Sukses

Revitalisasi SMK Tunjukkan Dampak Positif, Lulusan SMK yang Bekerja Meningkat

Revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sudah berjalan selama tiga tahun menghasilkan beberapa capaian positif.

Liputan6.com, Jakarta Memasuki tahun ketiga pelaksanaan revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK), sesuai dengan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, beberapa capaian positif mulai terlihat. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Dr. Ir. M. Bakrun, M.M yang menjadi keynote speaker pada talkshow bertema "Revitalisasi Vokasi" Dalam Rangka Pekan Pendidikan dan Kebudayaan di Kantor Kemendikbud Jakarta,  Senin 29 April 2019 memaparkan beberapa capaian tersebut.

Angka partisipasi kerja lulusan SMK mengalami peningkatan dari hanya 12,37 juta pada Februari 2016 menjadi 14,54 juta pada tahun 2018 dibulan yang sama. Seiring dengan meningkatnya angka partisipasi kerja lulusan SMK pada tahun 2018, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK setiap tahunnya pun semakin menurun. Dari Februari 2016 sebesar 9,84% menjadi 8,92% di Februari 2018.

"Dampak dari revitalisasi SMK memang belum begitu banyak namun berdasarkan data BPS menunjukkan angka yang positif," ujar M. Bakrun dalam paparannya.

Dalam hal keterserapan lulusan SMA di dunia kerja, M. Bakrun menyebutkan bahwa sejak tahun 2014 lulusan SMK yang telah terserap ke dunia kerja meningkat sebanyak 3,1 juta siswa/i. Dalam slide presentasinya disebutkan bahwa tahun 2014 (10,5 juta), tahun 2015 (10,8 juta), tahun 2016 (12,1 juta) dan tahun 2017 (12,5 juta).

Hingga tahun 2018, Bakrun memaparkan bahwa jumlah SMK yang bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri meningkat sebanyak 1460 sekolah. Dari tahun 2017 hanya 1.240 menjadi 2.700 kerjasama pada 2018. Peningkatan kerjasama tersebut, kata Bakrun tidak lepas dari penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum keahlian dari 128 keahlian menjadi 146 keahlian.

Untuk menghadapi revolusi industri 4.0, Kemendikbud juga telah menerapkan bobot struktur kurikulum untuk pendidikan umum sebesar 39,59 persen meliputi mata pelajaran muatan nasional dan kewilayahan dan bobot sebesar 60,41 persen untuk peminatan kejuruan.

Secara terpisah, M. Bakrun juga menjelaskan beberapa upaya konkret yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMK untuk mendorong mutu pendidikan SMK di era industri 4.0 dengan mengembangkan simulasi komunikasi digital dan merevitalisasi program keahlian.

"Untuk mengantisipasi revolusi industri 4.0 ada beberapa hal sudah kita lakukan. Pertama semua siswa SMK mendapatkan materi simulasi dan komunikasi digital. Kedua, merevitalisasi program-program keahlian yang ada di SMK. Program keahlian yang disesuaikan dengan keperluan saat ini. Misalnya bisnis digital, animasi, desain komunikasi visual hingga logistik yang semua berbasis tentang pengembangan," jelas M. Bakrun.

Selain itu, materi-materi yang berkaitan dengan internet of things, virtual reality, artificial inteligent, dikatakan oleh Dirjen Pembinaan SMK akan diberikan kepada peserta bukan dengan materi khusus melainkan bagian dari unit-unit kompetensi yang ada di sekolah.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kebekerjaan lulusan SMK, Kemendikbud mendorong peningkatan kapasitas SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-P1). Dirjen Dikdasmen menyampaikan bahwa berdasarkan data Direktorat Pembinaan SMK, saat ini terdapat 64 skemazsertifikasi level 2 dan 3 yang digunakan oleh LSP-P1 SMK.

 Sampai dengan awal tahun 2019, Kemendikbud bersama BNSP telah menyiapkan skema sertifikasi kualifikasi level II dan III untuk digunakan di LSP-P1 SMK dan diharapkan dapat meningkatkan akses sertifikasi kepada para siswa SMK. Dan sejak tahun 2016, tercatat 184.816 siswa SMK telah memperoleh sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sampai dengan awal tahun 2019, Kemendikbud bersama BNSP telah menyesuaikan 146 kompetensi keahlian pendidikan kejuruan di SMK. Dan sebanyak 1650 SMK telah melaksanakan sinkronisasi kurikulum.

Sementara itu, menanggapi hasil survei yang menyebutkan pengangguran SMK relatif banyak, Bakrun menjelaskan hal tersebut berhubungan dengan pilihan.

"Anak-anak SMK, kita didik hal-hal yang spesifik. Pada saat lulus, mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan yang dipelajari. Sementara, beberapa lapangan pekerjaan bersifat general. Misal pabrik sepatu, garmen dan beberapa lainnya, keperluan tenaga kerjanya tidak spesifik tapi general semua orang bisa masuk," kata Bakrun.

Anak-anak SMK yang sudah terbiasa menjuru, lanjut M. Bakrun ditahun pertama dan kedua masih ingin bekerja sesuai dengan yang dipelajari. Sehingga itu salah satu penyebab pengangguran lulusan SMK relatif masih banyak. Namun demikian, Bakrun juga menegaskan bahwa keterserapan yang ada secara umum untuk SMK-SMK yang sudah bagus dan terakreditasi baik sekitar 70-80 persen lulusannya diserap oleh industri.

 

Melalui Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2019 ini, M. Bakrun berharap anak-anak SMK untuk bisa lebih mandiri. Mandiri untuk mempersiapkan masa depannya baik bekerja untuk orang lain maupun mandiri dalam berwirausaha.

"Kami dari Kemendikbud akan terus mendorong anak-anak untuk mandiri. Ketika Indonesia memiliki generasi emas 2045 nanti mereka menjadi pengusaha-pengusaha besar Indonesia. Melalui hari Pendidikan Nasional ini, diharapkan juga dapat memberikan spirit kepada kita semua, guru, kepala sekolah, pengelola, dan siswa untuk terus berusaha mengembangkan kemandirian," tutur M. Bakrun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini