempat umum.

"Tapi ada yang berbeda karena dinegara lain yang lebih maju ada tanda di mall di Jepang kalau merokok tidak boleh tapi kalau Vape boleh," ujarnya.

Ariyo menegaskan bahwa pihaknya semalam ini menggunakan cara-cara yang soft yaitu melalui peraturan yang dibuat oleh daerah, ada juga yang mengusahakan peraturan ditingkat pusat. "Karena peraturan pemerintah yang sekarang ini mengatur tentang tembakau tapi isinya rokok. Padahal di tembakau alternatif bisa berbeda - beda misalkan dijadikan permen maupun Vape," ucap Ariyo.

Halimi dari Forum Musyawarah atau diskusi keagamaan yang mencakup Pondok Pesantren Jawa dan Madura (FMPP) menambahkan bahwa pihaknya juga telah melakukan pertemuan secara intens membahas mengenai masalah ini.

"Dan kesimpulannya, secara garis besar ketika memang benar - benar terbukti itu bisa meningkatkan resiko yang ditimbulkan dari tembakau konvensional maka dari Islam sendiri sangat menganjurkan untuk beralih dalam rangkah mengurangi risiko itu," tutur Halimi.

Halimi mengatakan bahwa pihaknya merekomendasi seyogyanya melakukan penelitian yang benar - benar serius mengenai masalah Tar. "Karena informasi selama ini masih simpang siur, ada yang mengatakan tetap beresiko dan ada yang risikonya lebih rendah," katanya.

Hamili merekomendasikan agar ada penelitian secara mendalam mengenai hal ini kemudian jika hasil dari penelitian itu menunjukkan positif lebih rendah risikonya maka semestinya pemerintah menerbitkan regulasi mengenai peredaran tembakau alternatif.

"Karena dengan adanya regulasi peredaran tembakau alternatif supaya supaya bisa diproduksi secara massal untuk pengguna di negara kita. Dan mengantisipasi harga yang selama ini menjadi keluhan masyarakat agar bisa ditekan terkait dengan bea cukai yang tadi sudah disampaikan," ucapnya.

Halimi menegaskan, selanjutnya juga agar tidak terjadi genosida ekonomi yang dikuatirkan oleh sebagian kalangan dan semestinya menggunakan tahapan-tahapan sehingga semuanya bisa dihindari dan urusan kesehatan masyarakat bisa diatasi semuanya.

"Diskusi ini diharapkan paling tidak bisa memberikan support yang berkaitan dengan masalah Tar. Agar pemerintah lebih serius menangani ini. Dan kemudian untuk warga NU maupun non NU supaya kesehatan bisa terjamin," ujar Halimi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.