Sukses

Sidang Praperadilan, Pengacara Romahurmuziy Nilai KPK Salah Gunakan Wewenang

Maqdir menilai KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi Romahurmuziy karena nilai kerugian kurang dari Rp 1 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan prapradilan kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) dengan tersangka mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi, Senin (6/4/2019). Pada sidang perdana ini, pengacara membacakan permohonan praperadilan.

Dalam permohonannya, pengacara Romahurmuziy, Maqdir Ismail menuding, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tindakan ilegal karena menyadap dan merekam pembicaraan tanpa didasari surat perintah penyelidikan.

"KPK telah melakukan penyadapan sebelum adanya surat perintah penyelidikan nomor: Sprin.Lidik-17/01/02/2019 tanggal 6 Februari 2019 dan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.GasI 9/20-22/02/2019 tangal 6 Februari 2019," ucap Maqdir di persidangan.

"Bahwa dengan adanya penyadapan yang dilakukan oleh sebelum adanya surat perintah penyelidikan membuktikan bahwa termohon (KPK) telah melakukan penyadapan tidak menurut hukum dan telah menyalahgunakan kewenangan secara semena-mena yaitu melakukan penyadapan secara ilegal," sambung dia.

Selain itu, Maqdir menilai KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi Romahurmuziy karena nilai kerugian kurang dari Rp 1 miliar.

Berdasarkan surat tanda penerimaan uang/barang No. STPD.EK 226/22/03/2019 Tanggal 15 Maret 2019, yang dibuat dan ditanda tangani oleh penyelidik KPK uang yang dianggap berasal dari Muhammaf Muafaq Wirahadi jumlahnya Rp50.000.000.

"Bahwa berdasarkan Pasal 11 UU KPK, Termohon (KPK) mempunyai wewenang dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang (a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, (b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau (c) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,(satu miliar Rupiah)," ujar dia.

Pada kasus ini, KPK menetapkan Romahurmuziy alias Romi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenang). Romahurmuziy diduga menerima suap sebesar Rp 300 juta terkait seleksi jabatan di lingkungan Kemenag pada 2018-2019.

Namun, KPK menduga masih banyak jual beli jabatan di wilayah lain yang melibatkan Romahurmuziy.

"Itu sedang didalami KPK. Laporannya sebenarnya banyak, ada beberapa, bukan cuma di Jatim," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di gedung KPK, Jakarta, Senin 18 Maret 2019.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasal Sangkaan Dinilai Tak Sesuai

Maqdir juga menganggap, pasal yang disangkakan ke kliennya tidak sesuai lantaran perbuatan menerima hadiah atau janji tidak mengakibatkan timbulnya kerugian negara, dan perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan.

"Dengan demikian apa yang diduga dilakukan oleh Pemohon (Romahurmuziy) tidaklah menyebabkan kerugian keuangan negara, sehingga kualifikasi dari Pasal 11 huruf c Undang-Undang KPK pun tidak terpenuhi," terang dia.

Atas dasar itu, Maqdir meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seutuhnya.

Kemudian, menyatakan tindakan KPK melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan yang dilakukan sebelum adanya Surat Perintah Penyelidikan merupakan tindakan yang tidak berdasarkan atas hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya, menyatakan tindakan KPK yangmenetapkan Romahurmuziy sebagai tersangka tidak sah dan bertentangan dengan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan Iebih lanjut oleh Termohon (KPK) yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon (Romahurmuziy) oleh Termohon (KPK)," ujar dia.

Kalau pun dinyatakan melakukan tindak pidana, Maqdir meminta kasus ini tidak ditangani KPK.

"KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan melainkan merupakan kewenangan penegak hukum lainnya yaitu kejaksaan Negara Republik Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini