Sukses

Idrus Marham Berperan Menjembatani Eni Saragih Minta Uang ke Johannes Kotjo

Hal yang memberatkan adalah, perbuatan Idrus Marham tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Dia juga tidak mengakui perbuatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Tipikor menjatuhkan vonis 3 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Idrus Marham atas penerimaan suap Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. Dari suap tersebut, Idrus tidak menikmati hasil korupsi yang ia terima melalui Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR.

Hal itu menjadi faktor meringankan bagi Idrus Marham. Kendati tidak menikmati hasil korupsi, majelis hakim meyakini unsur penerimaan telah terpenuhi pada Idrus.

Berdasarkan fakta dan bukti yang muncul di persidangan, majelis hakim berkeyakinan Idrus Marham turut aktif mengarahkan Eni mendapat uang sebagai sumber modal pelaksanaan munaslub Partai Golkar dengan agenda menentukan ketua umum menggantikan Setya Novanto yang terjerat korupsi proyek e-KTP.

Pesan melalui WhatsApp, permintaan uang SGR 400 ribu oleh Eni kepada Kotjo atas sepengetahuan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut.

"Pada 24 November 2017 saudari Eni Maulani Saragih mengirim WhatsApp ke Johannes Budisutrisno Kotjo yang meminta uang SGR 400 ribu, atas sepengetahuan terdakwa (Idrus Marham)," ucap hakim Anwar saat membacakan pertimbangan vonis Idrus, Selasa (23/4/2019).

Permintaan uang kembali dilakukan Eni untuk keperluan suaminya yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah Kabupaten Temanggung. Pada 10 Juli 2018, Eni meminta uang Rp 500 juta di kantor Kotjo ditemani oleh Idrus Marham. Atas lobi Idrus pun Kotjo merealisasikan permintaan Eni yang diterima melalui staf Eni, Tahta Maharaya.

Politikus Partai Golkar itu kembali meminta uang untuk keperluan sang suami, Muhammad Al Khadziq, dengan total keseluruhan penerimaan Eni dari Kotjo sejumlah Rp 4.75 miliar.

Dari total uang itu, Rp 2.25 miliar diperuntukan Idrus mencalonkan diri sebagai ketua umum saat acara munaslub Partai Golkar. Namun, disebutkan bahwa arah politik partai berlambang pohon beringin itu berubah, sehingga Idrus tidak berpotensi menang.

"Total uang diterima Eni Rp 4.75 miliar, Rp 2.25 miliar diterima Eni dengan sepengetahuan terdakwa Idrus Marham direncanakan untuk Munaslub Golkar yang mengusung terdakwa sebagai ketua umum. Menimbang terdakwa ikut aktif meminta uang ke Johannes Budisutrisno Kotjo dengan demikian majelis hakim berkesimpulan unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi," ujar hakim.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuntutan

Sementara hal yang memberatkan adalah perbuatan Idrus tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, ia juga tidak mengakui perbuatannya.

"Hal yang memberatkan, terdakwa bersikap sopan, tidak menikmati hasil korupsi, dan belum pernah dihukum," tukasnya.

Sebelumnya, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia terbukti menerima suap Rp 2.25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

Jaksa menilai peran Idrus cukup aktif berkomunikasi dengan Eni Maulani Saragih, mantan anggota Komisi XI DPR sekaligus terdakwa dalam kasus yang sama membahas proyek tersebut.

Jaksa menyebut penerimaan uang oleh Idrus sebesar Rp 2,25 miliar diterima melalui staf Eni bernama Tahta Maharaya. Uang tersebut dipergunakan kepentingan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar 18 Desember 2017, dengan agenda penetapan Ketua Umum menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi proyek e-KTP.

Dalam tuntutan, jaksa mencantumkan hal memberatkan yakni perbuatan mantan Mensos itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara ada hal meringankan dari tuntutan Idrus yaitu bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dipidana dan tidak menikmati hasil kejahatannya.

Hal yang meringankan sopan, ia belum pernah dipidana, tidak menikmati hasil kejahatan.

Idrus dituntut telah melanggar Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.