Sukses

Jejak Penggelapan Dana Umat 411 dan 212 yang Jerat Bachtiar Nasir

Kasus dugaan pencucian uang yang pernah menjerat Ketua GNPF MUI yang sekarang berubah GNPF Ulama, Bachtiar Nasir kembali mengemuka.

Liputan6.com, Jakarta Kasus dugaan pencucian uang yang pernah menjerat Ketua GNPF MUI -sekarang berubah GNPF Ulama- Bachtiar Nasir, kembali mengemuka. Kasus ini bermula saat Polri mengendus dugaan pencucian uang dalam rekening Yayasan Keadilan untuk Semua sebagai rekening yang menampung sumbangan untuk aksi 4 November (411) dan 2 Desember (212) 2016.

Saat itu, Yayasan Keadilan untuk Semua diketuai oleh Adnin Armas. Dalam kasus itu, Adnin turut bicara soal dugaan penyimpangan dana yayasan yang menyeret nama Bachtiar Nasir. Menurutnya, rekening yayasan yang dikelolanya dipinjam sementara oleh GNPF MUI untuk menampung dana para donatur aksi 411 dan 212.

Peminjaman rekening didasari atas dasar saling percaya. Adnin dan Bachtiar yang merupakan Ketua Umum GNPF MUI, menjalin pertemanan cukup erat. Adapun rekening diserahkan pada GNPF MUI karena mendengar banyak donatur yang hendak menyumbang untuk Aksi Bela Islam saat itu.

"Kami sendiri kaget banget yang mau nyumbang banyak, harus dikemanakan uang itu, karena saya deket dengan Bachtiar Nasir, jadi rekening Yayasan ini digunakan. Lagi pula, ini untuk kepentingan umat," terang Adnin di kediamannya, di Depok, Sabtu 11 Februari 2017.

Tercatat sekitar 4 ribuan orang yang menyumbang untuk aksi tersebut. Jumlahnya beragam, dari puluhan ribu, ratusan, hingga jutaan rupiah. Nama-nama donatur tidak disebutkan dalam setiap menyumbang.

"Totalnya, sekitar Rp 3,8 miliar," sebut Adnin.

Dari jumlah yang didapat itu tersisa Rp 2 miliar. Adnin tidak merinci uang yang didapatkan itu digunakan untuk keperluan apa.

"Mengenai dana itu digunakan lebih bagus ke GNPF-MUI. Ya namanya ketua yayasan, saya hanya tanda tangan. GNPF-MUI yang lebih tahu uang itu," ujar Adnin.

Berikut kronologi lengkap kasus tersebut yang berhasil dihimpun Liputan6.com, Selasa, 7 Mei 2019:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Seret Manager Bank sebagai Tersangka

Bareskrim Polri menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Perbankan, terkait donasi aksi 411 dan aksi 212. Pegawai bernama Islahudin itu merupakan manajer di salah satu bank BUMN.

"Hanya Islahudin, ya. Karena ketidak hati-hatian," kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa 14 Februari 2017.

Boy mengatakan, Islahudin melanggar pasal 2 Undang-undang Perbankan (UU 10/1998). Pasal tersebut berbunyi, "Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap

b. ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

"Ini adalah perbantuan-perbantuan, sedang didalami kegiatan yang berkaitan dengan yayasan. Sementara dia menerima penempatan uang kemudian menggunakan uang itu," Boy membeberkan.

Di tempat sama, Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono mengatakan, setiap bank memiliki standar kerja atau operasional.

"Karyawan bank tidak melaksanakan SOP perbankan, maka dia dapat diduga melanggar ketentuan perbankan," kata Ari.

 

 

3 dari 6 halaman

Panggil Lima Saksi

Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri memanggil para saksi demi menelusuri perkara kasus dugaan pencucian uang Yayasan Keadilan untuk Semua. Lima orang dijadwalkan melakukan pemeriksaan atas dugaan kasus yang menjerat Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir hari ini.

"Hari ini memang mengagendakan lima orang yang akan diperiksa," tutur Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin 20 Februari 2017.

Martinus merinci, dari kelima saksi tersebut dua di antaranya merupakan pihak Bank BNI Divisi Kepatuhan dan Divisi SDM. Kemudian dua lagi adalah Bendahara GNPF MUI , yakni M. Lutfie Hakim dan stafnya atas nama Marlinda. Sedangkan satu orang lagi bernama Otto.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rikwanto menambahkan, pemeriksaan itu sendiri sebenarnya dijadwalkan sekitar pukul 10.00 WIB di Gedung Bareskrim Polri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat.

Mengenai sosok atas nama Otto, Rikwanto menyampaikan, dia adalah salah satu donatur penyumbang dana untuk aksi 212.

"Otto itu salah satu pendonasi," ujar Rikwanto.

 

4 dari 6 halaman

Kapolri Ungkap Bukti Trasfer

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut ada bukti tarik dana dari rekening Yayasan Keadilan untuk Semua sebesar Rp 1 miliar yang mengalir ke Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir.

"Memang uang ini ditarik oleh IL (Islahudin Akbar) sebanyak Rp 1 miliar, kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir. Sebagian digunakan untuk kegiatan menurut yang bersangkutan," ucap Tito di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Sedangkan sebagian uang lagi, jika dilihat dari slip bukti transfer, mengarah ke Turki. Polri masih menyelidiki aliran dana tersebut. Sebab, lanjut dia, ada media internasional yang menyebutkan uang itu diberikan kepada satu kelompok radikal di Suriah.

"Tapi sebagiannya, kalau dilihat dari slip bukti transfer mengarah Turki dan ini yang sedang kami selidiki," kata Tito.

"Apa hubungannya bisa sampai ke Suriah? Menurut klaim media internasional yang di Suriah, ini ada hubungannya dengan ISIS," tutur dia.

Menurut dia, polisi telah menyelidiki dugaan adanya bantuan logistik dari Yayasan Bantuan Kemanusiaan Indonesia (Indonesian Humanitarian Relief/IHR Foundation) tersimpan di gudang milik pemberontak Suriah.

"Begitu kita tarik ke belakang, ternyata ada aliran dana dari Bachtiar Nasir ini. Asalnya dari Yayasan Keadilan untuk Semua," tegas Tito.

Sebelumnya, tersebar video yang memperlihatkan warga sipil Aleppo menemukan gudang logistik berupa makanan dan minuman yang dikirim dari Indonesia, namun ditinggalkan oleh kelompok teroris Jays Al-Islam. Pada dus logistik tersebut terlihat label bertulisan 'IHR'.

Namun, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir, mengaku tidak ada penyalahgunaan dalam pengelolaan donasi di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.

"Itu dananya dari umat untuk umat lagi," kata Bachtiar Nasir.

5 dari 6 halaman

Bachtiar Nasir Membela Diri

Pengacara Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera membantah tuduhan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menemukan adanya bukti aliran dana dari rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) sebesar Rp 1 miliar.

Tito mengatakan, uang tersebut mengalir ke Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Bachtiar Nasir. Bukti transfer diduga mengarah ke Turki

Kendati begitu, Kapitra membeberkan adanya pengiriman uang kurang lebih Rp 64 juta ke salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kemanusiaan. NGO ini diketahui bernama IHH.

"Memang ada transfer uang ke Turki jumlahnya hanya USD 4.600 setara dengan Rp 64 juta lebih sedikit. Dana itu dikirim lewat rekening pribadi atas nama Islahudin Akbar pada Juni 2016, jauh sebelum GNPF MUI terbentuk pada Oktober 2016," jelas Kapitra saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (23/02/2017).

Saat dikonfirmasi soal sumber dana, Kapitra menuturkan, jumlah uang yang dikirim berasal dari sumbangan warga saat bedah buku Abu Kharis, pengurus solidaritas untuk Suriah, dari masjid ke masjid pada Maret-Juni 2016.

"Jadi itu bukan uang Bachtiar Nasir, uang Yayasan Keadilan Untuk Semua dan tidak terkait apapun. Uang itu milik Abu Kharis yang akan diberikan kepada pengurus solidaritas untuk Syam," kata Kapitra.

6 dari 6 halaman

Bachtiar Nasir Jadi Tersangka

Dua tahun berlalu, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bachtiar Nasir di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, pada Rabu (8/5/2019).

Bachtiar Nasir diperiksa terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua.

Pemanggilan pemeriksaan itu tertera dalam Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/1212/V/RES.2.3/2019/Dit Tipideksus, yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Rudy Heriyanto.

Informasi pemanggilan pemeriksaan ini dikonfirmasi oleh Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Bachtiar Nasir sebagai tersangka. "Ya betul (tersangka)," kata Daniel seperti dikutip dari Antara, Selasa, (7/5/2019).

Menurut dia, kasus yang menjerat Bachtiar ini merupakan kasus lama yang diselidiki Bareskrim pada 2017 silam. "Kasus lama itu," katanya.

Bachtiar diketahui mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp3 miliar di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).

Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada tahun 2017 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Namun polisi menduga ada pencucian uang dalam penggunaan aliran dana di rekening yayasan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.