Sukses

Siklus Banjir 5 Tahunan di Pejaten Timur

Sejumlah titik di Ibu Kota Jakarta terdampak banjir, salah satunya di kawasan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah titik di Ibu Kota Jakarta terdampak banjir, salah satunya di kawasan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Hitungan warga setempat, hal itu merupakan siklus lima tahunan yang biasa terjadi.

Rizal sibuk memantau banjir di pemukiman RT 05 RW 05 Pejaten Timur lewat tangga yang menjadi akses warga pinggir sungai Ciliwung ke dataran lebih tinggi. Rumahnya tinggal terlihat atap.

Pria 47 tahun itu sudah biasa menghadapi banjir. Meski bukan pengurus RT setempat, dia menjadi salah satu warga yang aktif bekerjasama melayani masyarakat setiap banjir datang. Warga lain menyebutnya 'Wakil RT'.

"Belum tidur dari malam ini. Dari jam 21.00 WIB malam ikut menginfokan ke masyarakat siaga banjir. Jam 03.00 WIB tadi air deras, jam 05.00 WIB sudah (naik tinggi)," tutur Rizal saat berbicang dengan Liputan6.com di lokasi terdampak banjir, Jumat (26/4/2019).

Menurut Rizal, banjir kali ini termasuk bagian dari siklus 5 tahunan. Pada 2013 lalu, banjir lebih tinggi dua jengkal saja dibanding sekarang. Patokannya adalah meteran listrik rumah.

"Ini 160 sentimeter lah. Terakhir tadi saya kelelep. Itu lihat tembok bekas air, mulai surut tapi belum banyak," jelasnya sambil menunjuk tembok basah bekas terendam air.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

300 KK Lebih

Terhitung di RT 05 RW 05 Pejaten Timur, ada sekitar 300 KK lebih. Meski tidak semua warga terdampak banjir, diprediksi ratusan orang terpaksa mengungsi dari kediamannya hingga waktu yang tidak pasti.

"Biasanya surut itu sore sih. Saya keluarga mengungsi semua ke rumah mertua. Ini sendiri ngurusin warga lain," kata Rizal.

Meski sudah puluhan kali terdampak banjir, Rizal tetap tinggal di kediamannya yang sekarang. Meski begitu, jika ada program gusuran pemerintah untuk kepentingan pembangunan, dia tidak menolak untuk direlokasi.

"Dari 1991 di sini. Mau pindah kemana juga lahan sudah mahal-mahal. Pertama ngerasain banjir 1996, tahun 2002 paling parah sampai tanah longsor di sini. Zaman Sutiyoso itu," Rizal menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.