Sukses

28 Mei 2005: Ledakan 2 Bom di Pasar Tentena Tewaskan Puluhan Orang

Jasad bergelimpangan di antara reruntuhan kios. Warga berlarian berusaha menyelamatkan diri meski tak mengetahui adanya bom kedua.

Liputan6.com, Jakarta - Sabtu pagi, 28 Mei 2005, mestinya keramaian di Pasar Sentral Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah berjalan normal oleh aktivitas jual beli warga. Namun tidak demikian pada pagi itu. Dua bom yang telah diatur untuk bekerja dengan jeda 15 menit, diledakkan pada pagi itu oleh sekelompok teroris. 22 Orang langsung tewas dan puluhan lainnya terluka.

Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com mencatat, perangkat bom pertama diledakkan sekitar pukul 08.15 Wita. Menurut para saksi, banyak orang yang datang untuk membantu mereka yang terluka dalam ledakan pertama, namun terbunuh oleh ledakan kedua yang lebih besar yang menyebabkan kawah sedalam 1 meter.

Ledakan tersebut meratakan lapak-lapak makanan dan juga merusak sebuah bank, sebuah gereja dan sebuah kantor polisi di pusat Kota Tentena. Kapolres Poso kemudian mengumumkan adanya bom lain yang belum meledak dan ditemukan di luar sebuah gereja tak jauh dari Pasar Tentena.

Detik-detik awal pascaledakan bom di Pasar Sentral Tentena sempat disiarkan lewat tayangan Liputan 6 SCTV. Rekaman itu berasal dari Vincent Lumintang, wartawan Tabloid Tonakodi biro Tentena. Kepada Liputan 6 SCTV, Vincent mengatakan bahwa saat ledakan pertama terjadi, dirinya tengah berada di rumahnya yang berjarak 250 meter dari Pasar Tentena.

Vincent menuturkan, saat suara ledakan dahsyat terdengar, dia segera mengambil handycam dan bergegas ke lokasi. Tiba di tempat kejadian, Vincent menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan. Jasad bergelimpangan di antara reruntuhan kios. Warga berlarian berusaha menyelamatkan diri.

Beberapa menit kemudian, warga yang tengah mengevakuasi korban kembali dikejutkan suara ledakan. Bom kedua meledak di depan Kantor Bank Rakyat Indonesia, tepat di samping Markas Kepolisian Sektor Tentena. Korban luka-luka langsung dilarikan ke rumah sakit dan puskesmas terdekat.

Sehari setelah ledakan, Minggu 29 Mei 2005, Kapolri Jenderal Polisi Da`i Bachtiar yang mendatangi Pasar Tentena menyatakan, pelaku peledakan bom di Tentena yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Poso, Sulawesi Tengah, adalah orang-orang 'lama' yang melakukan peledakan di beberapa tempat di Poso dan Ambon, Maluku.

Menurut Da`i, indikasi tersebut diperoleh dari barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian. Rangkaian bom yang diledakkan menggunakan bahan peledak jenis low explosive yang dilengkapi materi berupa potongan besi untuk melukai orang-orang di sekitar bom.

"Bom-bom seperti itu sering ditemukan di daerah Poso dan sekitarnya serta Ambon [Maluku]," jelas Da`i di lokasi ledakan.

Karena itu, investigasi dimulai dari berbagai peristiwa pengeboman yang sebelumnya terjadi di dua wilayah konflik itu. Selain itu, sejumlah benda yang bisa dijadikan barang bukti dikumpulkan dari tempat kejadian, termasuk memeriksa sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.

Sementara di Jakarta, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS menggelar rapat koordinasi tingkat menteri secara mendadak untuk membahas kasus pengeboman di Tentena. Rapat yang dipimpin langsung Widodo antara lain dihadiri Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Adang Dorodjatun, dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar dan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Marsekal Madya Ian Santosa juga hadir dalam rapat yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan.

Rapat memutuskan untuk mengetatkan pengamanan fisik terhadap obyek vital seperti kedutaan dan kantor-kantor pemerintahan. Pengamanan dilakukan jajaran Polri dengan di-back up personel TNI. Sedangkan untuk mengungkap kasus bom di Tentena, dilakukan koordinasi intelijen antarinstansi yang dipimpin BIN.

"Intelijen melibatkan BIN, intelijen Polri, BAIS, dan spot-spot pemerintah daerah," tambah Widodo.

Di sela kunjungannya di Hanoi, Vietnam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan sangat prihatin dan berduka atas jatuhnya korban jiwa dalam ledakan bom di Tentena, termasuk yang luka-luka. Presiden menginstruksikan kepada pihak terkait untuk segera menangani korban-korban luka dan memakamkan korban tewas secara layak.

Selain mengambil langkah pengamanan, SBY juga menginstruksikan jajaran keamanan untuk segera menemukan pelaku pengeboman dan memprosesnya secara hukum. Ia menegaskan bahwa pemerintah tak akan memberikan toleransi terhadap aksi teror seperti ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mereka yang Terlibat

Ledakan dua bom di Pasar Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah memunculkan beragam dugaan. Sejumlah kalangan menilai teror bom itu dilancarkan pemain lama yang ingin mengusik kedamaian di Poso. Versi lain menyebut bom Tentena sebagai upaya untuk mengelabui penyelidikan atas penyelewengan dana pengungsi Poso.

Selain itu, ledakan tersebut juga dikaitkan dengan konflik sektarian antara Muslim dan Kristen di Poso. Konflik itu menewaskan setidaknya 577 orang dan menyebabkan 86.000 lainnya mengungsi dalam periode tiga tahun sebelum gencatan senjata yang disponsori pemerintah dan disepakati pada Desember 2001.

Mereka yang dihukum karena kejahatan yang berkaitan dengan konflik menyebut bahwa ini adalah upaya balas dendam atas kekejaman sebelumnya yang dilakukan terhadap komunitas Muslim di Poso. Apalagi, pengeboman ini dilakukan tepat pada hari peringatan lima tahun pembantaian 165 orang Muslim di desa Sintuwulemba, Kabupaten Poso.

Apa pun itu, polisi terus bekerja. Sepekan setelah kejadian atau Juni 2005, usaha keras polisi untuk mengungkap pelaku dan pemilik bom jahanam itu menemui titik terang. Sebanyak 14 tersangka ditahan. Polisi juga memburu empat pelaku lain yang diyakini sebagai eksekutor bom.

Berawal dari penangkapan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Poso Hasman, polisi segera menyisir Kompleks Lapas Poso. Bagaimana tidak, di dalam mobil Hasman, polisi menemukan senjata api jenis FN, potongan pipa, dan parang. Ia juga tengah membawa keluar empat tahanan tanpa izin Pengadilan Negeri Poso.

Di bengkel kerja Lapas Poso, tim Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Sulteng dan Markas Besar Polri menemukan barang bukti yang mengejutkan. Sejumlah material pembuat bom ditemukan di tempat tersebut. Penemuan ini mengindikasikan bahwa bom Tentena dirakit di bengkel ini. Sumber kepolisian menyebutkan bahwa casing bom yang berbentuk tabung juga dibuat di tempat itu.

Dugaan ini diperkuat hasil uji Labfor yang menemukan kesamaan jenis bahan peledak antara bom di Pasar Tentena dengan material bahan baku yang ditemukan di bengkel kerja Lapas Poso. Jenis bahan peledak itu adalah dinitrotoluene (DNT), turunan trinitrotoluena (TNT) yang lazim digunakan dalam sebuah perakitan bom. Belakangan, bahan yang sama ditemukan di tubuh Hasman.

Namun, penangkapan Hasman memunculkan dugaan lain. Bom di Pasar Tentena dibuat untuk mengalihkan perhatian publik terhadap kasus korupsi dana kemanusiaan senilai Rp 2 miliar yang melibatkan Abdul Kadir. Kecurigaan ini dikuatkan pada fakta bahwa Kadir yang berstatus tahanan Kejaksaan Negeri Poso ditangkap saat berada satu mobil dengan Hasman beberapa saat setelah bom meledak.

Namun, keluarga Abdul Kadir membantah dugaan itu. Alasannya, Kadir tengah berada di Palu saat bom meledak. Maka, polisi pun kembali mengalihkan perhatian kasus ini pada terorisme.

Fakta baru muncul, bahwa sebelum pengeboman di Pasar Tentena, pada bulan Januari 2005, pihak berwenang menemukan 60 bom rakitan di sebuah rumah kosong di Kota Poso dan pada awal Mei, polisi telah menangkap tiga orang karena diduga terlibat dalam serangan lain dengan menggunakan alat serupa.

Dari upaya tak kenal lelah, polisi menangkap 10 tersangka lainnya pada awal 2007. Atas keterlibatan mereka, persidangan pun digelar sejak akhir November 2007 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Salah seorang yang dijadikan terdakwa adalah Eko Budi Wardoyo alias Sukani alias Munsif yang diduga membiayai serangan tersebut. Diketahui pula dia yang membagi empat eksekutor peledakan menjadi dua kelompok untuk menanam perangkat bom di dalam daging dan bagian produksi di Pasar Tentena yang mayoritas dihuni warga non-muslim itu.

Dalam persidangan terungkap, Ardin Djanatu dan Amril Ngiode membawa dan menanam satu bom. Sedangkan rekan mereka Syaiful Anam, menanam bom lain di dekatnya di depan pasar dan penghitung waktu untuk kedua perangkat bom diatur meledak dengan jeda waktu 15 menit.

Terdakwa lainnya, Ngiode menjelaskan bahwa bom tersebut dibuat dari TNT dan belerang, dengan sejumlah besar besi ditambahkan untuk menciptakan pecahan peluru. Satu senjata telah disembunyikan di dalam kotak kardus dan dikirim ke pasar dengan membawa kantong plastik hitam yang disamarkan dengan sayuran.

Ngiode juga menjelaskan bahwa target mereka pada awalnya adalah sebuah sekolah Katolik yang bersebelahan dengan Pasar Tentena, namun selama survei mereka, para tersangka teroris mendapati bahwa pasar lebih ramai dan padat.

Pada akhir 2007, Anam dan Djanatu dijatuhi hukuman 18 tahun dan 14 tahun penjara karena menanam perangkat bom di Tentena. Sementara Ngiode menerima hukuman 15 tahun karena merakit bom dan tuduhan lainnya karena memiliki senjata ilegal dan juga melakukan serangan. Sementara, terduga perancang utama bom tersebut yang diidentifikasi sebagai Taufik Buraga oleh Ngiode belum ditemukan.

Sementara dalam persidangan 4 November 2010, ulama garis keras Eko Budi Wardoyo divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena memberikan dana kepada para pelaku untuk mengumpulkan dua bom dan diidentifikasi sebagai penasihat utama di balik serangan tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.